RMOL. Zai berjongkok di taman di belakang patung Mohammad Husni Thamrin, Jakarta Pusat. Pandangannya tertuju ke lampu sorot berwarna hitam bermerek Artolite.
Zai adalah Sales Executive PT Abetama Sempurna, perusahaan yang memproduksi lampu temÂbak tersebut. Perusahaan ini diÂtunÂjuk sebagai rekanan proyek pemÂbangunan patung MH ThamÂrin. Patung ini diresmikan 3 Juli lalu.
“Saat peresmian patung ini saya tidak datang. Sekarang saya datang ke sini hanya untuk meÂngecek bagaimana lampu ini,†teÂrang berambut klimis ini.
Lama memperhatikan, Zai keÂmuÂdian mengeluarkan sebuah buku catatan dari tas hitam milikÂnÂya. Di buku itu, dia mulai meÂnulis hasil pengamatannya terÂhaÂdap lampu itu. Mulai dari voltase, posisi lampu hingga letak pemaÂsangannya ditulis lengkap.
Lampu sorot tersebut berbenÂtuk segi empat berukuran 15x20 cm. Bentuknya gepeng. Lampu ini dipasang di lantai taman yang suÂdah dicor dengan semen.
EmÂpat baut menjadi pengikatÂnya agar tak lepas. Demi keÂamaÂnan, lamÂpu ini ditutup deÂngan besi yang melindungi seÂluÂruh bagiannya.
Posisi lampu sendiri menghÂaÂdap ke atas. Cahaya kuning yang dikeluarkan lampu ini diarahkan ke patung MH Thamrin Sehingga patung ini tetap terlihat jelas pada malam hari.
Dari lampu yang satu, Zai beralih ke lampu sorot lainnya. Di taman yang mengeliling patung ini terdapat empat titik lokasi pemasangan lampu sorot. Dua di deÂpan patung. Dua di belakang.
Setelah empat lampu sorot diperiksa, giliran 22 lampu taman yang diperiksa Zai. Lampu taman ini dipasang dengan memanÂfatÂkan rumah dari perpaduan aluÂminium dan kaca setinggi 15 cm.
Lampu itu dipasang di pinggir jalan taman yang dilapisi batu granit warna hitam. Sebanyak 14 lampu dipasang di bagian kiri dan kanan jalan. Sisanya di jalan belakang patung.
Zai tampak memperhatikan deÂngan seksama lampu yang dÂiÂpaÂsang di bagian belakang patung. Dengan ujung jari telunjuk dan jempol tangan kanannya, Zai meÂnyentuh dua lampu yang meÂnemÂpel di lantai.
“Ada dua baut yang hampir terÂlepas dari tempatnya. Kalau ada orang iseng, lampu ini bisa dicoÂpot,†jelasnya sambil menunjuk baut yang hanya sedikit masuk di lubang sekrupnya.
Berapa harga lampu? Kata Zai, untuk satu lampu sorot pihaknya menjual pada kisaran harga Rp 1,8 juta sampai Rp 2 juta. Sementara untuk lampu taman Rp 500 ribu per buah.
“Tapi untuk harga 15 lampu yang ada di belakang sana, itu dijual dengan harga yang variasi mulai dari Rp 700 ribu sampai Rp 1,3 juta tergantung panjang ukuÂran lampunya,†jelasnya sambil menunjuk taman yang ada di tengah jalan tidak jauh dari paÂtung MH Thamrin berada.
Jalan Medan Merdeka Selatan dibelah taman yang ditutupi rumÂput hijau dan tanaman hias. HaÂnya berjarak 10 meter di belakang monumen MH Thamrin dipasang 15 lampu yang model dan jenisÂnya sama dengan 22 lampu di taÂman patung. Lampu-lampu terÂsebut dipasang bertingkat.
Untuk diketahui, Minggu (3/6) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meresmikan Monumen MohamÂmad Husni Thamrin. Monumen yang dilengkapi dengan taman kecil ini terletak di ujung Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Persis di sebelah bundaran air mancur patung Arjuna.
Patung MH Thamrin dibuat seniman asal Bali, Ketut Winata. Tingginya 5,3 meter. Terbuat dari perunggu Patung ini berdiri di atas landasan setinggi 2 meter.
Patung ini memperlihatkan MH Thamrin yang berdiri gagah menghadap ke arah barat.. MeÂngeÂnakan jas serta kopiah sambil memegang gulungan kertas.
Rencana pendirian monumen MH Thamrin yang terdiri atas paÂtung dan taman tersebut dimulai sejak pembukaan sayembara pemÂbuatan patung tahun 2000 lalu. Sayembara dimenangkan KeÂtut Winata. Dua belas tahun kÂemudian patung ini bakal menjadi penghias baru ibu kota.
