Berita

Komisi Yudisial

X-Files

KY Usulkan Dua Hakim Dibawa Ke Sidang MKH

Januari-April Terima 613 Laporan
SABTU, 02 JUNI 2012 | 10:24 WIB

RMOL. Komisi Yudisial merekomendasikan dua hakim dibawa ke sidang Majelis Kehormatan Hakim. Hal itu teridentifikasi dari hasil investigasi terhadap 613 laporan yang diterima KY pada Januari sampai akhir April 2012.

Menurut Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fajar, berdasarkan data yang dite­rima KY hingga akhir April 2012, total laporan masyarakat menge­nai hakim yang diduga melang­gar kode etik mencapai 613 lapo­ran. “Sifatnya non tembusan,” katanya kepada Rakyat Merdeka, Kamis, 31 Mei.

Lalu, bagaimana tindaklanjut atas laporan itu? Asep menjawab, setelah menerima laporan dan menginvestigasi dugaan pelang­garan oleh hakim, KY memang­gil serta memeriksa hakim terla­por dan pihak pelapor.

Rangkaian pemeriksaan itu menghasilkan, rekomendasi sanksi bagi hakim nakal. Sanksi itu diklasifikasi KY dalam tiga kategori, yakni sanksi ringan, sedang dan berat. Sejauh ini, KY baru merekomendasikan sanksi pada 12 hakim.   

Dari 12 hakim yang diproses, tujuh hakim direkomendasikan mendapat sanksi ringan, satu ha­kim mendapat sanksi sedang dan dua hakim terancam kena sanksi berat. “Dua hakim yang direko­mendasikan melakukan pelang­garan berat ini, masih dalam pro­ses pengajuan ke sidang MKH,” ujarnya.  Akan tetapi, Asep meno­lak merinci identitas para hakim nakal itu. Dia juga menolak me­nyampaikan jenis pelanggaran yang dilakukan hakim-hakim itu.

Dia beralasan, identitas hakim yang terancam sanksi berat belum bisa disampaikan sekarang. Soal­nya, sifat pelanggaran yang di­identifikasi KY masih berben­tuk rekomendasi. Pada sidang Ma­jelis Kehormatan Hakim (MKH), iden­titas hakim maupun jenis pe­langgarannya barulah terbuka.

Komisioner KY Suparman Marzuki juga menolak menyebut identitas hakim yang ditangani lembaganya. Dia hanya mengu­rai­kan, sanksi ringan yang direko­mendasikan KY pada tujuh ha­kim berbentuk teguran tertulis. Adapun sanksi sedang pada satu hakim berupa penundaan gaji berkala selama satu tahun.

Sedangkan terhadap dua hakim yang melakukan pelanggaran berat, lanjutnya, KY mere­komen­dasikan pemberhentian atau pe­mecatan. “Rekomendasi KY pada MA menyebutkan, satu hakim agar diberhentikan secara tidak hormat serta satu hakim lainnya diberhentikan secara hormat,” tandasnya.

Dia berharap, rekomendasi KY pada Mahkamah Agung bisa segera direalisasikan. Sejauh ini, KY masih menunggu jadwal persidangan MKH yang akan me­mutus nasib kedua hakim terse­but.  Walaupun menolak menye­but­kan jenis pelanggaran yang ter­ancam sanksi berat, ia meng­informasikan, pelanggaran yang masuk kategori berat adalah se­lingkuh dan menerima suap.

Hakim Agung Bidang Penga­wa­san atau Ketua Muda Penga­wasan MA Letjen (purn) Timur Ma­nurung mengaku telah me­ngantongi laporan mengenai ha­kim-hakim nakal. Data yang dire­kapnya pada kurun Januari hing­ga Mei 2012, menunjukkan ter­jadi peningkatan jumlah laporan mengenai hakim nakal.

Menurut Timur, hingga akhir Mei lalu, bidang pengawasan MA telah menerima 735 lapo­ran. Dari total tersebut, 35 la­po­ran telah di­tindaklanjuti bidang penga­wasan. Untuk meng­in­ten­­si­fkan pengusu­tan perkara ha­kim nakal, dia ber­janji mening­katkan koordinasi de­n­gan KY. Selain itu, pengawa­san hakim akan ditingkatkan jaja­rannya.

