Chevron
Chevron
RMOL. Kasus Chevron yang diperkirakan Kejaksaan Agung merugikan negara sekitar Rp 200 miliar, nyaris tak terdengar perkembangan penanganannya. Padahal, para pimpinan Kejagung semula begitu gencar bicara mengenai perkara korupsi ini. Apakah kasus ini bakal hilang ditelan waktu?
Namun, Kepala Pusat PeneÂrangÂan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman mengaku, piÂhaknya masih berupaya meÂramÂpungkan uji laboratorium terÂhaÂdap tanah yang diambil dari loÂkasi proyek normalisasi lahan beÂkas tambang PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Riau.
Hasil uji laboratorium itu, kataÂnya, akan menjadi penentu arah pengusutan perkara proyek fiktif pemulihan tanah dengan metode bioremediasi, akibat limbah PT CPI sejak tahun 2003 hingga 2011. “Masih dalam proses. Ini kan tidak mudah. Semua harus diÂpasÂtikan oke,†alasan Adi, keÂmarin.
Adi mengaku, Korps Adhyaksa sangat serius mengusut kasus terÂsebut. “Tapi, kami harus firm betul,†ujar bekas Kepala KejakÂsaan Tinggi Kepulauan Riau ini.
Kejaksaan Agung, lanjut Adi, sudah mengerahkan pakar yang mumpuni dalam bidang bioreÂmeÂdiasi. Sehingga, menurutnya, haÂsil uji laboratorium tersebut akan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum di pengadilan.
Yang pasti, hingga kemarin, KaÂpuspenkum Kejaksaan Agung beÂlum menyampaikan apa hasil uji laboratorium tersebut. PadaÂhal, pada Selasa 8 Mei lalu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus AnÂdhi Nirwanto sudah bicara meÂngenai rencana uji laboratorium itu. “Uji laboratorium pekan deÂpan,†kata Andhi di Gedung BunÂdar, Kejaksaan Agung, Jalan SulÂtan Hasanuddin, Jakarta Selatan.
Jika dihitung sejak dari pernyaÂtaan Andhi, uji laboratorium itu mungkin digelar mulai Selasa tanggal 15 Mei. Tapi, hingga Senin tanggal 28 Mei kemarin, belum jelas apa hasil uji laboÂraÂtorium tersebut.
Yang jelas, pakar bioremediasi Profesor Edison Nababan sudah berulangkali diundang Kejaksaan Agung. Edison diminta membeÂriÂkan masukan, antara lain memÂberikan pembekalan bagi tim peÂnyidik pidana khusus mengenai bioremediasi. “Tidak tahu, keÂnapa saya yang diundang,†katanya.
Proyek bioremediasi lahan bekas eksplorasi PT Chevron itu berlokasi di Kabupaten Duri, ProÂvinsi Riau. Chevron menunjuk PT Sumigita Jaya dan PT Green PlaÂnet Indonesia sebagai peÂlakÂsana proyek pemulihan lingÂkungan tersebut. Kejagung meÂnyangka, Sumigita Jaya dan Green Planet Indonesia tidak meÂmiliki kemampuan melaksanakan bioremediasi. Bahkan, Korps Adhyaksa menyangka proyek tersebut fiktif, sehingga negara dirugikan sekitar Rp 200 miliar.
Tim penyidik telah memeriksa dua lokasi proyek bioremediasi di Duri, Riau, pada 9-13 April 2012. Dari lokasi, penyidik mengambil sampel proyek bioremediasi, mulai dari penampungan tanah yang terkena limbah, pengecekan tanah yang sedang diproses bioremediasi, hingga hasilnya.
Penyidik telah menetapkan tujuh tersangka dari PT Chevron, PT Sumigita Jaya dan PT Green PlaÂnet Indonesia. Nah, menurut AnÂdhi, hasil uji laboratorium terÂsebut ditunggu karena sangat penÂting untuk memperkuat dakÂwaan terhadap para tersangka itu.
Andhi menambahkan, uji laÂboratorium tersebut sebagai baÂgian dari upaya memperkaya pemÂbuktian. “Kami berÂkoorÂdinasi dengan Kementerian LingÂkungan Hidup, tenaga ahli inÂdeÂpenden. Termasuk, para terÂsangka bila mau mengajukan tenaga ahli sendiri,†ujarnya.
Sebagai catatan, Kejaksaan Agung sudah cukup lama meÂnangani kasus ini. Kejagung meÂmulai penyelidikan pada Oktober 2011.
Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw, jajarÂannya sudah mengantongi alat bukti yang cukup. “Kami tinggal meÂlihat hasil uji laboratorium terÂhadap bukti-bukti yang dibawa dari kunjungan ke lokasi proyek bioremediasi,†katanya di GeÂdung Bundar.
Arnold yakin, hasil laboÂraÂtorium bakal mendukung bukti-bukti yang sebelumnya sudah ada, sehingga akan memperkuat proÂses penuntutan di pengadilan.
REKA ULANG
Meski Kerugian Negara 200 Miliar Tujuh Tersangka Tak Ditahan
Tujuh tersangka kasus proyek fiktif normalisasi tanah bekas lahan tambang ini, hingga keÂmarin belum ditahan. Padahal, KeÂjaksaan Agung menaksir keÂrugian negara dalam perkara ini Rp 200 miliar.
Kejagung hanya mencegah enam tersangka ke luar negeri seÂlama enam bulan. Masa cegah itu bisa diperpanjang. Enam terÂsangka itu adalah Widodo, KuÂkuh, Bachtiar Abdul Fatah dan EnÂdah Rubiyanti (Chevron). Kemudian, Direktur Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri dan Direktur Sumigita Jaya Herlan.
Kejaksaan Agung tidak menÂcegah tersangka dari PT Chevron, Alexiat Tirtawijaya ke luar neÂgeri. Alexiat kini berada di AmeÂrika Serikat, dengan alasan meneÂmani suaminya yang sedang sakit.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto mengaÂku tidak khawatir jika Alexiat sebagai tersangka yang belum perÂnah diperiksa, menghilangkan barang bukti. “Yang dihilangkan apanya kalau barang buktinya tanah, kalau dokumen sudah diperoleh teman-teman penyidik. Terus, tanahnya sudah difoto, sudah dibawa barangnya.â€
Tapi, Andi menambahkan, keÂtujuh tersangka itu akan ditahan jika penyidik merasa perlu meÂlakukan penahanan. “Sekarang, penyidik belum menganggap perlu. Kita lihat saja perkemÂbangaÂnnya,†ujar dia.
Perkara korupsi proyek peÂmulihan lingkungan ini, berawal dari perjanjian antara Badan PeÂlaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan PT Chevron Pasific Indonesia (CPI). Salah satu poin perjanjian itu meÂngatur tentang biaya untuk meÂlakukan pemulihan lingkungan dengan cara bioremediasi.
Namun, menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, bioÂreÂmediasi yang seharusnya dilaÂkukan selama perjanjian berÂlangsung, tidak dilaksanakan dua perusahaan yang ditunjuk Chevron, yaitu PT Green Planet Indonesia dan PT Sumigita Jaya.
Padahal, anggaran untuk proÂyek bioremediasi itu sudah dicairkan BP Migas sebesar 23,361 juta dolar Amerika SeriÂkat. “Akibat proyek fiktif ini, negara dirugikan Rp 200 miliar,†tandasnya.
PT Chevron yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi, tidak tinggal diam menghadapi sangkaan yang dilontarkan Kejaksaan Agung. Perusahaan multinasional ini, menampik pernyataan pihak Kejaksaan Agung bahwa anggaran proyek bioremediasi sebesar 270 juta dolar AS atau Rp 2,43 triliun.
“Tidak ada itu angka 270 juta dolar AS. Total anggaran dari proÂyek bioremediasi PT Chevron adalah 23 juta Dolar AS atau seÂkitar Rp 200 miliar,†kata Vice President Policy Government and Public Affair PT Chevron Pacific Indonesia, Yanto Sianipar.
Lantaran itu, Yanto mengaku bingung melihat angka kerugian negara versi Kejaksaan Agung seÂbesar Rp 200 miliar. Padahal, total anggaran proyek itu Rp 200 miliar.
Uji Laboratorium Bukan Masalah Pokok
Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar mengingatkan Kejaksaan Agung agar fokus dalam menuntaskan kasus proÂyek fiktif normalisasi tanah beÂkas lahan eksplorasi PT ChevÂron Pasific Indonesia (CPI).
Menurut dia, Kejaksaan Agung pasti sudah memiliki seÂjumlah bukti kuat saat meÂlakukan penyidikan. Apalagi, Kejagung sudah menaksir keÂrugian negara dalam kasus ini Rp 200 miliar. “Fokus saja ke urusan pengusutan tindak pidaÂnanya. Itu yang harus dibukÂtikan,†ujarnya.
