RMOL. Royani duduk santai di kursi kayu di depan rumahnya yang berada di RT 4, RW 11 Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat. Sambil ditemani dua anaknya, perempuan setengah baya ini memandangi puluhan pekerja yang menyelesaikan proyek jalan tol Jakarta Outer Ring Road West Two (JORR W2)
“Sudah dikerjakan sejak akhir tahun lalu, tapi sampai sekarang belum selesai juga,†kata dia. Jalan ini akan menghubungkan jalan tol Jakarta-Merak dengan jalan tol BSD-Jakarta.
Royani merasa pembangunan jalan ini telah mengganggu kehiÂdupÂannya. “Sekarang jadi panas. Debu bertebaran. Bising. Padahal dulu di sini banyak pohon jadi agak adem,†katanya.
Walaupun pembangunannya baru dimulai Desember 2011, meÂnurut dia, pembebasan laÂhanÂnya sudah dilakukan sejak 1985. “Tanah saya dibebaskan 1.000 meter persegi seharga Rp 30 ribu per meternya,†tuturnya.
Tanah yang sudah dibebaskan itu ternyata ditelantarkan. Warga lalu memanfaatkan lahan kosong itu dengan menanam pohon unÂtuk kayu bakar.
Namun setelah besar, pelakÂsaÂna proyek datang dan meratakan ratusan pohon. Warga diberi uang keÂrohiman sebesar Rp 200 ribu. “Padahal kalau dipanen harganya bisa mencapai puluhan jutaan ruÂpiah,†kata wanita yang ditinggal mati suaminya dua tahun lalu itu.
Tidak hanya itu, pelaksana proÂyek jalan tol itu juga mengeruk tanah sedalam satu meter. Lahan yang dikeruk itu berbatasan deÂngan rumahnya. “Sekarang ruÂmah saya jadi menggantung. KaÂlau hujan besar saya takut amÂbruk,†kata Royani sambil meneÂtesÂkan air mata.
Sejak pembangunan jalan tol, akses dari Jalan Meruya Utara Raya menuju pemukiman jadi sempit. Akses jalan yang dibikin kontraktor itu hanya bisa dilalui sepeda motor. “Kalau misalnya ada mobil septic tank, masuknya lewat mana? Kalau kebakaran gimana?†keluhnya.
Ia meminta pelaksana proyek bisa menyediakan akses jalan yang layak. Yang bisa dilalui kenÂdaraan roda empat. “Kami siap bila tanah kami digunakan untuk pemÂbangunan jalan alternatif. Yang penting ganti ruginya seÂbanding. Dua juta rupiah per meter,†kata Royani.
Edi Zamroni, koordinator warÂga Meruya Utara menutur PT Marga Lingkar Jakarta (MLJ) seÂlaÂku pelaksaan proyek JORR W2 memperhatikan keluhan warga mengenai akses jalan ke peÂmukiman. “Kita ingin pelebaran menjadi empat meter. Lebar sebeÂlumÂnya hanya 1,75 meter,†katanya.
Menurut dia, warga di RT 2 samÂpai RT 5 RW 11 Meruya Utara bakal menduduki proyek jalan tol bila tuntutan mereka tak dipenuhi. Edi mengatakan, jalan utama ke pemukiman warga terÂtutup akibat proyek jalan tol JORR W2.
Warga, lanjut Edi, sebenarnya tidak memprotes pembangunan tol. Namun warga kesulitan akiÂbat pelaksana proyek tidak meÂnyediakan jalan alternatif pengÂganti dari pemukiman warga ke Jalan Meruya Utara.
Sebelum pembangunan jalan tol dimulai, pihak kontraktor berÂjanji akan menyediakan akses jalan ke pemukiman warga seÂleÂbar 10 meter. Tapi kenyataannya lebarnya hanya 1,75 meter. “Saat ini kami tagih janji tersebut,†katanÂya.
Warga yang mempunyai kenÂdaÂraan roda dua bisa melalui jalan itu dengan mudah untuk menuju ke jalan besar. Sedangkan warga yang memiliki mobil terpaksa meÂmutar. Jaraknya cukup jauh. “Kondisi ekonomi warga sini juga terganggu. Kami hanya meÂnuntut adanya jalan alternatif pengganti,†katanya.
