Berita

ilustrasi/ist

Pedagang Pasar: Ekonomi Kita Tetap Berada di Alur Liberalisme

SABTU, 21 JULI 2012 | 12:58 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

RMOL. Kenaikan harga bahan makanan yang seakan jadi keniscayaan jelang bulan suci Ramadhan bukan ulah pedagang pasar tradisional seperti yang selama ini diisukan. Pedagang pasar tidak mau memberatkan masyarakat yang ingin merayakan bulan suci umat Islam itu.

"Kalau ada pejabat katakan itu ulah spekulan, saya setuju. Tapi saya tidak setuju kalau pejabat bilang ini ulah pedagang pasar tradisononal. Yang suka berulah itu yang punya gudang besar dan modal banyak," kata Sekjen Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Ngadiran, dalam diskusi bertajuk "Lagu Lama Harga Sembako" di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/7).

Menurut Ngadiran, pangan harus jadi perhatian semua pihak. Dia mengandaikan, negara yang sedang berperang akan langsung bertekuk lutut jika lumbung pangannya diserang musuh. Pemerintah Indonesia, lanjut dia, belum pernah berpikir soal pentingnya menjaga ketahanan pangan secara komprehensif.


Secara khusus, dia meminta pemerintah mengembalikan lagi Bulog pada peran mengendalikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok, bukan cuma beras. Dia juga memprotes pemerintah yang tak pernah mau peduli dengan nasib pedagang kecil di pasar. Malah, pedangang pasar tradisional dipaksa bertarung langsung dengan pedagang besar.

"Kalau ada pejabat yang katakan kita sudah lepas dari kendali IMF, tapi kami melihat ekonomi kita tetap di alur liberalisme. Kalau kita ber-Pancasila, harusnya ekonomi kita kerakyatan," ujarnya.

Kembali ke harga pangan, dia menilai pemerintah melakukan kesalahan fatal ketika sangat mengandalkan impor pangan. Padahal, untuk menjaga sektor tersebut, yang terpenting bukanlah pasokan dan permintaan.

"Tapi, akar masalahanya adalah produksi. Bisakah kita swasembada baik pangan pokok maupun pangan tambahan?" gugat dia.

"Dan juga infrastruktur. Persoalan itu harus dilihat juga karena berkaitan dengan distribusi. Sering saya jadikan contoh, di satu provinsi jalan di gunung-gunung bisa bagus tapi di provinsi lain kok hancur? Macet di pelabuhan-pelabuhan itu juga jadi masalah," ungkapnya. [ald]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya