Mata Taroni terus mengawasi orang-orang yang lalu lalang di depan rumah bernomor 18 di JaÂlan Kalibata Timur IV/E, Jakarta Selatan kemarin. Sambil meÂnyanÂdar di pagar rumah, anggota Satgas PDIP itu pasang muka maÂsam bila ada orang yang menÂdekat ke rumah.
“Nggak boleh masuk ke ruÂmah. Ada petugas KPK di daÂlam,†kata pria yang mengenakan pakaian serba hitam ini. Rumah yang dijaganya adalah milik Izedrik Emir Moeis, salah satu pentolan PDIP.
Taroni mengatakan, enam peÂtugas KPK datang ke sini mengÂgunakan dua moÂbil. Mereka tiba pukul 8 pagi dengan meÂnumÂpang dua mobil. “Tadi sempat berÂteÂmu deÂngan Bapak (Emir Moeis). BerÂbinÂcang-binÂcang selama dua jam. Setelah itu Bapak pergi ke DPR,†ungkapnya.
Kedatangan tim KPK ke rumah Ketua Komisi XI DPR itu mengÂgeledah, mencari alat bukti. Rabu lalu terungkap bahwa Emir Moeis itu telah ditetapkan seÂbaÂgai tersangka oleh KPK.
Adalah Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana yang “membocorkan†informasi itu. Dia bilang, Dirjen Imigrasi telah meÂnerima permohonan penceÂgaÂhan ke luar negeri atas nama Emir Moeis yang diajukan KPK. MeÂngutip surat dari KPK, Denny meÂnyebutkan Emir telah berÂstatus terÂsangka dalam kasus koÂrupsi pemÂbangunan PemÂbangkit Listrik TenaÂga Uap (PLTU) TaÂraÂhan, Lampung.
Sejak beredar inÂforÂmasi Emir Moeis sudah jadi tersangka, beÂbeÂrapa orang Satgas PDIP dikiÂrim ke rumahnya. Mulai Rabu itu pula Taroni berjaga di sini.
Pria setengah baya berkulit hitam ini mengatakan diperintah komandannya untuk menjaga rumah Emir Moeis. “Saya hanya disuruh jaga. Nggak tahu sampai kapan,†terangnya.
Taroni sendiri mengaku belum paham jelas kasus yang menjerat elite PDIP itu. “Saya nggak ngerti soal apa. Saya hanya disuruh jaga,†katanya.
Sejak Rabu ada empat anggota Satgas PDIP yang berjaga di rumah Emir Moeis. Saat pengÂgeÂleÂdahan kemarin, beberapa angÂgota polisi berseragam dinas mauÂpun safari turut berjaga. Mereka terlihat nongkrong di dalam gaÂrasi di samping kanan rumah.
Ada dua mobil yang diparkir paÂralel di garasi itu. Di bagian dalam VW Golf putih. Sedan preÂmium buatan Eropa itu diparkir menghadap ke dalam. Di belaÂkangnya Toyota Alphard hitam yang diparkir menghadap gerbang.
Rumah Emir Moeis berada di kawasan pemukiman elite di Kalibata. Bangunannya berlantai dua. Berdiri di atas lahan seluas 400 meter persegi.
Rumah bermodel era 80-an ini dibentengi pagar besi setinggi 1,7 meter. Di belakang pagar ditumÂbuhi tanaman yang berfungsi menghalangi pandangan ke daÂlam. Dua orang Satgas PDIP berÂjaga di pekarangan ini.
Dua lainnya berjaga di pagar luar. Salah satunya di depan gerÂbang bercat cokelat selebar tiga meter. Gerbang itu hanya dibuka seÂdikit. Hanya cukup untuk dilÂeÂwati satu orang.
Persis di depan pagar parkir mobil Kijang Innova hitam, kenÂdaraan petugas KPK. Di belakang gerbang terdapat carport yang diisi Toyota Alphard. Di sebelah kiri terdapat teras sekaligus pintu masuk ke dalam rumah.
Di muka pintu masuk rumah terÂlihat beberapa pasang sepatu. MungÂkin itu milik petugas KPK yang tengah menggeledah. Pintu dengan dua bukaan itu tertutup rapat.
Dari Cek Pelawat Sampai Century
Nama Emir Moeis kerap diseÂbut-sebut dalam sejumlah kasus korupsi. Namun pria bertubuh tambun selalu lolos. Bahkan, saat puluhan koleganya di DPR dijebloskan ke penjara karena kasus cek pelawat, penggemar cerutu ini seolah untouchable alias tak tersentuh.