Pembangunan monument ini menyedot biaya sebesar Rp 2 miÂliar. Dananya bukan berasal dari APBD DKI Jakarta. Melainkan sumbangan dari sejumlah pihak. Nama-nama penyumbang diÂabaÂdikan di prasasti yang dipasang persis di belakang patung ini.
Saat Rakyat Merdeka meneÂngok monumen ini Senin lalu terÂlihat dua orang berseragam teÂngah duduk-duduk di pinggiran taman di belakang patung. SamÂbil berbincang, keduanya terus memperhatikan orang-orang yang menyeberang dari Jalan Merdeka Selatan menuju Jalan Merdeka Timur.
“Kami bukan dari Satpol PP. Tapi dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta. Kami di sini memang untuk menjaga keindahan dan kebersihan moÂnumen patung, serta taman yang ada di sini,†jelas petugas yang meÂngaku bernama Anel.
Sejak patung ini diresmikan, lanjut dia, Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI memerintahkan agar menjaga kawasan monumen ini selama 24 jam. Anel merÂuÂpaÂkan salah satu petugas jaga yang kebagian di shift pertama.
“Menjaga patung ini ada tiga shift. Pertama dari jam tujuh pagi sampai lima sore. Kedua dari jam lima sore sampai 12 malam. Dan terakhir dari jam 12 malam samÂpai jam tujuh pagi. Satu shift terÂdiri dari dua petugas,†terangnya.
Namun kalau hari libur, jumlah petugas jaga ditambah. Bisa tiga sampai empat orang per shift. Sebab pada hari itu banyak maÂsyaÂrakat yang datang untuk meliÂhat-lihat monumen ini. Mereka datang bersama keluarganya.
“Kalau cuma dua tapi yang daÂtang hingga puluhan orang, penÂjagaan tidak maksimal. ApaÂlagi kalau banyak keluarga yang bawa anak-anak, tentu susah menÂjaga agar taman tak ruÂsak. TaÂman ini dilarang diÂinjak,†beÂber Anel. “SeÂlain itu, penÂjagaan dilÂakukan unÂtuk menÂjadi moÂnuÂmen ini menjadi saÂsaÂran tangan-tangan jahil.
Dekat Jalan Besar, Tak Ada Pagar Pembatas
Warga DKI Jakarta mengeluhÂkan posisi monumen Mohammad Husni Thamrin yang berada di pinggir jalan besar yang padat lalu lintas.
Rian, warga Kebon Sirih, JaÂkarta Pusat berpendapat lokasi paÂtung ini kurang strategis bila ingin hendak dijadikan tempat rekÂreasi masyarakat. Apalagi tiÂdak ada pagar pembatas antara paÂtung dengan jalan raya.
“Faktor keamanan sangat kurang, khususnya bagi warga yang datang membawa anak-anak kecil. Namanya anak-anak, tentu bisa saja lagi“main“turun ke jalan raya tanpa diperhatikan orang tuanya,†katanya.
Menurut Rian, monumen yang dibangun lengkap dengan taman pasti akan mengundang warga untuk datang melihatnya. SeÂmentara petugas yang berjaga saÂngat minim.
“Lihat aja, kantor polisi adaÂnya di seberang jalan sana. Kalau ada apa-apa kan susah juga daÂtangÂnya, apalagi kalau kondisi jaÂlan lagi padat kendaraan,†ujarÂnya. Ia menunjuk pos polisi di Jalan Medan Merdeka Barat.
Hal yang senada disampaikan Lia, seorang pejalan kaki yang seÂdang melintas di dekat monumen. Wanita yang tinggal di daerah SaÂlemba, Jakarta Pusat ini menguÂsulkan agar warga tak menjadiÂkan monumen ini tempat wisata.
“Kalau mau ada yang datang, cukup melihat dari seberang jaÂlan saja, tidak perlu sampai ke daÂlam taman khawatir bisa memÂÂbahaÂyakan pengunjung yang bisa saja tertabrak kendaraan yang lewat,†ujarnya.
Menurutnya, keberadaan paÂtung MH Thamrin yang berseÂÂbeÂlahan dengan bundaran patung Arjuna Wijaya semakin memÂpercantik kawasan ini.
“Patung ini menambah keinÂÂdaÂhan, tapi kalau dari segi keÂamaÂnan saya nilai itu kurang karena posisinya yang berada di tengah jalan,†ujar wanita yang berÂproÂfesi pegawai negeri sipil di saÂlah satu instansi pemerintah di kaÂwasan Monas
Untuk diketahui, monumen ini dibangun di ujung Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat yang mengarah ke Jalan MH Thamrin. Lokasi taman berada di tengah-tengah jalan besar, baik dari arah Tugu Tani, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Abdul Muis.
Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta CathaÂrina Suryowati mengaku, sejak awal pihaknya kesulitan mencari lokasi untuk monumen MH Thamrin.
