buronan koruptor
buronan koruptor
RMOL. Tim Terpadu Pencari Tersangka dan Terpidana Tindak Pidana Korupsi alias Tim Pemburu Koruptor, belum saatnya berpuas diri, meski telah memasukkan terpidana kasus BLBI Sherny Kojongian ke LP Wanita Tangerang. Soalnya, mereka masih harus menangkap 23 buronan lagi.
Ketua Tim Terpadu Pencari TerÂsangka dan Terpidana Tindak PiÂdana Korupsi Darmono mengaÂku, pihaknya masih memburu para buronan itu.
“Secara resmi, nama dalam DPO yang ada pada kami ada 24 orang. Satu orang, Sherny KoÂjoÂngiÂan sudah dideÂportasi dari AmeÂrika Serikat. Yang belum terÂtangkap, kita lanÂjutkan penÂcaÂrianÂnya,†ujar Wakil Jaksa Agung ini.
Untuk mengejar para tersangka dan terpidana berbagai perkara korupsi itu, kata Darmono, Tim TerÂpadu masih berkoordinasi deÂngan kepolisian internasional (Interpol) dan Imigrasi. Tim juga berkoordinasi dengan negara-negara yang diprediksi menjadi neÂgara tujuan para buronan. “MaÂsaÂlahnya, belum ada kepastian buÂronan itu berada di negara mana,†katanya di Gedung KeÂjaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan.
Tim Terpadu yang terdiri dari unsur Kejaksaan Agung, Polri, Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Luar Negeri, lanÂjut Darmono, masih mengemÂbangkan informasi, data dan keÂterangan tentang keberadaan para buronan itu. “Terus dilacak. SeÂteÂlah ada hasil, baru kami samÂpaiÂkan,†katanya.
Ditanya, apakah sudah ada keÂmajuan dari pelacakan itu, DarÂmono mengaku belum ada. “Tapi tahapan progresnya ada. Kita memperbaiki draft, mutual legal assistance, menyiapkan dan meÂlakukan pertemuan-pertemuan deÂngan otoritas negara yang berÂsangkutan. Tapi, belum ada haÂsilnya,†kata dia.
Darmono berjanji, bila sudah ada hasil dari koordinasi tersebut, Tim Terpadu segera menyamÂpaiÂkannya kepada masyarakat. Yang jelas, dia mengaku, pihaknya teÂrus melakukan pengejaran terÂhadap para buronan itu.
Berdasarkan situs Kejaksaan Agung, buronan yang mesti dibawa ke Indonesia antara lain, Eko Edi Putranto. Bersama HenÂdra Rahardja selaku KomiÂsaris Utama PT BHS dan penerbit suÂrat penunjukan loan committee, Eko selaku Komisaris dan Sherny selaku Direktur Kredit/HRD/TreaÂsury antara tahun 1992 samÂpai 1996 telah memberikan perÂseÂtuÂjuÂan untuk memberikan kredit keÂpada enam perusahaan group.
Selain pemberian kredit kepaÂda perusahaan group, para terÂpiÂdana juga memberikan persÂeÂtÂuÂjuÂan untuk memberikan kredit keÂpaÂda 28 lembaga pembiayaan yang ternyata merupakan rekaÂyasa. Karena kredit tersebut oleh lembaga pembiayaan disalurkan kepada perusahaan group dengan cara dialihkan dengan menerÂbitÂkan giro kepada perusahaan group, tanpa melalui proses adÂministrasi kredit dan tidak dibuÂkuÂkan. Selanjutnya, beban pemÂbayaran lembaga pembiayaan kepada PT BHS dihilangkan dan dialihkan kepada perusahaan group. Kerugian negara dalam kaÂsus ini hampir Rp 2 triliun. PerÂsisÂnya, Rp 1.950.995.354.200.
Info terakhir, Eko berada di Australia Barat. Tim Terpadu suÂdah mengirim formal requestnya ke Pemerintah Australia. SeÂlanÂjutÂnya, terpidana Samadikun HarÂtoÂno yang alamat terakhirnya di JaÂlan Jambu Nomor 88, RT 05/002 Kelurahan Gondangdia, MenÂteng, Jakarta Pusat. KomiÂsaÂris Utama PT Bank Modern ini juga terlibat kasus BLBI.
Bank Modern sebagai bank umum swasta nasional yang menÂgalami saldo debet karena terÂjaÂdinya rush, dimana untuk meÂnuÂtup saldo debet tersebut PT Bank Modern telah menerima banÂtuan likuidasi dari Bank IndoÂneÂsia dalam bentuk SBPUK, Fasdis dan Dana Talangan Valas sebesar Rp 2557.694.000.000.
Dari jumlah BLBI dalam bentuk SBPUK, Fasdis dan dana taÂlangan valas sebesar Rp 2.557.694.000.000 itu, SamaÂdiÂkun selaku Presiden Komisaris PT Bank Modern, telah mengÂguÂnaÂkannya dengan cara menyimÂpang dari tujuan yang secara keÂseÂluruhan berjumlah Rp 80.742.270.528,81. Kerugian negara dalam kasus ini Rp 169.472.986.461,52.
