Robert Tantular
Robert Tantular
RMOL.Sekalipun sudah ada putusan kasasi MA, jaksa belum bisa melaksanakan perintah hakim untuk menyita aset milik terpidana kasus korupsi dan pencucian uang Bank Century, Robert Tantular.
Lagi-lagi proses penyitaan aset Robert di luar negeri terganÂjal oleh beda pandangan hukum anÂtara Indonesia dengan Swiss. Pemerintah Swiss mengÂkaÂteÂgoÂriÂkan persoalan Century meruÂpaÂkan pelanggaran administrasi biasa. Sehingga, otoritas Swiss meÂrasa berwenang melindungi aset bekas bos Century tersebut.
Untuk menarik aset itu, jaksa pun terpaksa melayangkan guÂgatan perdata ke pemerintah Swiss. Wakil Jaksa Agung DarÂmono yang menjabat Ketua tim ekÂsekusi aset Century memperÂkiÂraÂkan, aset Century di Swis berÂnilai 220 juta dolar Amerika. Angka tersebut diperoleh setelah tim eksekusi berkoordinasi deÂngan otoritas Swiss.
Selain menempuh gugatan perÂdata, jaksa pengacara negara juga telah menyampaikan salinan puÂtusan kasasi Mahkamah Agung (MA) atas perkara bernomor poÂkok 01/akta.pid/2011/PN.JKT.PST ke Swiss. “Kita masih menunggu putusan gugatan perdata. Kita juga menunggu tanggapan dari Swiss tentang putusan hukum yang suÂdah diputus MA terseÂbut,†katanya.
Beda dengan Swiss, proses peÂnyiÂÂtaan aset Century di Hong Kong, kata bekas anggota Satgas Mafia Hukum ini, justru dapat tangÂgapan positif. Tim eksekutor seÂbut dia, sudah jauh-jauh hari memÂperoleh kabar baik. Isinya adalah kesediaan pemerintah Hong Kong membantu eksekusi aset Century.
Diketahui sebelumnya, Robert diÂduga sempat mengalihkan dana Century ke Hong Kong 19,25 juta dolar Amerika. Oleh terpidana, uang itu dimasukan ke USB Hong Kong. Hesham Al Warraq dan Rafat Ali Rizvi juga meÂnyemÂbunyikan asetnya 1,164 miliar dolar Amerika di Hong Kong.
Yang paling penting dan prinÂsipil bagi tim pemburu aset koÂrupÂtor, sambung Darmono, adaÂlah membekukan seluruh aset CenÂtury di luar negeri. Selain Swiss dan Hong Kong, kejaksaan telah menindaklanjuti peneÂluÂsuÂran aset Robert cs yang telah diÂlakukan kepolisian. Dikatakan, data kepolisian yang disampaikan ke kejaksaan menyebutkan, aset Robert lainnya disimpan di JerÂsey, Amerika Serikat sebesar 16,5 juta dolar Amerika, di Virgin Island, Kayman, serta GuanÂtaÂnaÂmo senilai 14,8 juta dolar AmeÂrika. Selain itu, terpidana Century juga menyembunyikan aset di Bermuda sebesar 7,2 juta dolar Amerika. Di Inggris, 872 ribu dolar Amerika.
Negara-negara seperti Inggris, Australia, Hong Kong dan SiÂngaÂpura tambah Darmono, telah berÂkoordinasi dengan pemerintah InÂdonesia. Koordinasi itu ditujukan unÂtuk membantu tim eksekusi aset para koruptor yang diduga berteÂbaran di negara-negara tersebut.
Tentu saja, imbuh dia, setelah MA menolak permohonan kasasi Robert, 27 Maret lalu, peningÂkaÂtan koordinasi dengan negara-neÂgara itu diefektifkan tim pemburu harta koruptor. Diketahui, kasasi diÂajukan Robert karena merasa kebeÂratan atas putusan hukuman terhaÂdap buronan Hesham Al Warraq dan Rafat Ali Rizfi yang disiÂdangÂkan secara inabstensia oleh PN Jakpus.
Dalam putusannya, majelis haÂkim menjatuhi hukuman 15 tahun penjara dan ganti rugi Rp 3,115 triliun kepada dua kolega Robert tersebut. Selain itu, majelis hakim juga memerintahkan jaksa meÂnyita beberapa aset Robert. BeÂbeÂrapa aset itu di antaranya berÂbentuk investasi di beberapa peÂruÂsahaan pengelola aset (trust structure) di British Virgin Island, aset Robert atas nama istrinya, Tan Chi Fang yang tersimpan di Private Wealth Mangement DiviÂsion, penyedia jasa keuangan di Inggris.
Sebelumnya, pada persidangan di PN Jakpus, jaksa meÂnyaÂmÂpaiÂkan beberapa alasan untuk meÂlakukan perampasan aset Robert. Jaksa menilai, perampasan aset sah dilakukan mengingat Robert bukanlah pihak ketiga dalam perÂkara Hesham dan Rafat.
