ilustrasi/ist
ilustrasi/ist
RMOL.Banyak perkara korupsi yang heboh pada awal penanganannya saja. Tapi, tak kunjung ada perkembangannya, alias mandek.
Contohnya, kasus pengaÂliÂhan frekuensi 2,1 GHz/3G dari PT Indosat ke anak perusaÂhaanÂnya, PT Indosat Mega Media (IM2) yang ditangani Kejaksaan Agung. Inti kasus ini, IM2 diÂduga berÂoperasi sebagai penyeÂlengÂgaÂra jaÂringan bergerak seÂluÂler tanpa izin pemerintah, seÂhingga meÂnimÂbulÂkan kerugian keuangan negara.
Akan tetapi, pihak Kejaksaan Agung beralasan masih menungÂgu hasil penghitungan kerugian neÂgara itu dari Badan PengaÂwaÂsan Keuangan dan PembaÂnguÂnan (BPKP). “Kami masih meÂnunggu hasil audit BPKP,†kata Kepala PuÂsat Penerangan HuÂkum KeÂjaksaan Agung Adi ToeÂgaÂrisman, kemarin.
Menurut Adi, proses pengÂhiÂtuÂngan kerugian negara memerÂlukan waktu yang tidak sedikit, karena harus akurat. “Kami berÂkoordinasi dengan ahli supaya haÂsilnya maksimal dan akurat untÂuk pembuktian,†kata bekas Kepala Kejaksaan Tinggi KeÂpulauan Riau ini.
Adi menambahkan, sembari menunggu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan meÂngeluarkan angka kerugian neÂgara, Kejaksaan Agung terus menÂdalami kasus ini.
Pada Selasa 22 Mei lalu, penyiÂdik memeriksa Bonny MuÂhamÂmad Thamrin Walud, Direktur Telekomunikasi pada Ditjen PeÂnyelenggaraan Pos dan InÂforÂmaÂtika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, sebagai saksi.
“Seorang pegawai KeÂmenÂteÂrian Komunikasi dan Informatika kami periksa sebagai saksi. IniÂsialnya BMTW. Pemeriksaan dilaÂkukan sejak pukul sembilan pagi di Gedung Bundar,†kata Adi.
Sementara itu, pihak BPKP beÂlum bisa memastikan kapan pengÂhitungan kerugian negara tersebut selesai. “Masih dalam proses, seÂhingga kami belum bisa mengiÂrimnya ke Kejaksaan Agung,†ujar Kepala Sub Bagian Humas BPKP Tri Wibowo ketika dikonfirmasi Rakyat Merdeka, kemarin.
Kejaksaan Agung menyangka PT IM2 beroperasi sebagai peÂnyelenggara jaringan bergerak seÂluler tanpa izin pemerintah. SoalÂnya, IM2 hanya memiliki izin sebagai internet service provider, bukan penyelenggara jaringan bergerak seluler.
Seharusnya, IM2 membayar biaya-biaya yang diwajibkan keÂpada penyelenggara jaringan seÂluler sebagaimana ketentuan perÂundang-undangan, antara lain Pasal 33 Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang TeleÂkoÂmuÂnikasi dan Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2006.
Namun, PT IM2 dalam melakÂsaÂnakan kegiatan tersebut tidak pernah membayar biaya up front fee dan badan hak penggunaan (BHP) frekuensi kepada pemeÂrintah sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Lantaran itulah, Kejaksaan Agung kemudian menetapkan DiÂrektur Utama PT IM2 Indar Atmanto (IA) sebagai tersangka kaÂsus pengunaan jaringan freÂkuensi 2,1 Ghz tanpa izin. KeÂjagung menyangka Indar meÂlangÂgar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Kejagung pernah menaksir, keÂrugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 3,8 triliun. PerÂsisÂnya, Rp 3.834.009.736.400.00 (tiga triliun, delapan ratus tiga puÂluh empat miliar, sembilan juta tujuh ratus tiga puluh enam ribu, empat ratus rupiah). Angka itu pernah disampaikan KapusÂpenÂkum Kejagung Noor Rochmad yang kini menjadi Kepala KeÂjaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Meski beÂgitu, Kejagung tetap menunggu haÂsil audit BPKP unÂtuk akurasi pembuktian di pengaÂdilan.
Komunitas teknologi inÂformasi komunikasi memprotes KejakÂsaÂan Agung yang menÂeÂtapÂkan koÂlega mereka, bos PT IM2 sebagai tersangka.
Menurut Sekjen Dewan PenguÂrus Harian Masyarakat TeleÂMaÂtika Indonesia Mas Wigrantoro, sangkaan Kejagung bahwa PT IM2 merugikan keuangan negara karena tidak membayar peneriÂmaÂÂan negara bukan pajak (PNBP), tidak tepat. “PT IM2 membayar sewa jariÂngan ke Indosat, seÂlanÂjutnya InÂdoÂsat yang membayar PNBP ke neÂgara. Indosat sebagai peÂnyeÂlengÂgara jaringan. Jadi, tiÂdak ada keÂrugian negara,†tanÂdasnya.
Reka Ulang
Antara Kasus Korupsi Dan Pemerasan
KASUS ini dilaporkan LSM KonÂsumen Telekomunikasi InÂdonesia (KTI) ke Kejaksaan TingÂgi Jawa Barat. KTI melaÂporkan Indosat dan anak peruÂsahaannya, yakni IM2 atas duÂgaan penyaÂlahgunaan pita freÂkuensi 3G.
Indosat, Telkomsel dan XL meÂÂrupakan pemenang tender freÂkuensi 3G pada tahun 2007. NaÂmun, menurut KTI, Indosat meÂlakukan pelanggaran dengan menjual internet bergerak (broadÂband) kepada IM2 yang tidak ikut tender.
Kejagung mengambil alih kaÂsus tersebut dari Kejaksaan TingÂgi Jawa Barat, mengingat lokasi kejadian tidak hanya di wilayah Jawa Barat, tapi juga di Jakarta. Kemudian, Kejagung menggelar eskpos perkara yang diduga meÂruÂgikan negara Rp 3,8 triliun ini.
Jaksa Agung Muda Pidana KhuÂsus Andhi Nirwanto memÂbanÂtah kasus ini diambil alih KeÂjaksaan Agung karena nilai keÂrugian negaranya mencapai triliunan rupiah. “Bukan karena keÂrugian negaranya lebih besar. Kalau hanya level Jawa Barat, wilayah hukumnya hanya Jawa Barat. Tapi kalau kami yang tangani, wilayah hukumnya akan lebih luas,†katanya.
Ketua LSM KTI Denny AK yang melaporkan dugaan korupsi itu ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, belakangan ditetapkan PolÂda Metro Jaya sebagai tersangka kasus pemerasan terhadap DiÂrektur Utama Indosat Harry SaÂsongko Tirtotjondro.
Menurut Kepala Bidang HÂuÂmas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, penyidik berusaha mempercepat pemberkasan kasus pemerasan ini, agar bisa segera dilimpahkan ke kejaksaan. Selain memeriksa tersangka, penyidik Polda juga sudah melengkapi berkas perkara dengan keteraÂngan saksi-saksi.
Saksi dalam kasus ini sekaligus merupakan korban pemerasan tersangka Denny sebesar dua ribu dolar Amerika Serikat. “Saksi-saksi dan keterangan tersangka tengah diberkas,†katanya.
Saat penangkapan Denny, lanjut Rikwanto, polisi meneÂmukan uang dalam bentuk dolar Amerika. Uang dalam amplop coklat tersebut disita langsung dari tangan Denny.
Tersangka, kata Rikwanto, seÂbelumnya menyurati Dirut IndoÂsat. Surat itu berisi sejumlah maÂsalah yang berkaitan dengan opeÂrasional provider Indosat. Di suÂrat tersebut, Denny meminta DiÂrut Indosat menemuinya. Jadwal pertemuan ditentukan tersangka dalam kurun waktu 3x24 jam.
“Bila tidak mau menemuinya, tersangka mengancam akan mempublikasikan kebobrokan operasional provider tersebut,†cerita Rikhwanto.
Tapi, pihak Indosat tidak mengÂgubris ancaman Denny. Belakangan, Denny mengirim SMS dan telepon agar Indosat seÂgera menanggapinya. Karena diÂdesak terus, lanjut Rikwanto, akÂhirnya pihak Indosat menemui Denny. Lalu, bebernya, perteÂmuan Denny dengan kuasa huÂkum Indosat dilaksanakan pada JuÂmat siang, 20 April lalu. PeÂrÂteÂmuan dilakukan di sebuah restoÂran di Plaza Indonesia, Jakarta.
Dalam pertemuan itu, kata RikÂwanto, Denny mengajukan perÂminÂtaan berupa uang “tutup mulutâ€. Jumlah yang diajukan pun sangat fantastis. “Dia meÂminta miliaran rupiah kepada Dirut Indosat,†ucapnya. Tapi tim kuasa hukum Indosat berusaha nego. Maksudnya, uang akan diberikan tapi tidak secara tunai. “Indosat setuju untuk membeÂriÂkan secara bertahap,†ujarnya.
Awalnya, Indosat meÂnyeÂrahÂkan dua ribu dolar Amerika dulu. Begitu uang diterima DenÂny, poÂlisi yang mendapat laporan kasus ini menangkapnya. Kepala Sub DiÂrektorat Keamanan Negara Polda Metro Jaya AKBP Daniel Bolly Tifauna menyatakan, terÂsangka langsung ditahan di Polda Metro untuk kepentingan peÂnyidikan.
Aneh, Setelah Tetapkan Tersangka Bergantung BPKP
Pieter Zulkifli, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Pieter Zulkifli menyampaikan, semestinya kasus-kasus besar yang mengindikasikan kerugian negara ditangani penegak huÂkum secara serius. Kejaksaan Agung, kata Pieter, semestinya sudah siap sejak awal meÂnaÂngani kasus, sehingga tidak terÂhambat urusan teknis.
“Kalau sudah ada tersangka, artinya Kejaksaan Agung sudah punya bukti-bukti kuat. MakaÂnya, aneh jika Kejagung kemuÂdian bergantung pada hasil audit BPKP,†ujar Pieter.
Pieter menambahkan, proses penyidikan jangan dibuat meÂngambang atau hanya lips serÂvice. “Sejak penetapan terÂsangÂka, seharusnya sudah cukup bukti kerugian negaranya. KaÂlau kemudian muncul arÂguÂmenÂtasi macam-macam, misalnya menunggu hasil audit dari BPKP, itu argumentasi basi,†tandasnya.
Maksudnya, lanjut dia, saat Kejaksaan Agung menetapkan seseorang sebagai tersangka, seÂmestinya sudah terpenuhi unÂsur-unsur untuk penyidikan hingÂga peÂnuntutan. “Sejak awal semesÂtinya sudah ada pengÂhiÂtuÂngan yang sangat matang, seÂhingga berani menetapkan seseorang sebagai tersangka,†katanya.
Meski demikian, Pieter berÂharap, Kejaksaan Agung bisa melakukan komunikasi yang baik dengan Badan PengaÂwaÂsan Keuangan dan PeÂmÂbaÂnguÂnan agar proses audit bisa seÂgeÂra diselesaikan.
Curiga Kenapa Begitu Lama
Alvon Kurnia Palma, Ketua YLBHI
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma menyatakan, penghitungan kerugian negara dalam kasus IM2 memang penting.
Menurutnya, aneh bila perÂkara ini dibawa ke pengadilan tanpa nilai kerugian negara yang jelas. “Dalam konteks itu, memang haÂrus tahu berapa keÂrugian negaÂraÂnya. Kalau sudah ada, ya harus diÂlanjutkan ke proÂses penunÂtutan,†ujar AlÂvon, kemarin.
Kendati begitu, Alvon meÂngingatkan, hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) buÂkanÂlah segalanya. Karena sudah berani menetapkan tersangka, semestinya Kejagung telah meÂmiliki angka kerugian negara dalam kasus ini. Hasil audit BPKP hanya penguat.
“Hasil kajian BPKP itu penÂting, tapi bukan satu-satunya. Artinya, kejaksaan tetap bisa melanjutkan kasus ini ke peÂngaÂdilan tanpa harus menunggu BPKP,†ujarnya.
Hanya, lanjut dia, bila tidak ada hasil audit BPKP, proses perumusan dakwaan dan pasal-pasal yang dilanggar menjadi lemah. “Hasil audit itu akan dirumuskan dalam dakwaan. Nah, dakwaan bisa lemah kalau tak ada audit BPKP,†ujarnya.
Tapi, Alvon curiga, mengapa audit BPKP berlangsung lama. “Apakah benar kejaksaan sudah minta ke BPKP? Berapa lama diajukan? Berapa orang BPKP yang mengerjakan hal ini? AdaÂkah permainan?†ucapnya.
Dia menambahkan, KejakÂsaÂan Agung bisa meminta BPKP segera menyelesaikan audit. Selanjutnya, proses penuntutan dan persidangan akan memÂbukÂtikan, apakah dakwaan terbukti atau tidak.
“BPKP bisa didesak menyeÂlesaikan penghitungan kerugian negara, jika jaksa suÂdah yakin menemukan kerugian negara. BPKP hendaknya seÂgeÂra meÂngeluarkan besaran keÂruÂgian neÂgara itu. Setelah itu, keÂjakÂsaan bisa susun berkas untuk dilimpahkan ke pengadilan,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52