Berita

ilustrasi

Mahkamah Konstitusi Harus Cabut UU No 22/2001 Tentang Migas

RABU, 18 JULI 2012 | 19:48 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

RMOL. Sangat bertentangan jika pengelolaan dan penguasaan sumber daya alam (SDA) strategis yang penting dan menyangkut hajat hidup rakyat, diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar yang hanya menguntungkan perusahaan multinasional asing. Hal itu bertentangan dengan konstitusi, khususnya pada alinea empat dan pasal 33 ayat 1, 2, dan 3 UUD 1945. Oleh karenanya, Mahkamah Konstitusi (MK) harus membatalkan secara keseluruhan UU No. 22/2001 tentang Migas.

Demikian mengemuka pada sidang gugatan uji materi (judicial review) tentang UU No. 22/2001 tentang Migas, di Mahkamah Konstitusi, Rabu (18/7). Sidang menghadirkan mantan Menko Perekonomian DR Rizal Ramli dan pakar hukum tata negara DR Margarito Kamis sebagai saksi ahli yang diajukan pemohon.

Uji materi UU no. 22/2001 sendiri diajukan oleh PP Muhammadiyah dan sejumlah organisasi kemasyarakatan serta tokoh-tokoh masyarakat lain.


Menurut Margarito, negara dibentuk untuk mensejahterakan rakyat sebagaimana tercantum pada pembukaan UUD 1945. Sementara itu, pasal-pasal di dalamnya, khususnya pasal 33 ayat 1, 2, dan 3 pasti disusun berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ideologis. Karenanya sangat tidak masuk akal bila urusan penguasaan dan pengelolaan SDA strategis yang penting dan menyangkut hajat hidup rakyat, diserahkan kepada mekanisme pasar.

"Soal pengurasan, penyimpanan, dan pengolahan SDA adalah urusan pemerintah. Ini merupakan kewajiban konstitusi pemerintah yang harus dilaksanakan untuk kemakmuran rakyat. Karenanya, tidak boleh masalah ini dilakukan lewat kontrak-kontrak karya dengan swasta, apalagi asing, yang justru banyak merugikan negara dan rakyat Indonesia. UUD 1945 tidak mengizinkan mekanisme pasar mengatur urusan negara," ujar Margarito.

Dia juga menyoroti peran BP Migas  yang dinilainya tidak banyak memberi manfaat bagi negara dan rakyat Indonesia. Pada prakatiknya, lanjut Margarito, BP Migas justru lebih banyak menguntungkan kontraktor-kontraktor asing. Lewat perannya yang tidak jelas, BP Migas justru menjadi "kepanjangan tangan" kontraktor asing, khususnya dalam soal persetujuan pembayaran recovery cost yang jumlahnya amat besar.

"Soal sumber daya alam adalah persoalan besar bangsa Indonesia. Pantaskah untuk hal-hal besar seperti ini diserahkan kepada sebuah badan yang tidak jelas tugas dan tanggung jawabnya? Apakah kualitas sumber daya manusia Kementerian ESDM sudah demikian parahnya, hingga tugas penting seperti ini diserahkan kepada pihak lain?" tukasnya.

Tidak Fair
cost recovery melonjak sekitar 200 persen namun lifting produksi justru turun cukup tajam. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan hal ini terjadi? Apakah karena inefisiensi atau ada sebab-sebab lain?

Merugikan Rakyat dan Bangsa Indonesia

DR Rizal Ramli menyebut UU No. 22/2001 tentang Migas dibuat berdasarkan pesanan dan dibiayai oleh USAID. RUU itu pernah diajukan oleh Menteri Pertambangan Kuntoro Mangoensubroto pada masa pemerintahaan Habibie. Tetapi ditolak oleh DPR atas saran-saran Econit, yang pada waktu itu menjadi penasehat ekonomi fraksi-fraksi di DPR. RUU tersebut mandeg pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Namun setelah era Gus Dur, buru-buru RUU itu diajukan kembali ke DPR. Hanya dalam tempo singkat, RUU Migas disahkan menjadi UU.

Pihak asing sangat berkepentingan dengan RUU Migas. Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai dengan mengesahkannya menjadi UU. Pertama, liberalisasi sektor Migas. Kedua, internasionalisasi harga Migas di dalam negeri. Ketiga, agar investor asing bisa masuk ke sektor hilir yang lebih kecil risikonya dibandingkan sektor hulu namun justru labanya lebih besar.

"Tidak mungkin sebuah UU yang konsepnya dan dibiayai asing akan menguntungkan bangsa dan rakyat Indonesia. Mereka pasti memasukkan pasal-pasal yang menguntungkan kepentingannya sendiri. Ini menjadi pintu masuk bagi liberalisasi dan imperialisme gaya baru. Sekarang orang tidak perlu menggunakan senjata untuk menjajah negara lain. Mereka juga tidak terlalu peduli siapa presiden atau partai yang berkuasa. Asal UU di bidang ekonominya menguntungkan pemodal internasional, itu sudah cukup bagi mereka. Oleh karenanya tidak boleh lagi ada UU yang dibiayai, disponsori dan dipesan oleh pihak asing dengan diiming-imingi pinjaman (loan-tied laws). Mulai saat ini, UU Indonesia harus kita buat dan biayai sendiri untuk kemakmuran rakyat dan bangsa kita," papar DR Rizal Ramli.

Tokoh perubahan nasional ini memberi contoh doktrin harga internasional migas yang dipegang teguh pemerintah. Sebatang pulpen yang ongkos produksinya Rp 90, jika dijual di dalam negeri dengan harga Rp 100 sudah ada untungnya. Namun karena di New York harga pulpen yang sama Rp 1.000, pemerintah merasa rugi bila menjual kepada rakyatnya sendiri seharga Rp 100. Selisih Rp 900 inilah yang kemudian pemerintah sebut sebagai subsidi. Ini adalah konsep ekonomi neoliberal.

"Kalau mau menyamakan dengan harga internasional, seharusnya pemerintah lebih dulu menaikkan pendapatan rakyatnya agar sama dengan warga New York yang sekitar 40.000 dolar AS. Tapi faktanya kan tidak. Rakyat dibiarkan berpenghasilan rendah, tapi dipaksa membayar dengan harga internasional. Kebijakan seperti ini merupakan jalur cepat mendorong proses pemiskinan struktural. Ini harus segera dihentikan. Karenanya, saya mohon majelis hakim yang terhormat untuk membatalkan UU Migas yang bertentangan dengan konstitusi," tukas DR Rizal Ramli.[dem]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Program Belanja Dikebut, Pemerintah Kejar Transaksi Rp110 Triliun

Sabtu, 27 Desember 2025 | 08:07

OJK Ingatkan Risiko Tinggi di Asuransi Kredit

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:48

Australia Dukung Serangan Udara AS terhadap ISIS di Nigeria

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:32

Libur Natal Pangkas Hari Perdagangan, Nilai Transaksi BEI Turun Tajam

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:17

Israel Pecat Tentara Cadangan yang Tabrak Warga Palestina saat Shalat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 07:03

Barzakh itu Indah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:38

Wagub Babel Hellyana seperti Sendirian

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:21

Banjir Cirebon Cermin Politik Infrastruktur Nasional Rapuh

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:13

Jokowi sedang Balas Dendam terhadap Roy Suryo Cs

Sabtu, 27 Desember 2025 | 06:06

Komdigi Ajak Warga Perkuat Literasi Data Pribadi

Sabtu, 27 Desember 2025 | 05:47

Selengkapnya