Selain mengancam menduduki jalan tol, warga juga akan mengÂgelar aksi di Wali Kota Jakarta Barat. “Warga dijanjikan Senin depan (18/6) akan dipertemukan dengan Dinas Pertamanan dan Pemakaman, dari Jasa Marga dan piÂhak-pihak terkait untuk memÂbahas pelebaran jalan itu,†katanya.
Edi menegaskan, bila tuntutan tidak juga dipenuhi beton warga akan membongkar pagar pembatas proyek jalan tol dengan pemukiman warga.
Jalan tol JORR W2 (Kebun JeÂruk-Ulujami) akan dibangun seÂpanÂjang 7,67 kilometer. Kawasan RT 02 sampai RT 05 RW 11 MeÂruÂya Utara dilalui proyek pemÂbaÂngunan seksi I (Kebon Jeruk-JogÂlo). Seksi ini sepanjang dua kiloÂmeÂÂter. Pengerjaannya masih 30 persen.
Jalan bebas hambatan ini akan mempunyai lebar 80 meter. Yakni 40 meter untuk jalan tol, sisanya jalan arteri di sisi kanan dan kiri tol. Masing-masing selebar 20 meter.
Proses perataan lahan dan peÂmaÂdatan lahan di Seksi I sudah seÂpanjang satu kilometer. Namun yang sudah dibeton baru 300 meter. Jalan yang sudah dibeton seÂlebar 20 meter di sisi kanan. TerÂlihat puÂluhan pekerja sibuk mengerjakan pembetonan jalan. Di pinggir jalan tol sebelah kanan beberapa backhoe terlihat mengeÂruk tanah untuk membuat saluran air.
Pagar beton setinggi dua meter menjadi pembatas antara proyek jalan tol dengan pemukiman. JaÂlan akses ke pemukiman dibaÂngun persis di pinggir pagar beton.
Pengendaraan sepeda motor bisa leluasa melewati jalan ini. Namun pengemudi roda empat harus ekstra hati-hati karena lebar jalan ini pas-pasan. Bila tidak bisa terÂperosok ke got di sebelah kaÂnan jalan. Saluran air itu sedalam satu meter.
Warga menjebol pagar beton yang menjadi pembatas lokasi proyek dengan pemukiman. PaÂgar dijebol agar bisa dilalui kendaraan roda empat maupun sepeda motor yang hendak ke Jalan Meruya Ilir.
Kendaraan itu melintas di lokasi proyek. Terkadang peÂngenÂdara berpapasan dengan backÂhoe dan storm yang mondar-monÂdar di lokasi proyek.
Masih Banyak Tanah Belum Dibebaskan, Proyek Bisa Molor
Direktur Utama PT Marga Lingkar Jakarta (MLJ) Sonhadji Surahman menargetkan proyek jalan tol Jakarta Outer Ring Road West Two (JORR W2) seÂleÂÂsai pertengahan 2013. Saat ini masih berlangsung pembebasan lahan untuk jalan tol yang menghubungkan Kebon Jeruk-Ulujami itu.
Ia mengatakan, pihaknya telah menyiapkan dana untuk pemÂbebasan lahan hingga Rp 610 miliar rupiah. Hanya saja, dana tersebut belum mampu terÂseÂrap keseluruhan karena kenÂdala proses pelepasan hak tanah.
“Untuk pembebasan lahan kami siapkan 610 miliar rupiah untuk 42 hektar lahan yang diÂbebaskan, dan sampai saat ini baru terserap 400 miliar rupiah dan tambahan dari land capping pemerintah sebesar 200 miliar rupiah lebih,†katanya.
PT MLJ sahamnya dimiliki 65 persen PT Jasa Marga Tbk dan 35 persen PT Jakarta Marga Jaya, anak usaha PT Jakarta ProÂpertindo.
Sonhadji berharap pemeÂrinÂtah dan pihak terkait benar-benar komitmen untuk menÂduÂkung proses pembebasan lahan proyek JORR W2 ini. KeÂberÂadaan tol ini mengurangi beban kendaraan di tol Dalam Kota. “JiÂka semuanya mendukung kaÂmi optimis proyek ini bisa diÂpercepat dari 18 bulan menjadi 15 bulan,†katanya.
Sonhadji menjelaskan, belum tuntasnya pembebasan lahan berÂdampak kepada proses perÂceÂpatan operasi JORR W2.. “KiÂta targetnya Mei (2003). TaÂpi kalau sampai sekarang belum bebas bagaimana dan tentu kaÂmi akan tandatangani ulang deÂngan pemerintah terkait pemÂbebasan tanah,†katanya.