Jaksa menilai, pengadilan bisa menyita aset Robert, karena daÂlam dakÂwaan Hesham Al Waraq dan RaÂfat Ali Rizvi disebutkan bahwa keÂtiganya bersama-sama melaÂkuÂkan tipikor dan money launÂdring. “Intinya, kita terus beÂrusaha menarik aset-aset Century di luar negeri,†tutur Darmono.
Reka Ulang
Bayar Nasabah Tunggu Sita Aset
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, pemerintah tidak bertanggung jawab mengganti dana nasabah di produk investasi yang diterbitkan PT Antaboga Delta Sekuritas milik Robert Tantular, pemegang saham Bank Century.
“Tidak ada celah sama sekali dalam APBN,†ujarnya usai rapat asumsi postur APBN di DPR, Kamis, 13 Oktober 2011.
Hal senada disampaikan SekÂretaris Jenderal Kementerian KeÂuangan Ki Agus Ahmad BaÂdaÂruddin. Dia menegaskan, pemeÂrinÂtah tidak setuju pergantian terÂsebut menggunakan dana APBN. “Kami belum setujui.â€
Diketahui, penjualan produk inÂvestasi bermasalah ini diterbÂitÂkan PT Antaboga Delta Sekuritas milik Robert Tantular di sejumlah kantor cabang Bank Century oleh pegawai bank. Bank Indonesia teÂlah melarang penjualan produk ini, tapi diam-diam produk ini teÂtap ditawarkan ke nasabah Century.
Praktik penjualan produk ini, mengemuka setelah Bank CenÂtury kalah kliring pada November 2008 yang berujung pada peÂngamÂbilalihan bank oleh peÂmeÂrintah melalui Lembaga PenÂjaÂmin SimÂpanan (LPS) pada 21 NoÂvember 2008. Sepekan setelah diambil alih pemerintah, nasabah AntoÂboga mendatangi Bank CenÂtury. Mereka mendesak pencairan dana yang mereka investasikan. Total dana yang macet Rp 1,4 triliun.
Untuk menuntut pengembalian dana, nasabah Antaboga di berÂbaÂgai daerah mengajukan gugaÂtan ke pengadilan. Pengadilan Negeri Surakarta pun memÂeÂnangÂkan gugatan perdata yang diajuÂkan nasabah Antaboga di SuÂraÂkarta terhadap Bank Century (kini Bank Mutiara).
Dalam putusannya, Ketua Majelis Hakim Muhammad Sukri memerintahkan bank mengemÂbaÂlikan uang pembelian produk AnÂtaboga Rp 35,4 miliar kepada naÂsaÂbah Antaboga di Surakarta. TerÂgugat diharuskan membayar ganÂti rugi Rp 5,6 miliar. Hingga kini ada dua opsi peÂnyelesaian pemÂbayaran dana nasaÂbah Antaboga. Pertama, dana pengganti diambil dari anggaran negara. Kedua, dana nasabah diÂbayar setelah peÂngeÂjaran aset-aset Bank Century dan Robert Tantular selesai.
Atas kejahatan perbankan yang dilakukan Robert cs, Bank IndoÂnesia (BI) pun meminta enam bank sentral dan otoritas moneter luar negeri memblack list nama dua pemegang saham asing di Bank Century, Hesham Al WarÂraq dan Rafat Ali Rizvi.
Rafat Ali Rizfi dikenal sebagai warga negara Arab Saudi. SeÂdangÂkan, Hesham adalah warga negara Inggris kelahiran Mesir. Mengacu pada laporan keuangan Bank Century 2007, selain sebaÂgai pemegang saham, Hesham adalah bekas Wakil Komisaris Utama Bank Century sejak 2006. Hesham juga menjabat sebagai Direktur First Gulf Asia, pemeÂgang saham pengendali Century.
Hesham meraih gelar sarjana Keuangan dan Perbankan dari Western Illinois University, AmeÂrika Serikat. Selain itu, dia pernah mengikuti beberapa program sertiÂfikasi/pendidikan yang diadakan oleh Citibank, SAMBA dan Saudi British Bank Training Center.
Hesham memulai karir perÂbankan di Saudi American Bank dari tahun 1983-1996. PoÂsisi terakhirnya menjabat Senior Manager. Kemudian bergabung dengan Booz Allen & Hamilton Saudi Arabia, perusahaan konsulÂtan untuk pemerintah AS dan Saudi Arabia, dari tahun 1996-2004 sebagai Joint Venture ParÂtÂner dan Vice President.
Pengusutannya Sangat Lamban
Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR DeÂding Ishak menilai, penguÂsuÂtan kasus Bank Century saÂngat lamban di KPK. Jadi, buÂkan haÂnya lamban dalam hal eksekusi aset bos Bank Century Robert Tantular oleh Kejaksaan Agung.
Padahal, bukti-bukti dan perÂsyaratan pembuktian sudah diÂpegang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sikap penegak hukum, lanjut Deding, menunjukkan bahwa kasus Century tidak akan serius diusut.