Terpidana tidak dapat diekÂseÂkusi badan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1696 K/Pid/2002 tanggal 28 Mei 2003 karena melarikan diri. Info terÂakhir, Samadikun tinggal di Apartemen Beverly Hills SiÂngaÂpura. Punya pabrik film di China dan Vietnam.
Buronan berikutnya adalah HesÂham Al Warraq, terpidana kaÂsus Bank Century. Dia sempat diperkirakan berada di Kindom Tower 20th/Floor Riyadh, 1162, Kindom of Saudi Arabia.
REKA ULANG
Sherny Diusir Imigrasi Amerika
Imigrasi Amerika Serikat meÂnemukan masalah keimigrasian atas nama Sherny Kojongian, seÂhingga melakukan pengusiran. NaÂmun, terpidana kasus BLBI itu tak mau menyerah begitu saja. Dia melawan otoritas Amerika, kaÂrena merasa dokumen imigÂraÂsiÂnya sah. Intinya, wanita kelaÂhiran Manado ini merasa berhak tinggal di negara Paman Sam.
Usaha deportasi itu akhirnya meÂngalir ke pengadilan tingkat pertama di San Francisco. HasilÂnya, pengadilan tingkat pertama menyatakan Sherny bersalah. PeÂngadilan memutus, penggugat unÂtuk mematuhi perintah deportasi.
Tapi, Sherny belum puas. Dia mengajukan banding ke pengaÂdiÂlan tinggi Ninth Circuit Amerika SeÂrikat. Hasilnya, pengadilan tinggi memutus sama dengan pengadilan sebelumnya. Dengan kepastian hukum yang mengikat itu, Sherny harus dideportasi.
“Sanksi deportasi harus dijaÂlaÂni. Imigrasi dan Interpol Amerika meÂnangkap Sherny dan mengÂkoordinasikannya dengan perwaÂkilan Polri di sana,†kata Kepala Sekretariat NCB Interpol Polri Brigjen Sugeng Priyanto
Proses gugatan Sherny, lanjutÂnya, membuat proses deÂporÂtaÂsi berlarut-larut. Praktis selama tiga tahun, jajaran Interpol mesti meÂmantau pergerakan putri peÂngusaha apotek tersebut.
Penantian panjang untuk menyeret terpidana kasus korupsi Bank BHS sebesar Rp 1,95 triliun itu ke Tanah Air, berakhir pada 11 Juni 2012, saat otoritas keÂamaÂnan Amerika Serikat mengÂekÂsekusi Sherny di San Fransisco.
Sesampainya di Bandara SoeÂkarno Hatta pada 13 Juni, Sherny dibawa Tim Terpadu ke Gedung KeÂÂjaksaan Agung, Jalan Sultan HaÂsanuddin, Jakarta Selatan. Sherny digiring ke Kejagung paÂkai Mobil Toyota Kijang Innova berwarna silver bernomor B 1492 WQ.
Di Gedung Kejaksaan Agung, tim terpadu yang diketuai Wakil Jaksa Agung Darmono mengÂgeÂlar jumpa pers. Darmono meÂnyamÂpaikan, ada tiga hal penting dalam proses pemulangan dan eksekusi Sherny. “Pertama, di daÂlam pesawat, begitu memasuki wiÂlayah Indonesia, pihak ImigÂrasi Amerika Serikat meÂnyeÂrahÂkan Sherny ke pihak Imigrasi InÂdonesia,†katanya.
Berdasarkan mekanisme resmi pemerintah Amerika Serikat, kata Darmono, pihak Imigrasi AS haÂrus mendampingi orang yang diÂdeportasi sampai memasuki batas wilayah hukum negara yang dituju. “Kedua, terjadi penyeraÂhan terÂpidana dari Dirjen Imigrasi InÂdoÂnesia kepada Tim Terpadu PenÂÂcari Tersangka dan Terpidana TinÂdak Pidana Korupsi, untuk seÂlanjutnya diambil tindakan hukum berupa proses eksekusi,†urainya.
Hal ketiga, lanjut Darmono, eksekusi terhadap Sherny yang dilakukan Kejaksaan Negeri JaÂkarta Pusat selaku eksekutor. Sherny dieksekusi ke Lapas WaÂnita Tangerang.
Perburuan Koruptor Belum Maksimal
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap menyamÂpaikan, ada dua hal penting yang harus dilakukan Tim PemÂburu Koruptor.
Pertama, memburu sampai ketemu para buronan kelas kakap itu dan mengeksekusinya ke penjara. “Kedua, perburuan terhadap harta kekayaan meÂreÂka dan aset-asetnya. Itu harus dikembalikan ke negara,†ujar Yahdil, kemarin.
Lebih lanjut dia meÂnyamÂpaiÂkan, kerja perburuan koruptor itu belum maksimal. Sebab, lanÂjut politisi PAN ini, Tim PemÂburu belum fokus menangÂkap dan mengembalikan keÂruÂgian negara yang diakibatkan para terpidana yang buron itu.
“Tim ini belum maksimal kerjanya. Ini adalah permaÂsalaÂhan yang harus benar-benar foÂkus mengatasinya. Perlu kerja-kerja yang intens, melakukan loby-loby dan perjanjian yang meÂmiliki payung hukum deÂngan sejumlah negara agar bisa segera ditangkap para buÂroÂnanÂnya. Perlu ada juga tim kuasa huÂkum di dalam dan luar neÂgeri,†katanya.
Memang, lanjut dia, ada saja kesulitan yang terjadi di lapaÂngan. Akan tetapi, semua itu pastinya bisa dilakukan bila beÂnar-benar serius. “Negara-negaÂra lain tentunya punya kepeÂdulian yang sama untuk meÂnangkap penjahat dan koruptor.
Ada juga konsensus internaÂsional untuk memberantas koÂrupsi. Pastinya bisa dilacak bila serius,†ujar Yahdil.
Dia mengingatkan, akibat ulah para terpidana kasus koÂrupsi yang buron itu, rakyat InÂdoÂnesia menjadi terbebani memÂbayar utang negara yang sangat besar. “APBN kita habis juga untuk bayarin kerugian dan utang yang diakibatkan mereka. Jadi, itu semua harus diburu dan dikembalikan,†ujarnya.
Dia berharap, Tim ini bisa serius membuktikan kerjanya menangkap dan mengeksekusi para buronan itu, serta mengemÂbalikan kerugian negara. “Jadi tidak cukup hanya bergantung pada Interpol. Pihak Imigrasi kita, Kementerian Luar Negeri dan Kejaksaan harus serius memÂburu mereka,†ujarnya.
Sementara itu, anggota KoÂmisi III DPR lainnya Marthin Hutabarat menyampaikan, penÂting bagi kejaksaan melakukan evaluasi atas kinerja perburuan mereka selama ini. Kejaksaan harus mengevaluasi apa peÂnyebab belum tertangÂkapÂnya para buronan lain. KoorÂdinasi deÂngan kepolisian haÂrus diÂtingkatkan.
Hambatan Ekstradisi Tak Bisa Jadi Alasan
Poltak Agustinus Sinaga, Ketua PBHI Jakarta
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) JaÂkarta Poltak Agustinus Sinaga mengakui, memburu buronan itu sulit karena ada hambatan aturan ekstradisi di negara lain. Tapi, hal itu jangan selalu dijadikan alasan, sebab masalah ekstradisi bisa dicarikan solusi yang sah.
“Kita tidak punya perjanjian ekstradisi atau perjanjian goÂvernment to government yang seÂrius untuk menangkap terÂsangka yang ada di luar negeri,†ujar Poltak, kemarin.
Keseriusan memberantas koÂrupsi, lanjut Poltak, juga masih belum terbukti. Pemberantasan korupsi, kata dia, masih sebatas wacana. “Ditambah lagi ketiÂdakÂseriusan memberantas koÂrupsi yang dari tahun ke tahun hanya wacana. Bahkan, pemÂbeÂrantasan korupsi cenderung diÂjadikan jualan kampanye dari peÂmilu ke pemilu,†katanya.
Sikap negara dan penegak huÂkum yang cenderung meÂmanÂjakan para koruptor dengan hukuman yang rendah, yang tiÂdak setimpal dengan nilai keÂruÂgian negaranya, semakin membuat masyarakat tidak yakin dengan keseriusan aparat hukum memberantas korupsi.
Kemudian upaya memburu koruptor, lanjut Poltak, tidaklah cukup dengan membentuk tim. “Yang efektif bukanlah memÂbenÂtuk tim, satgas dan sejenisÂnya. Itu malah memboroskan uang negara. Yang harus dilaÂkuÂkan adalah pembenahan insÂtansi kejaksaan, mulai dari reÂkÂrutmen,†ujarnya.
Selain itu, kata Poltak, kinerja Jaksa Agung perlu dievaluasi. “Apakah sudah bisa meÂngemÂbalikan uang negara dalam jumÂlah yang signifikan, kalau beÂlum, ya harus diganti. Sehingga, Jaksa Agung tahu gunanya unÂtuk apa dia menjabat sebagai JakÂsa Agung,†ucapnya.
Evaluasi dan memeriksa reÂkam jejak setiap jaksa, termasuk Jaksa Agung, perlu dilakukan, untuk memastikan sejauh mana komitmennya terhadap penegaÂkan hukum dan pemberantasan korupsi. “Perlu diperiksa juga reÂkam jejaknya, sudah meÂlaÂkuÂkan apa buat penegakan huÂkum? Kalau tidak ada, ya munÂdurlah biar posisi itu diisi orang-orang yang lebih peduli sama bangsa ini,†ujar Poltak. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13
Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03
Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58