Ia menambahkan, dari rencaÂna empat paket yang akan dikerÂjakan masih ada kendala pemÂbeÂbasan lahan di Seksi I hingga III. Sedangkan paket tiga di UluÂjami baru sedikit lahan yang diÂbebasÂkan. Ia mengÂkhaÂwatirÂkan target penyelesaian proyek ini molor.
“Target para pihak soal lahan di Jakarta Selatan dan Barat tuntas Desember 2011. Lalu diperÂpanjang lagi April 2012. Tetapi Januari-April baru empat dari 190 bidang di Jaksel yang Bebas,†katanya.
Sonhadji mengakui, kendala tanah merupakan bagian tersulit dalam pembangunan jalan tol. Lahan proyek milik pengemÂbang Intercon seluas 4 hektare sudah bisa dibebaskan.
PT MLJ adalah pemegang konÂsesi ruas tol JORR W2 seÂpanjang 7,67 km dari Kebun JeÂruk-Ulujami dengan total invesÂtasi sebesar Rp 2,23 triliun. MLJ bakal memulai konstruksi proÂyek JORR W2 tahun ini dan diopeÂrasikan pada Mei 2013.
Menteri Djoko: Seharusnya Itu Urusan Pemda DKI
Pembebasan Lahan
Pemerintah ingin pembaÂngunÂan proyek JORR W2 cepat selesai. Untuk itu, pemerintah mengalokasikan dana untuk pemÂbebasan lahannya.
“Kami sudah lakukan pemÂbaÂhasan dan menyepakati pemÂbeÂbasan tanah bakal kami danai. Itu bertujuan agar proses peÂngerÂjaan proyek tol menjadi leÂbih cepat karena kebutuhan mÂasyarakat terhadap jalan tol tersebut mendesak,†kata MenÂteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto Djoko mengatakan, proses pembebasan tanah sehaÂrusÂnya dilakukan Pemerintah ProÂvinsi DKI Jakarta. Namun, kata dia, pemerintah pusat tetap turun tangan menyediakan daÂna, karena proses pembebasan lahan berjalan alot.
Ketua Umum Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) FathurohÂman mengatakan, negara meÂrugi hingga Rp 8 triliun per taÂhun akibat lambatnya pemÂbaÂngunan jalan tol. Sampai saat ini total panjang jalan tol di IndoÂneÂsia hanya mencapai 762 kiloÂmeÂter. “Kerugian bisa menÂcaÂpai Rp 8 Triliun per tahun kareÂna kemacetan yang semaÂkin paÂrah dan karena kurangnya infrastruktur jalan tol,†katanya.
Ia menjelaskan alasan keruÂgiÂan tersebut disebabkan adanya kemacetan yang hampir tiap hari dan tiap jam terjadi. SeÂlain itu kurangnya kesiapan inÂfrastruktur dalam pemÂbaÂngunan jalan tol.
Fathur tidak yakin dengan target pemerintah dalam meÂningÂkatkan infrastruktur ruas tol sepanjang 1.500 km pada tahun 2015. “Terakhir saja target sudah dikurangi 950 kilometer, jangankan 2015, pada 2014 saja saya nggak yakin,†katanya.
Selain itu, Fathur mendesak peÂmerintah untuk serius dalam meÂngatasi lambannya proses pemÂbebasan lahan untuk keÂpentingan umum, terutama pembangunan jalan tol.
Hingga tahun 2014, target pemÂbangunan 24 ruas jalan tol sepanjang 908 kilometer diÂpreÂdiksi tidak akan tercapai. InÂvesÂtasi sekitar Rp 120 triliun juga tidak akan pernah terwujud, jika peÂnerbitan peraturan presiden tidak menyentuh kepentingan para pemangku kepentingan.
Ia menyebutkan, adanya maÂsalah serius dengan perangkat peraturan perundangan mengeÂnai pembebasan tanah untuk pemÂbangunan jalan tol, SeÂbelumnya ada Peraturan PreÂsiÂden Nomor 36 Tahun 2005. KeÂmuÂdian diganti dengan Perpres NoÂmor 65 Tahun 2006. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
UPDATE
Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:05
Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:04
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:58
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:42
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:23
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:11
Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:59
Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:44