Uji laboratorium, lanjut DasÂrul, bisa saja dilakukan KeÂjaksaan Agung. Akan tetapi, jaÂngan sampai uji laboratorium itu berlarut-larut, sehingga menÂÂjadi kendala untuk melimÂpahkan para tersangka kasus ini ke penuntutan.
“Aparat kita jangan terlalu mencari-cari alasan, mengulur-ulur waktu dengan cara uji laÂboratorium. Uji laboratorium bukan permasalahan pokoknya. Persoalan pokoknya, sudah ada tindak pidana. Soalnya, KejaÂgung sudah menetapkan terÂsangÂka dan kerugian negaraÂnya,†kata dia.
Jika terlalu banyak mekaÂnisÂme yang dibuat-buat, lanjut DasÂrul, akan memperlihatkan adaÂnya kelemahan dalam proÂses penyidikan. “Jangan meÂngÂulur-ulur waktu, sebab itu akan membuat proses penyidikan meÂlemah,†ucap anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat ini.
Lagi-lagi, Dasrul mengingatÂkan, Kejaksaan Agung harus meÂnuntaskan kasus ini. Jangan sampai para pimpinan KejaÂgung cuma semangat pada awal penanganan kasus ini, tapi ujung-ujungnya, perkara koÂrupÂsi ini hilang. “Semakin cepat, maka semakin bagus kinerja keÂjaksaan. Semakin lama, kinerja mereka semakin dipertaÂnyakan,†ujarnya.
Menurut Dasrul, inilah saatÂnya Kejaksaan Agung, memÂbukÂtikan kinerja yang bagus di hadapan masyarakat. Soalnya, seperti yang sudah ditaksir KeÂjagung, nilai kerugian negara dalam kasus ini besar, yakni Rp 200 miliar.
Jika kasus tersebut tidak tunÂtas-tuntas, tentu citra kejaksaan akan jeblok. Masyarakat akan cuÂriga ada permainan. “Ini saÂngat berÂpengaruh pada citra dan prestasi kejaksaan,†katanya.
Belum Ada Penjahat Lingkungan Yang Dihukum
Hendrik Siregar, Aktivis Jatam
Aktivis LSM Jaringan AdÂvoÂkasi Tambang (Jatam) Hendrik Siregar menyoroti pentingnya konsistensi menghukum pelaku tinÂdak pidana pada sektor migas.
Persoalannya, menurut HenÂdrik, belum ada pelaku tindak pidana pada sektor migas dan tambang lainnya yang dihuÂkum. “Belum ada satu pun penÂjahat lingkungan yang diÂhukum. Sudah banyak terjadi,†katanya, kemarin.
Hal yang sangat penting unÂtuk diawasi, menurutnya, adaÂlah pengawasan publik terhadap kinerja aparat hukum dalam mengusut kasus migas dan tamÂbang. “Dari mulai penyelidikan hingga vonis di pengadilan, seÂmua bisa dimainkan. Jangan samÂpai masuk angin dan hasilÂnya selalu merugikan negara. Itu semua harus diawasi ketat, termasuk mengawasi hakimnya nanti,†ingat dia.
Hendrik juga menyoroti kekacauan kepengurusan biaya pemulihan lingkungan bekas pertambangan, yang patut diduga sering diselewengkan pejabat dan pihak perusahaan. “Persoalan seperti ini sudah berulang kali,†katanya.
Bahkan, menurut Hendrik, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sudah berulang kali mengaudit. “Tapi, hasil audit itu didiamkan saja,†ujarnya.
Menurut Hendrik, biaya yang dimanipulasi itu disebabkan kegagalan pemerintah dalam peÂngÂaturan cost recovery. “BuÂkan kali ini saja biaya peÂmulihan itu disimpangkan pihak-pihak terkait,†tandasnya.
Mengenai uji laboratorium, dia mewanti-wanti agar tidak menjadi ajang mempermainkan atau memperlama penanganan kasus. “Segera buktikan kasus ini di pengadilan,†sarannya.
Tapi, dia mengakui, hasil uji laboratorium dalam kasus ChevÂron penting untuk memÂperÂkuat pembuktian.
“Uji laÂboÂratorium itu meÂmang dibuÂtuhÂkan, kalau konÂteksnya memÂbuktikan penÂceÂmaran,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52