Berita

ilustrasi, Pangkalan Ojek

On The Spot

Dikuasai PKL, Pedestrian Jadi Pangkalan Ojek...

Menyusuri Kesemrawutan Jakarta
SABTU, 02 JUNI 2012 | 09:57 WIB

RMOL. Pedestrian atau yang biasa dikenal dengan trotoar di beberapa ruas jalan di Ibu Kota Jakarta hingga saat ini masih dalam kondisi memprihatinkan. Tempat yang sebenarnya disediakan bagi pejalan kaki banyak yang beralih fungsi.

Ada yang pedestrian yang di­manfaatkan tempat para pe­da­gang kaki lima (PKL) men­ja­ja­kan dagangannya. Tidak sedikit pula yang dimanfaatkan untuk mangkal tukang ojek atau tempat parkir liar.

Bagaimana kondisinya? Selasa siang (29/5), Rakyat Merdeka coba mengintip ke beberapa ruas jalan yang masuk dalam kategori jalur protokol. Diantara ruas jalur yang didatangi adalah Jalan Kra­mat Raya hingga Salemba, Jalan Ke­bon Sirih dan Jalan Asia Afrika.

Saat tiba di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, trotoar jalan yang lebarnya sekitar 3 meter kini ter­lihat dipenuhi kios-kios pedagang kaki lima. Kios pedagang ini umumnya berupa warung tenda yang tertutup kain dan terpal yang dibangun menghabiskan lebar trotoar yang disediakan.

Mayoritas warung tenda yang ada di lokasi tersebut menjual aneka makanan. Warga disekitar menyebutnya sebagai tempat ku­liner dengan jenis makanan dari dae­rah tertentu.

Lina berjalan cepat menyusuri pinggiran jalan Kramat Raya me­nuju ke arah Salemba, Jakarta Pu­sat. Setiap ada bunyi klakson atau suara mesin kendaraan, ce­pat-ce­pat wanita berkulit putih ini se­ge­ra menengok ke arah belakang.

Terlihat sebuah Metromini bergerak cepat dari arah belakang dengan mengambil pinggir jalan sebelah kiri. Lina yang sudah me­li­hat kedatangan Metromini se­gera menghentikan langkahnya.

Terlihat kedua kaki Lina yang terbungkus sepatu warna hitam me­naiki pinggiran trotoar yang ting­ginya sekitar 15 cm dari muka jalan. Akhirnya, Metromini pun melintas persis di sebelah Lina dengan meninggalkan asap knalpot berwarna hitam.

Tak menunggu waktu lama, Lina segera melanjutkan perja­la­nan­nya setelah dirinya yakin ti­dak ada lagi kendaraan yang akan me­lintas dari arah belakang. Na­mun dara cantik itu tetap memilih pinggiran jalan dijadikan pijakan kakinya, bukan trotoar.

“Trotoarnya kan sudah dija­di­kan tempat berdagang kaki lima. Semua pejalan kaki kalau lewat sini pasti berada di pinggir jalan, bukan di trotoar,” jelas wanita ini sambil menyeka keringat di ke­ningnya dengan selembar tisu yang diambil dari dalam tas.

Menurut wanita yang mengaku sebagai karyawan swasta di dae­rah Gunung Sahari, Jakarta Pusat ini, bila malam hari nasib pejalan kaki di daerah sini lebih mem­pri­hatinkan lagi. Para pejalan kaki yang siang hari berjalan di ping­gir jalan, bila malam hari harus berjalan lebih ke tengah.

Soalnya, puluhan pedagang kaki lima yang memanfaatkan trotoar di pinggir jalan tersebut akan memulai berjualan di ma­lam hari. Kendaraan para pe­ngun­jung yang hendak berbelanja juga par­kir memanfaatkan bahu jalan.

“Kalau malam, pinggir jalan ini penuh mobil dan motor-motor. Ter­paksa mereka yang berjalan kaki harus mengarah ke tengah jalan,” terangnya.

Tidak takut? “Namanya jalan di tengah jalan, pasti takutlah. Se­bab kalau kita lupa lihat-lihat ke­belakang, bisa nyawa taruhan­nya,”  tegasnya.

Tak hanya di daerah Kramat Raya, di sepanjang Jalan Asia Af­ri­ka, Jakarta Pusat terlihat juga tidak jauh berbeda. Bahkan di se­panjang jalan yang masih berada dalam kawasan Gelora Bung Karno ini, terlihat hampir tidak ada pedestrian yang kosong.

Di dua ruas jalan, pedestrian yang ada di sepanjang jalur ini dipenuhi puluhan kios bunga.  Kios-kios yang dibangun ini umumnya dibangun menyerupai rumah mungil.

Ukuran setiap kios pun cen­de­rung lebih besar dengan pe­da­gang kaki lima yang juga biasa mangkal di atas trotoar. Hampir setiap kios yang berjualan di se­panjang jalur ini memakan sekitar lima meter untuk ukuran lebar tem­pat usahanya.

“Untuk usaha kembang seperti ini, memang diperlukan tempat usaha yang tidak kecil. Kami me­manfaatkan luasnya kios untuk memamerkan macam-macam jenis bunga yang dijual,” terang Ujang, salah seorang pemilik kios bunga.

Meskipun memakai trotoar untuk lahan berjualan, Ujang me­nampik lokasi usahanya me­langgar. Karena setiap tahunnya, ada uang sewa yang harus diba­yarnya kepada Pemda DKI.

“Besarnya sekitar lima jutaan untuk per tahunnya. Itu resmi dari pemerintah, jadi salah kalau kami di sini disebut ilegal,” tegasnya.

Lagipula, kata Ujang, kios bu­nga yang dijalani bersama pe­da­gang lainnya dapat mem­per­cantik kawasan jalan Asia Afrika. Ka­re­na, menurut dia, bisa meng­hi­lang­kan kegersangan saat siang hari.

“Saya sudah sekitar lima tahun buka usaha disini dan belum per­n­ah ada razia. Untuk omzet pun bagi saya usaha disini cukup men­­janjikan. Buktinya saya bisa terus membayar uang sewa yang ditetap­kan,” kata pria berkumis tebal ini.

Hal berbeda terlihat di trotoar di sepanjang jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Pada Selasa siang (29/5), pedestrian di sepanjang jalur ini sedang dalam proses per­baikan. Puluhan pekerja terlihat se­dang bekerja menyusuri pan­jang trotoar yang menuju ke arah Tugu Tani, Jakarta Pusat.

Beberapa orang pekerja terlihat sedang sibuk mencopot batu-batu cone block di pinggiran trotoar. “Ini renovasi untuk pelebaran pe­destrian. Pedestrian di sepanjang jalan ini rencananya akan diper­lebar lagi,” kata Asep, seorang pekerja proyek.

Karena adanya renovasi ter­sebut, banyak pedagang kaki lima yang sehari-hari berada di ka­wa­san tersebut merasa terganggu. Para pedagang yang umumnya menggunakan gerobak ini ter­paksa menjajakan dagangannya di pinggir-pinggir jalan ber­des­a­kan dengan mobil-mobil yang parkir.

Namun hal tersebut tidak ber­laku bagi puluhan tukang ojek yang mangkal persis di belakang gedung Pemda DKI. Posisinya persis di sebelah kanan pintu ke­luar gedung yang ada di bagian be­lakang. Para tukang ojek ini me­man­faatkan badan trotoar un­tuk me­markirkan kendaraannya sam­bil menunggu penumpang datang.

“Kami memang setiap hari mangkal disini, ada dan tidak ada renovasi. Justru kami disini biar tidak mengganggu arus jalan ka­lau harus mangkal di pinggir ja­lan,” kata Jay, tukang ojek yang me­ngaku tinggal di daerah Kebon Kacang, Jakarta Pusat itu.


80 Persen Tidak Layak

Koalisi Pejalan Kaki menduga sekitar  80 persen pedestrian yang ada di Jakarta berada dalam kon­disi tidak layak. Hal itu terjadi, karena lahan yang sengaja digu­nakan untuk berjalan kaki sudah berubah fungsi.

“Sekitar 80 persen lahan pedes­trian diokupasi oleh kebutuhan lain­nya seperti parkir liar, pe­da­gang kaki lima dan sebagainya. Kondisi ini yang kian lama makin miris,” ujar Syafrudin, pendiri Koalisi Pejalan Kaki Ahmad Syafrudin.

Menurutnya, kondisi tersebut se­makin diperparah dengan peri­laku para pengguna kendaraan bermo­tor. Ketika kondisi jalanan se­dang macet, tidak sedikit pe­ngen­dara se­­peda motor meman­faatkan pe­des­trian agar tetap bisa melaju.

“Tentunya ini membuat ke­amanan dan kenyamanan para peng­guna jalan menjadi tergang­gu saat melintas di pedestrian. An­caman tertabrak akan terus menghantui para pejalan kaki, bila kondisi tersebut tidak segera diatasi,” ujarnya.

Ahmad lantas mencontohkan kecelakaan maut di Tugu Tani yang menewaskan beberapa orang pejalan kaki. Kasus terse­but, menurutnya sebagai bukti kalau pedestrian yang ada di Ja­karta banyak yang mengabaikan sisi keamanan bagi pejalan kaki.

Untuk itu, dia mengusulkan agar Pemerintah Provinsi DKI ti­dak tidak hanya melakukan pem­benahan pedestrian yang ada pada bagian fisiknya saja, tapi juga kepada pengendara ang­ku­tan harus diberikan pelajaran eti­ka. “Supaya tidak terjadi peris­ti­wa seperti Afriyani tersebut.”

Pihaknya berharap agar dalam jangka pendek Pemprov DKI segera menertibkan trotoar. Jang­ka menengah membangun pe­des­trian tidak hanya di wilayah pro­tokol Jakarta namun di kawasan perindustrian, pe­r­kan­toran, hingga pusat perbelanjaan.

“Nantinya tidak hanya di Mo­nas, Sudirman, dan Thamrin saja tapi juga harus segera masif diba­ngun di kawasan lainnya. Jakarta itu sama seperti Bangkok. Tapi soal trotoar kita kalah jauh,” tegasnya.

Pengamat perkotaan Yayat Sup­riyatna juga mendukung mem­bangun pedestrian. “Awal­nya dibangun Dinas Pekerjaan Umum serta Dinas Pertamanan dan Pemakaman (Distakam) lalu diamankan Satpol PP, saya kira masih kurang koordinasi,” ujar Yayat.


Idealnya Lebar Lima Meter

Dinas Pertamanan dan Pema­kaman (Distamkam) DKI ber­janji akan menata empat pedes­trian yang ada di Jakarta. Na­mun untuk merealisasikan prog­ram tersebut, Pemda DKI harus siap-siap mengeluarkan dana Rp 18,75 miliar.

Sebagai informasi, saat ini  le­bar pedestrian di Jakarta rata-rata belum memenuhi standar. Standar lebar pedestrian mini­mal lima meter, namun saat ini beberapa pedestrian hanya me­mi­liki lebar satu meter hingga dua meter saja. Oleh karena itu, Distamkam DKI berencana menata ulang pedestrian yang ada di Jakarta.

Kepala Distamkam DKI, Cat­harina Suryowati, mengatakan rincian dana tersebut yakni Rp 6 miliar untuk pedestrian di Ja­lan Gajah Mada, Rp 6 miliar untuk di Jalan Hayam Wuruk, Rp 750 juta untuk Jalan Sabang sisi utara, Rp 1 miliar untuk Ja­lan Kebon Sirih hingga Jalan Rid­wan Rais, dan Rp 5 miliar un­tuk penataan pedestrian di Jalan Cikini.