Ia menuturkan awalnya monuÂmen akan di media Jalan MH Thamrin, bukan di ujung Jalan Merdeka Selatan. “Tapi karena terÂlalu sempit membuat warga tidak bisa berinteraksi di lokasi tersebut. Makanya lokasi ini yang dipilih,†kata Catharina.
Alasan memilih ujung Jalan MerÂdeka Selatan karena diangÂgap mudah dikunjungi warga. Apalagi letaknya juga berdekaÂtan dengan kawasan Monumen Nasional (Monas) yang selama ini dijadikan tempat rekreasi bagi warga Jakarta maupun peÂlancong.
Jadi Tempat Kawula Muda Foto-foto
Rian dan pacarnya asyik meÂngambil foto dengan kamera teÂlepon genggamnya. Dengan memÂbelakangi patung MH Thamrin, warga Kebon Sirih, JaÂkarta Pusat ini berpose deÂngan berbagai gaya.
“Kami sebenarnya tidak seÂngaja ingin kesini, tapi ingin ke Monas. Tapi karena lewat dan tempatnya bagus, kami pun terÂtarik untuk foto-foto dulu diÂsini,†kata Rian.
Ia mengaku baru tahu monuÂmen MH Thamrin sudah diÂresÂmikan. Beberapa hari sebeÂlumÂnya, dia sempat lewat kawasan ini. Lokasi monumen masih ditutup seng.
“Terus terang saya tidak tahu kapan diresmikannya. Dan seÂbelumnya saya juga tidak tahu, kawasan ini nantinya akan diÂbaÂngun apa. Eh ternyata sebuah patung lengkap dengan tamanÂnya,†katanya sambil tersenyum.
Tahu patung siapa? “Kalau nama saya tahu, seperti jalan di sana yaitu Patung MH Thamrin. Tapi kalau ditanya siapa dia, itu yang saya tidak tahu,†katanya sambil menggelengkan kepala lantas tertawa.
Hal yang sama juga diakui Randy, warga Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Randy yang datang bersama ketiga temanÂnya ke monumen MH Thamrin mengaku tidak begitu kenal dengan sosok yang diabadikan menjadi patung itu
“Yang pasti dia (MH ThamÂrin) itu seorang tokoh besar atau biasa disebut pahlawan. Kalau tidak mana mungkin sampai dibuatkan patung segala di sini,†ujarnya.
Sekadar informasi, MH ThamÂrin merupakan tokoh keÂlahiran Sawah Besar, Jakarta PuÂsat 16 Februari 1894. Dia adaÂlah pahlawan sekaligus toÂkoh Betawi. Pernah jadi angÂgota Dewan Rakyat (Volksraad) di era Hindia Belanda.
Ia masuk sekolah Belanda seÂhingga mampu berdebat dengan bahasa bangsa kolonial itu deÂngan baik. MH Thamrin memuÂlai karir sebagai pegawai maÂgang di Residen Batavia. Lalu menjadi pegawai klerk di peruÂsaÂhaan pelayaran KPM.
Selama kurun 1927-1941, MH Thamrin yang juga kerap dipanggil Mat Sani itu duduk di Dewan Kota (Gemeenteraad) pada 1919-1941 dan di Dewan Rakyat (Volksraad). Ketika duduk sebagai anggota Dewan Rakyat dia menuntut rakyat Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda bisa berparÂleÂmen dan mendapatkan kemerÂdeÂkaannya. Pemerintah koloÂnial yang tak senang atas tinÂdak-tanduk MH Thamrin lalu menangkapnya.
Menjelang akhir hayat MH Thamrin ditetapkan sebagai taÂhanan rumah lantaran diangÂgap melawan Pemerintah Belanda. Status itu tidak pernag dicabut hingga dia wafat pada 11 JaÂnuaÂri 1941. MH Thamrin dimÂaÂkamÂkan di pekuburan Karet Bivak.
“Satu hal yang dapat dipasÂtikan bahwa rasa keadilan yang dibangun dewasa ini saÂngatÂlah sulit dicari. KeperÂcaÂyaÂan teÂrÂhaÂdap keputusan pengaÂdilan terÂmaÂsuk salah satu sanÂdaÂran utaÂma negara yang sangat penting, tetapi dengan banyakÂnya keraÂguÂan terhadap keÂnetÂraÂlan instiÂtusi pengadilan, maka peÂmeÂrinÂtah akan kehilangan saÂlah satu pilar terkuat untuk meÂmelihara keÂdaulatan hukum.â€
Pernyataan MH Thamrin di Handelingen Volksraad 1930-1931 ini diabadikan di moÂnuÂmen yang berdiri di ujung jalan yang diberi namanya itu. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
UPDATE
Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:05
Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:04
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:58
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:42
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:23
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:11
Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:59
Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:44