Siti Fadilah Supari
Siti Fadilah Supari
RMOL. Mabes Polri tak bisa memenuhi ketentuan tenggat waktu 14 hari untuk melengkapi berkas perkara tersangka Siti Fadilah Supari, bekas Menteri Kesehatan.
Menurut Kepala Bareskrim Polri Komjen Sutarman, hingga kemarin, anak buahnya masih menghimpun data dan bukti perkara korupsi pengadaan alat kesehatan ini.
Ketidakmampuan Polri meÂlengÂkapi berkas tersangka sesuai petunjuk Kejaksaan Agung daÂlam waktu 14 hari, lanjut SuÂtarÂman, merupakan salah satu baÂgiÂan yang akan diperÂtangÂgungÂjaÂwabkan pihaknya. “Itu adalah tangÂgungÂjawab penyidik,†kataÂnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Tapi, Sutarman beralasan, jajaÂrannya tidak sengaja mengulur waktu pelimpahan berkas perÂkaÂra. Molornya waktu peÂlimpahan berkas tahap kedua, menurut dia, semata karena banyaknya petunÂjuk jaksa yang harus dilengkapi. “Petunjuk dari jaksa banyak. BeÂlum terpenuhi semua,†ujarnya.
Kendati anak buahnya belum bisa melengkapi petunjuk KejaÂgung dalam 14 hari, Sutarman meÂngaku tidak berencana mengÂhentikan penyidikan terhadap Siti yang kini menjadi anggota DeÂwan Pertimbangan Presiden. “TiÂdak ada rencana kepolisian meÂngeluarkan SP3,†ucap bekas KaÂpolda Metro Jaya ini.
Sekadar mengingatkan, KeÂjakÂsaan Agung mengembalikan berÂkas perkara tahap pertama ke MaÂbes Polri pada Selasa tanggal 8 Mei lalu. Jaksa peneliti KeÂjaÂgung memberikan sejumlah petunjuk materil dan formil (P19a) agar diÂlengkapi penyidik Bareskrim Mabes Polri.
Siti disidik atas dugaan koÂrupsi pengadaan alat kesehatan untuk keadaan luar biasa (KLB). PeÂngaÂdaan ini menggunakan metode penunjukan langsung yang diÂlakÂsanakan Kepala Pusat PeÂnangÂgulangan Masalah KeÂsehatan (KPPMK) antara OkÂtober 2005-November 2005, seÂbeÂsar Rp 15.548.280.000 atau seÂkitar Rp 15,5 miliar. Akibat penunjukan langÂsung tersebut, negara diduga mengalami keÂrugian Rp 6.148.638.000 atau sekitar Rp 6,1 miliar.
Menurut Kepala Pusat PeÂneÂrangan dan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, sejak dikembalikan ke penyidik Mabes Polri dua pekan lalu, sampai kemarin Kejaksaan Agung belum menerima kembali berkas terseÂbut. “Sampai sekarang kami beÂlum terima kembali berkasnya,†ujar dia, kemarin.
Walau pengembalian berkas paÂling lama 14 hari sesuai ketenÂtuan KUHAP, namun Adi meÂnyamÂpaikan, Kejaksaan Agung tetap dalam posisi menunggu berkas itu dikembalikan Mabes Polri. “Kami menunggu saja,†katanya.
Sehari setelah Kejaksaan Agung mengembalikan berkas Siti, Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum bekas Menkes itu, datang ke Mabes Polri. Persisnya, Yusril datang ke kantor Badan Reserse dan Kriminal Polri pada Rabu 9 Mei.
Kedatangannya itu untuk meÂnemui Direktur III Tipikor Mabes Polri Brigadir Jenderal Nur Ali dan mempertanyakan perÂkemÂbangan kasus yang menjerat klienÂnya. Soalnya, Nur Ali yang menandatangani Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) Siti pada 28 Maret lalu.
“Sejak dinyatakan sebagai terÂsangka beberapa waktu lalu samÂpai hari ini beliau belum pernah diperiksa sebagai tersangka. SeÂmentara kami mendengar bahwa SPDP sudah diberitahukan keÂpada Kejaksaan Agung, makanya kami memerlukan klarifikasi tenÂtang masalah ini,†kata Yusril di depan Gedung Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta.
Selain itu, Yusril memÂperÂtaÂnyaÂkan penggunaan Pasal 56 KUHP untuk menjerat Siti sebaÂgai terÂsangka. Menurutnya, Siti seÂbagai orang yang mengeÂluarÂkan keÂbiÂjaÂkan di Kementerian Kesehatan, tidak bisa dituduhkan turut serta daÂlam dugaan korupsi yang dilaÂkuÂkan bawahannya.
REKA ULANG
Kesaksian Anak Buah Siti
Dugaan keterlibatan Siti FaÂdiÂlah Supari dalam kasus peÂngaÂdaan alat kesehatan tahun angÂgaÂran 2005, diungkap bekas SesÂditÂjen Binayanmedik Mulya A HasjÂmy di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Saat itu, Mulya bersaksi dalam kasus korupsi pengadaan peralaÂtan medis penanganan flu burung. Mulya yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen dalam proÂyek itu, mengaku Menteri KeÂseÂhatan Siti Fadilah Supari yang merekomendasikan perusahaan rekanan pelaksananya.
Mulya bercerita, ada empat orang mendatanginya saat perÂsiapan proyek. Mereka terdiri dari dua lelaki dan dua perempuan. MeÂnurutnya, empat orang itu meÂngaku sudah menemui Menkes dan disetujui untuk meÂlaÂkÂsaÂnakan proyek alat kesehatan itu.
“Saya kaget, dari mana meÂreka tahu proyek itu, padahal peÂngumuman saja belum,†ujarnya.
Dua hari berselang, lanjut Mulya, dirinya menemui Menkes dan mengkonfirmasi pernyataan empat tamunya itu. Saat itu, lanÂjut Mulya, Siti tersenyum dan memÂbenarkan bahwa empat orang itu telah lebih dulu meÂneÂmuinya. “Iya benar itu, tolong banÂtu, ya,†ujar Mulya meÂngÂuÂlang pernyataan Siti.
Siti membantah tudingan itu. Kata dia, semua keputusan dalam proyek itu telah sesuai Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan PeÂngadaan Barang dan Jasa PeÂmerintah. “Jadi, sebenarnya apa sih yang membuat tiba-tiba munÂcul penunjukan tersangka ini pada saya,†katanya heran.
Di kediamannya, di Kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Siti mengaku bingung ditetapkan sebagai tersangka. “Apakah opini bisa menjadikan seseorang tersangka? Itu yang sangat saya sayangkan bisa terjadi di negeri ini,†ujarnya.
Siti curiga, ada pihak-pihak terÂtentu yang sangat ingin menÂjaÂdikannya tersangka kasus koÂrupsi. “Ada pihak yang ingin seÂkali saya jadi tersangka. Padahal saya melaksanakan pekerjaan sebaik-baiknya,†kata dia.
Ketika ditanya, siapakah yang sangat menginginkannya menjadi tersangka, Siti menjawab, “MesÂtiÂnya wartawan lebih mencari tahu, siapa sih sebetulnya yang sangat menginginkan saya jadi tersangka.â€
Siti menambahkan, selama ini dia sudah tujuh kali bolak balik diÂperiksa KPK sebagai saksi. SeÂhingga membingungkan, jika tiba-tiba ada kasus lain yang diÂtuduhkan kepadanya, melalui Mabes Polri.
“Anda tahu sendiri saya tujuh kali mondar mandiri di KPK. Saya mengklarifikasi apa adanya, dan saya kira hampir sama seÂmua. Ini yang mau saya klaÂrifikasikan dulu ke Mabes Polri,†ujarnya.
Selama menjadi Menteri KeÂsehatan, Siti merasa tidak pernah melakukan pekerjaan yang meÂlanggar undang-undang. Dalam hal proses pengadaan alat dengan penunjukan langsung, dia tidak pernah menunjuk langsung apa peÂrusahaan yang harus menÂjaÂlanÂkan proyeknya.
Tak Boleh Lambat Karena Pejabat
Erna Ratnaningsih, Peneliti Senior KRHN
Peneliti senior Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Erna Ratna Ningsih mengingatkan, demi suksesnya pemberantasan korupsi, pimÂpiÂnan dan aparat penegak hukum semestinya menjadikan perkara korupsi sebagai prioritas untuk dituntaskan.
Belum lengkapnya berkas tersangka Siti Fadilah Supari, menurut Erna, dapat meÂnimÂbulÂkan kecurigaan masyarakat. “Apalagi tersangkanya bekas Menteri Kesehatan yang kini menjadi anggota Dewan PerÂtimÂbangan Presiden. Jangan sampai terkesan kasus ini lamÂbat diproses karena terÂsangÂkanya pejabat negara,†ujarnya, kemarin.
Erna juga mengingatkan, semestinya setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum. “Jangan sampai proses hukumnya lambat karena bekas menteri, sehingga muncul kesan diskriminatif,†tandas bekas Ketua Yayasan Lembaga BantuÂan Hukum Indonesia (YLBHI) ini.
Dia menegaskan, berÂdaÂsarÂkan KUHAP, memang dalam jangka waktu 14 hari kepolisian harus melengkapi kekurangan berkas yang diminta kejaksaan. Lantaran itu patut diperÂtaÂnyaÂkan, kenapa Bareskrim Polri tiÂdak mampu memenuhi tenggat waktu tersebut. “Tapi, dalam kaÂÂsus ini, kita tidak mÂeÂngeÂtahui apa kesulitan polisi untuk meÂmeÂnuhi petunjuk jaksa,†ujar Erna.
Menurutnya, belum bisa dipasÂtikan apakah ada interÂvensi terhadap penyidik kasus ini. Setidaknya, lanjut dia, pemÂberkasan yang tersendat-sendat menunjukkan bahwa penyidik tidak siap. “Aparat penegak hukum mungkin hati-hati dalam menangani kasus itu,†katanya.
Pelengkapan Berkas Bisa Dicicil Penyidik
M Nurdin, Anggota Komisi III DPR
Problem seputar kelengÂkaÂpan berkas perkara kerap terjadi antara kepolisian dan keÂjakÂsaÂan. Lantaran itu, anggota KoÂmisi III DPR M Nurdin meÂminÂta Mabes Polri dan Kejaksaan Agung segera mengÂkoÂmuÂniÂkasikan masalah berkas Siti Fadilah Supari.
“Lewatnya waktu peÂlimÂpahan berkas perkara bisa diÂkoÂmunikasikan penyidik dengan penuntut secara baik-baik,†kata pensiunan jenderal bintang tiga polisi ini, kemarin.
Nurdin memandang, tenggat waktu 14 hari dalam melengÂkapi berkas perkara sangat ceÂpat. Lantaran itu, tenggat waktu tersebut tak bisa dijadiÂkan lanÂdasan, mengingat kasus yang ditangani masuk kategori berat. Banyaknya petunjuk jaksa yang harus dilengkapi, hendaknya juga menjadi perÂtimbangan.
Kendati begitu, dia meÂnyaÂrankan kepolisian segera meÂlimÂpahkan berkas perkara ke kejaksaan. Jika jaksa peneliti teÂtap menilai berkas perkara kuÂrang lengkap, nantinya mereka akan mengembalikan berkas itu lagi kepada penyidik.
“Penyidik bisa meÂlengÂkaÂpiÂnya secara cicil,†ucap anggota DPR dari PDIP ini.
Jika penyusunan berkas suÂdah dilakukan maksimal oleh keÂpolisian dan jaksa tetap meÂnilainya belum lengkap, keÂweÂnangan menghentikan perkara sepenuhnya ada di tangan keÂjaÂksaan. “Kejaksaan yang berÂwenang menghentikan penÂunÂtutan atau menghentikan semua proses penyidikan kasus terÂseÂbut,†tuturnya.
Dia pun meminta, keterangan Kabareskrim Polri bahwa keÂpolisian berusaha optimal meÂlengkapi berkas perkara atas nama tersangka Siti Fadilah SuÂpari, dipegang semua pihak. KeÂterangan itu akan ditagih seÂmua pihak, termasuk anggota DPR.
“Komitmennya meÂlengÂkapi peÂtÂÂunjuk jaksa kita tunggu. PeÂÂngusutan kasus ini tentunya membawa pengaruh pada kreÂdibilitas kepolisian,†ingatÂnya.[Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52