“Rencananya pedestrian yang akan dibangun mempunyai ke­tinggian 25 cm dari jalan exis­ting. Tujuannya untuk men­ce­gah sepeda motor melalui pe­de­strian yang dapat memba­ha­ya­kan pejalan kaki. Kami juga akan memasang tiang di sepan­jang trotoar agar motor tidak bisa masuk ke trotoar,” ujar Catharina.

Untuk penataan di Jalan Rid­wan Rais, Catharina men­jela­s­kan penataannya sampai pada putaran menuju Kebon Sirih. Sedangkan selebihnya, dilaku­kan penataan di pedestrian di Ja­lan Kebon Sirih yang termasuk jalan utama.

Chatarina mengakui, pedes­trian di Jakarta memang belum ideal. Jalur pedestrian harus me­miliki rasa aman dan nyaman bagi pejalan kaki. Sehingga pi­hak­nya terus melakukan perbai­kan, dengan meninggikan tro­toar dan penanaman pohon. “Jalur pedestrian merupakan ruang khusus untuk pejalan kaki, jadi harus nyaman dan aman dari kendaraan bermotor,” kata dia.

Diungkapkan Chatarina, kon­disi jalur pedestrian di Jakarta hanya memiliki lebar kurang dari dua meter, digunakan pe­da­gang kaki lima, dijadikan se­bagai la­han parkir, dan banyak menga­lami kerusakan akibat uti­litas.

“Untuk penataannya kita juga melibatkan peran serta masya­rakat. Bahkan, beberapa me­min­­jamkan lahannya untuk ja­lur pedestrian,” ucapnya.

Namun, Ketua Forum Warga Jakarta Azis Tigor Nainggolan pesimistis kalau upaya Pemda DKI akan terealisasi dalam wak­tu dekat. Apalagi, kalau pe­nataan pedestrian yang ada ma­sih belum melihat pada sisi ke­amanan pengguna jalan.

Menurut Tigor, butuh waktu lama untuk menambah lebar pedestrian di Jakarta. Karena itu, dia menyarankan lebih baik memperbaiki pedestrian yang su­­dah ada dan kurang pera­wa­tan. “Yang bagus itu kan pedes­trian di Jakarta hanya di Jalan Sudirman dan Jalan MH Tham­rin saja,” kata dia.

“Satu lagi yang harus dikritisi adalah kurangnya akses untuk penyandang difabilitas (cacat). Masa di tengah pedestrian dita­ruh pot bunga besar. Mak­sud­nya untuk menghalau pemotor, tapi ini membuat penyandang di­fabilitas kesulitan,” terangnya.

Sementara itu pengamat per­ko­taan Universitas Trisakti Ya­yat Supriyatna, menegaskan per­lunya perlindungan bagi pe­jalan kaki. Perlu dipasang tiang-tiang besi atau pembatas beton antara pedestrian dan jalan raya. “Ini juga bisa membantu agar pe­motor tidak masuk ke jalur pe­destrian,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

UPDATE

10 Tahun Rezim Jokowi Dapat 3 Rapor Biru, 1 Rapor Merah

Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:05

Konflik Geopolitik Global Berpotensi Picu Kerugian Ekonomi Dunia hingga Rp227 Ribu Triliun

Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:04

Arzeti Minta Korban Pencabulan di Panti Asuhan Darussalam Annur Dapat Pendampingan Psikologis

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:58

KPK Sita Agunan dan Sertifikat dalam Kasus Korupsi BPR Bank Jepara Artha

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:42

Gerindra Bakal Bangun Oposisi untuk Kontrol Parpol Koalisi?

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28

Imigrasi Tangkap Buronan Interpol Asal China di Bali

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28

Hari Ini, Andi Arief Terbang ke India untuk Transplantasi Hati

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:23

Prabowo Hadiri Forum Sinergitas Legislator PKB, Diteriaki "Presiden Kita Berkah"

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:11

Akomodir Menteri Jokowi, Prabowo Ingin Transisi Tanpa Gejolak

Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:59

Prabowo Tak Akan Frontal Geser Jokowi

Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:44

Selengkapnya