“Padahal, kasus Century itu sudah jelas sekali pelangÂgaÂranÂnya, ada dugaan korupsinya, ada tindak pidana pencucian uangnya, ada bukti-bukti yang dimiliki, ada hasil audit BPK seÂÂbagaimana diminta, dan yang pasti sudah ada amanat poÂlitik di DPR agar penegak hukum beÂtul-betul mengusut dan menunÂtasakan kasus ini. Nah, sekarang mengapa tak kunÂjung dibongÂkar? Aneh sÂeÂkali,†urai Deding.
Politisi Golkar itu mengiÂngatÂkan, masyarakat pun sudah geÂrah dengan kinerja KPK yang saÂngat lamban dalam menunÂtasÂkan kasus Century ini. KeÂperÂcayaan publik kepada KPK dan pemerintah pun kian menurun, bila kasus ini tidak diselesaikan.
“Kami sangat menyesalkan sikap aparat penegak hukum yang masih lamban. Seolah-olah ada sesuatu kepentingan yang mengintervensi mereka, sehingga mereka tidak mandiri dalam pengusutannya. Publik bertanya-tanya, mengapa peÂnguÂsutan ini kian berlarut-laÂrut,†ujar Deding.
Karena kasus Century ini juga menyangkut kepentingan Pemerintah, lanjut Deding, maka sebaiknya Pemerintah juga menunjukkan itikad baik mendorong percepatan penunÂtasan kasus ini. “Kasus ini suÂdah terang benderang. Saya inÂgatÂkan penegak hukum jangan buying time, segeralah tunÂtasÂkan,†katanya.
Deding juga mengingatkan, bahwa dalam fit and proper test para calon pimpinan KPK, kaÂsus Century menjadi salah satu komitmen yang dijanjikan pimÂpinan KPK yang ada sekarang untuk segera diusut tuntas. Jika koÂmitmen itu pun tidak dijalÂankan, lanjut Deding, maka seÂmua konsekuensi yang pernah diungkapkan hendaknya segera dilaksanakan.
“Kasus Century adalah prioÂritas KPK untuk peÂnuntaÂsanÂnya. Sekarang buÂkÂtiÂkanlah janji dan komitmen itu,†ucap Deding.
Lagi pula, lanjut Deding, kaÂsus Century ini bukan kasus baru lagi, sebab sudah berjalan dua tahun diselidiki. “DPR teÂrus melakukan pengawasan. Bahkan masyarakat pun tak bisa dibodohi mengenai kasus ini. Segeralah usut tuntas. Apalagi yang ditunggu? Semua unsur dan bukti sudah ada. MaÂlah, akan berbahaya bila diÂgantung. Akan terjadi krisis keÂpercayaan publik kepada aparat penegak hukum dan pemerintah nantinya,†ujar dia.
Tidak Yakin Tuntas Setahun
Alex Sato Bya, Pensiunan Jamdatun
Pensiunan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha NeÂgara (Jamdatun) Alex Sato Bya menyampaikan, pengusuÂtan kasus Century mandek kaÂreÂna minimnya upaya pembuktian.
Jika memang ada keseriusan dan dukungan dari semua piÂhak, lanjut Alex, tentu penguÂsuÂtan kasus ini tidak akan lama. “Perlu kesungguhan untuk menÂdukung aparat penegak hukum agar proses pembuktian kasus ini berjalan, sehingga bisa dilÂaÂkuÂkan pemberkasan dan diproses ke pengadilan,†ujar Alex.
Ketua Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (Kappi) AngÂkatan 66 Sumatera Selatan ini menegaskan, tidak akan mungÂkin ada proses pemberkasan dalam kasus Century bila alat-alat bukti yang dimiliki masih sangat minim. “Tak mungkin akan ada pemberkasan bila daÂlam projustisia-nya alat-alat bukÂtinya belum cukup,†ujarnya.
Alex pun tidak terlalu yakin bahwa pimpinan KPK Abraham Samad Cs bisa menuntaskan kaÂsus ini dalam setahun. Pria asal Gorontalo itu menekankan, dalam pengusutan kasus CenÂtury ini belum terlihat keseÂriusan KPK. KPK pun, kata dia, kurang bersemangat karena tiÂdak memiliki dukungan penuh dari semua pihak. Akibatnya, proÂses demi proses yang berjaÂlan tidak membuahkan hasil yang signifikan.
“Untuk pemÂbuktian memang perlu pendalaman. Tetapi, itu pun tidak akan berjalan bila tidak ada komitmen dan tak ada dukungan penuh,†katanya.
Dukungan yang paling efekÂÂtif untuk menuntaskan kasus Century ini, lanjut Alex, adaÂlah datangnya terutama dari pihak-pihak terkait. “TerÂganÂtung dari nurani orang-orang yang terÂsangÂkut kasus CenÂtuÂry itu senÂdiri. Mereka menÂduÂkung atau tidak, mereka seÂrius atau tidak daÂlam meÂnunÂtasÂkanÂnya,†ujar Alex. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39
Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36
Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32
Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15
Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52