“Kami akan turun ke dae­rah untuk mengingatkan kembali agar hakim tidak bertindak ma­cam-macam,” tandas bekas Ka­divbinkum TNI itu.

Senada dengan Asep dan Su­parman, Timur pun menolak me­nguraikan jenis pelanggaran dan identitas hakim-hakim nakal yang dikantonginya.

REKA ULANG

Yang Disidang Tiga, Yang Dipecat Dua

Sudah cukup lama Majelis Kehormatan Hakim (MKH) tidak menggelar sidang. Pada Selasa, 22 November tahun lalu, MKH menyidangkan tiga hakim secara berturut-turut di Gedung Mah­kamah Agung (MA), Jakarta.

Tiga hakim yang disidangkan itu, terdiri dari satu hakim yang direkomendasikan KY untuk di­berhentikan, yakni Dwi Dja­nu­wan­to. Dwi adalah hakim di Pe­ngadilan Negeri Yogyakarta yang sebelumnya bertugas di Penga­di­lan Negeri Kupang.

Dua lagi adalah hakim yang direkomendasikan MA untuk diberhentikan juga, yakni Dainuri dan Jonlar Purba. Dainuri adalah hakim Makamah Syariah di Ta­pa­ktuan, Jonlar merupakan ha­kim di Pengadilan Negeri Bale Ban­dung. Sebelum ke PN Bale Bandung, Jonlar adalah hakim di PN Wamena dan menjadi Wakil Ketua PN Wamena.

MKH digawangi tujuh hakim yang terdiri dari tiga unsur MA dan empat unsur KY. Tiga hakim MA adalah Imam Soebechi seba­gai Ketua MKH, Hamdan dan Sur­ya Jaya sebagai anggota MKH. Sedangkan empat hakim dari KY adalah Imam Anshori Saleh, Su­parman Marjuki, Abbas Said dan Taufiqurrohman Syahruri sebagai anggota MKH.

MKH memutuskan, hakim Mahkamah Syariah Tapaktuan, Dainuri terbukti melakukan pe­lang­garan berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku ha­kim, karena itu, dia dib­erh­en­ti­kan. Dainuri terbukti melaku­kan asu­sila terhadap seorang wanita yang sedang melakukan gugatan cerai. Gugatan itu di­tangani Dainuri.

Untuk hakim Dwi Djanu­wan­to, MKH juga memutuskan pem­berhentian. Sebab, Dwi terbukti sering meminta tiket pesawat kepada terdakwa dalam kasus yang ditanganinya. Dwi juga pernah diberikan sanksi oleh MA karena tidak disiplin, karena itu dia dipindahkan ke PN Kupang. Selain itu, Dwi melakukan per­buatan tercela.

“Mengirimkan SMS yang isi­nya tidak senonoh, yakni me­nga­­jak terdakwa menonton strip­tis, lengkap dengan cewek yang bisa dipangku, dengan ba­yaran Rp 500 ribu per jam,” ujar anggota MKH Abbas Said.

Dwi, menurut MKH, juga sa­ngat tidak disiplin, sering ter­lam­bat sidang karena bolak balik Ku­pang Yogyakarta. “Bahkan tidak tahu jadwal persidangannya. Su­dah sering terjadi,” ujar Abbas.

Karena itu, Dwi diganjar huku­man dipecat dari jabatan hakim. “Memutuskan, menyatakan ter­lapor Dwi Djanuwanto melak­u­kan pelanggaran berat kode etik dan pedoman perilaku hakim de­ngan pemberhentian tidak hormat dari jabatannya sebagai hakim,” tegas Abbas.

Dwi menolak mentah-mentah tuduhan tersebut. “Saya difitnah, di­zalimi,”katanya seusai disi­dang. Sedangkan hakim Jonlar Purba hanya dijatuhi hukuman berupa sanksi tertulis dengan pe­motongan uang tunjangan selama tiga bulan sebesar 75 persen.

Jonlar dinilai telah melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pe­doman Perilaku Hakim, wa­lau­pun dengan pelanggaran yang sa­ngat ringan. Padahal, dia digiring ke MKH dengan tuduhan yang se­rius, menerima duit dari terdakwa.