Kasus pertama yang meÂnyeÂret namanya adalah kasus suap pemilihan Deputi Gubernur SeÂnior Bank Indonesia (DGS BI). Emir disebutkan dalam perÂsiÂdaÂngan diduga ikut menerima seÂjumÂlah cek perjalanan yang diÂbagi-bagikan ke anggota KoÂmisi IX DPR pada 2004.
Saat itu, Emir menjadi ketua komisi yang betugas meÂnyeÂleksi DGS BI. Pemilihan itu akhirnya diÂmenangkan Miranda S Goeltom yang kini tersangka kasus sama.
Jaksa Andi Suharlis yang membacakan dakwaan dakwaÂan Nunun Nurbaeti pada perÂsiÂdangan 2 Maret lalu menyeÂbutÂkan Emir menerima cek perÂjaÂlanan senilai Rp 200 juta.
Keterangan serupa juga diÂlontarkan Dudhie Makmun MuÂrod, politisi PDIP saat berÂsaksi di PeÂngaÂdilan Tipikor, 13 Maret 2012. MeÂnurut Dudhie, cek perÂjalanan Bank Internasional InÂdoÂnesia (BII) yang merupakan jatah Fraksi PDIP dibagi-bagikan di ruangan Emir Moeis di gedung DPR. Emir mengaku mengemÂbaÂliÂkan cek perjalanan tersebut ke Panda Nababan.
Nama Emir juga disebut daÂlam persidangan kasus korupsi pengadaan alkes peÂnangÂguÂlaÂngan flu burung di Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada 2006. Kasus ini menyeret bekas Sekretaris MenÂteri Koordinator KesejahÂteraan Rakyat (Sesmenko KesÂra), SuÂtedjo Yuwono.
Dalam surat dakwaan SuÂtedjo yang dibacakan di PeÂngadilan TiÂpikor 31 Mei 2011 lalu, Emir diÂÂsebut menerima cek perjÂaÂlaÂnan Bank Mandiri senilai Rp 200 juta dari Sutedjo. Saat itu, Emir menjadi anggota Panitia AngÂgaran DPR.
Emir mengaku telah meÂngembalikan cek itu saat kasus dugaan korupsi alkes flu burung itu disidik KPK, 23 November 2010 lalu.
Nama Emir juga masuk pusaÂran kasus Bank Century. Hasil audit investigasi Badan PemeÂriksa Keuangan (BPK) meÂneÂmuÂkan ada aliran duit ke rekeÂning Emir Moeis. JumlahÂnya menÂcaÂpai 392.110 dolar AS.
Dalam kesimpulannya, BPK menyebut transaksi itu meÂruÂpaÂkan sebagian dari kerugian Bank Century dalam transaksi vaÂlas dan kemudian menjadi beÂban Penyertaan Modal SeÂmenÂtara (PMS).
Emir menjelaskan dirinya naÂsaÂbah Bank Century sejak 2004. Duit yang mengalir ke rekÂeÂningÂnya di Bank Century merupakan hasil bunga promissory notes berÂnama CIC-IC yang terbit di British Virgin Island.
Kasus keempat yang meÂnyeÂret namanya adalah kasus koÂrupÂsi pengadaan Pembangkit LisÂtrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2008. Kasus ini menjerat Neneng Sri WahÂyuni, istri Muhammad NazaÂrudÂdin. Dalam penyidikan kasus ini, KPK pernah memeriksa Emir dan Jhonny Alen, anggota DPR dari Partai Demokrat.
Berikutnya, Emir juga dipanggil dalam kasus korupsi proyek Outsourcing Roll Out-Customer Information System-Rencana Induk Sistem InforÂmasi (CIS-RISI) PLN Distribusi Jakarta Raya (Disjaya) dan Tangerang yang membelit bekas dirut PLN Eddie Widiono.
Emir akhirnya “tersandung†di proyek PLTU Tarahan, Lampung. KPK menetapkannya sebagai tersangka karena diÂduga menerima 300 ribu dolar AS. Proyek itu bernilai Rp 2,5 triliun. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
UPDATE
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:48
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:38
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:31
Kamis, 10 Oktober 2024 | 07:17
Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:50
Kamis, 10 Oktober 2024 | 06:20
Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:50
Kamis, 10 Oktober 2024 | 05:25
Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:58
Kamis, 10 Oktober 2024 | 04:30