“Memutuskan, menyatakan pembelaan hakim terlapor dapat diterima sebagian. Menyatakan terlapor terbukti melakukan pe­langgaran kode etik dan pedoman perilaku hakim serta menja­tuh­kan hukuman disiplin ringan, be­rupa hukuman tertulis, dan diku­rangi tunjangan kinerja 75 persen selama tiga bulan,” ujar Ketua MKH Imam Soebechi dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MA, Selasa, 29 No­vember 2011.

Keadilan Ternodai, Masyarakat Akan Bereaksi Keras

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa menilai, pe­ngawasan hakim merupakan hal yang sangat penting dalam uru­san penegakan hukum. Ja­ngan sampai tindak-tan­duk ha­kim sebagai benteng penegak ke­adilan justru mencoreng wi­bawa hukum.

“Tindakan hakim yang men­coreng wibawa hukum tentu sa­ngat membahayakan progres pe­negakan hukum di Tanah Air,” kata anggota DPR dari Partai Gerindra ini.

Lantaran itu, dia sangat berharap fungsi pengawasan hakim oleh Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) ke depan bisa lebih di­si­ner­gikan. Di luar dua lembaga tersebut, masyarakat dan DPR saat ini juga punya peran domi­nan. Tanpa optimalisasi du­ku­ngan dari masyarakat, dia ya­kin, upaya menertibkan hakim tidak akan efektif.

Desmon menegaskan, ma­sya­rakat menempati posisi pa­ling berkepentingan dalam  pe­negakan hukum. Sebagai pen­cari keadilan, masyarakat akan merasakan langsung sikap dan ketegasan hakim saat me­na­nga­ni perkara. Jika rasa keadi­lan­nya ternodai polah hakim, maka masyarakat akan bereaksi.

Bentuk reaksi masyarakat, kata­nya lagi, mencerminkan wajah penegakan hukum. “Apa dan bagaimana kualitas pene­gakan hukum itu tercermin di situ,” ucapnya.

Di lain sisi, hakim sebagai pen­jaga gawang keadilan se­patutnya memberi contoh da­lam upaya membangkitkan ke­sa­daran hukum masyarakat. “Pu­tusan hakim yang pro ke­adilan serta ketaatan terhadap aturan maupun etika hakim, ba­kal menjadi tonggak bagi ke­bangkitan hukum,” tambahnya. 

Dengan kata lain, sinergi Ko­misi Yudisial, Mahkamah Agung dan masyarakat menjadi fak­tor menentukan dalam m­e­nga­wasi kinerja hakim.

Minta Sidang Hakim Nakal Cepat Digelar

M Hendra Setiawan, Kadiv Monitoring MaPPI

Kepala Divisi Monitoring Ma­syarakat Pemantau Peradi­lan Indonesia (MaPPI) M Hen­dra Setiawan meminta sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) dilaksanakan MA se­cara cepat. Dengan begitu, re­ko­mendasi atas permasalahan yang ada bisa tuntas.

“Memang tidak ada aturan batas waktu tentang pelak­sa­na­an MKH. Hal itu, sepenuhnya men­jadi kewenangan MA,” katanya.

Tidak adanya aturan yang me­ngikat, tentu membuat pena­nga­nan perkara yang menyang­kut hakim menjadi lamban. Na­mun demikian, dia meyakini, MA profesional dalam menen­tukan agenda MKH.

Dia menyambut positif lang­kah KY maupun MA yang me­nerima dan memproses laporan aduan tentang hakim-hakim ber­masalah. Karena itu, dia me­minta, lembaga-lembaga ter­se­but menunjukkan komitmennya dalam menertibkan hakim-ha­kim bermasalah.

Pada hakikatnya, MKH me­ru­pakan proses pemeriksaan biasa. Tidak bisa dianalogikan se­­perti persidangan pada umum­nya. Namun anehnya, sampai kini kesan adanya penolakan ha­kim-hakim menjalani pe­meriksaan MKH sangat kuat.

“Sepertinya proses di MKH itu dihindari. MKH itu adalah sa­rana untuk pemeriksaan. Di situ pelapor dan terlapor di­per­temu­kan. Bukti-buktinya pun akan di­buka dan menjadi per­tim­bangan majelis MKH,” imbuhnya.

Jadi sarannya lagi,  proses MKH jangan dilaksanakan ber­l­arut-larut. Begitu ada reko­men­dasi KY atau laporan  du­ga­an pe­langgaran berat, segera ben­tuk majelis hakimnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya