Berita

Sukhoi Superjet 100

On The Spot

Stres Berat, Berat Badan Turun, Bicara Juga Ngaco

Wajib Lapor, Yogi Samtani Menetap Di Jakarta
SABTU, 19 MEI 2012 | 09:13 WIB

RMOL. Ini peringatan bagi semua orang agar berhati-hati mem-posting informasi ke internet. Apalagi jika ternyata informasi itu tidak benar dan membuat resah masyarakat. Pelakunya bisa dijerat hukum.

Itulah yang dialami Yogi Samtani. Mahasiswa asal Lam­pung ini ditetapkan sebagai ter­sangka kasus foto palsu korban jatuhnya pesawat Sukhoi Su­perjet 100. Pesawat buatan Rusia itu jatuh di Gunung Salak saat melakukan penerbangan promosi (joy flight) 9 Mei lalu.

Pria berusia 22 tahun ini meng-upload foto palsu itu ke akun twit­ter-nya. Dari sini foto me­nyebar ke mana-mana, ter­masuk lewat BlackBerry Mes­senger (BBM).

Selasa pagi (15/5) Yogi datang ke Mabes Polri untuk mem­per­tanggungjawabkan per­bua­tan­nya. Setelah diperiksa selama 24 jam, Yogi ditetapkan sebagai tersangka.

“Dia dikenakan Pasal 35 junto 51 ayat 1 UU 11 Tahun 2008 ten­tang Informasi dan Transaksi Elektronik,” kata Kepala Pe­ne­rangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen M Taufik.

Polisi bermurah hati. Yogi tak ditahan. Namun dia diwajibkan lapor dua kali seminggu. Yogi mengaku menyesal dan meminta maaf kepada seluruh keluarga korban.

Dia berkilah ini tindakan hanya spontan sebagai bentuk empati kepada para korban pesawat Sukhoi. Foto itu diperoleh dari ibu­nya. “Saya menghapus, saya ju­jur, dengan apa yang telah di­sampaikan dengan yang mem­berikan komentar. Jujur, saya takut, saya tidak ada niat apa-apa,” kata di Mabes Polri usai menjalani pemeriksaan.

Namun langkah Yogi terlam­bat. Foto diakunnya sudah dico­mot dan digandakan pengguna twitter lainnya. Foto itu juga sampai ke media masa, yang ke­mudian memberitakan fenomena beredarnya foto-foto dengan gam­bar dua jenazah yang me­ngenaskan, tergeletak agak ha­ngus di tengah hutan tropis. Ak­hirnya polisi pun melacak Yogi.

“Menjadi tersangka secara pribadi tidak mengenakan tidak enak hanya bisa terdiam. Saya secara spontan tidak bermaksud untuk melecehkan dan me­nyakiti,” tutupnya.

Lantaran wajib lapor dua kali se­minggu, Yogi memutuskan ting­gal bersama ibunya, Lis Anggraeni di Rawamangun, Ja­karta Timur. Di Lampung tinggal bersama neneknya.

Muhammad Yahya Rasyid, kuasa hukum Yogi mengung­kap­kan, kliennya kini murung.  “Menurut pengakuan keluarga, Yogi mengalami stres yang men­dalam. Berat badannya menurun serta perkataannya tak terarah saat diajak berbicara. Sedangkan sang ibu tak bisa makan dan tidur,” ungkap dia.

Sebelum menyerahkan diri ke polisi, lanjut Yahya, Yogi syok karena media massa sudah ramai menginformasikan bahwa pelaku pengunggah foto palsu adalah YS yang merupakan inisial namanya.

“Belum lagi komentar-komen­tar negatif yang ada di dunia maya yang terus-terusan me­mo­jokkan dirinya. Terus terang dia mengaku depresi berat atas ke­jadian itu, sampai akhirnya dia memberanikan diri datang ke Mabes Polri,” terang Yahya.

Keberanian Yogi untuk me­nyerahkan diri ke polisi muncul setelah dia berbicara dengan ibunya. Yogi dan ibunya lalu me­minta Yahya menjadi kuasa hu­kum. “Dia datang ke rumah saya dan menceritakan apa yang ter­jadi. Saya pun bersedia untuk men­dampinginya hadir ke Mabes Polri,” ungkap Yahya.

Setelah ditetapkan sebagai ter­sangka, Yogi melewatkan masa libur panjang dengan tidur-tidu­ran. Ia sudah tak lagi nget­weet. Sebab, BlackBerry yang jadi sarana penghubung dengan dunia maya telah disita polisi. Begitu juga BlackBerry ibunya. Benda itu bakal dijadikan barang bukti. “Makanya dia tidak bisa dite­lepon untuk saat ini,” kata Yahya.

Saat ini, Yogai masih mene­nangkan diri. “Yang pasti, Yogi sekarang sudah tidak lagi depresi seperti sebelum dirinya menye­rahkan diri ke Mabes Polri. Saat ini dia ingin menenangkan diri dulu sambil menunggu waktu wajib lapor dan pemeriksaan lan­jutan,” jelas Yahya Rasyid.

Menurut Yahya, setelah Yogi menyerahkan diri banyak orang yang bersimpati kepada kliennya. “Ada banyak komentar positif yang diterima Yogi atas penye­rahan dirinya di Mabes Polri,” kata dia.

Informatics and Business Institute (IBI) Darmajaya, kam­pus tempat Yogi menimba ilmu ikut meminta maaf atas kejadian ini. “Meskipun itu kelalaian pri­badinya, namun sebagai institusi tempatnya menimba ilmu, kami secara profesional meminta maaf, baik kepada keluarga korban ke­celakaan pesawat Sukhoi mau­pun masyarakat Indonesia secara umum,” ujar Novita Sari, Humas IBI Darmajaya. “Ia tidak akan di­berhentikan.”

Berkali-kali Dihapus, Bisa Dimunculkan Lagi

Bagi Anda yang gemar me­nyebar foto-foto palsu, berhati-hatilah. Sebab keisengan tersebut bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Transaksi Informasi dan Elektronik dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 15 miliar.

Pihak yang mengunggah atau menyebar foto pertama kali bisa ditetapkan sebagai tersangka. Polisi bisa melacak orang yang pertama kali memunculkan kon­ten tersebut di internet, meskipun sudah menyebar.

Menurut pakar telematika Roy Suryo, foto yang sudah di-upload ke internet kemudian dihapus, bisa dimunculkan lagi dan dijadi­kan barang bukti. Ada program yang bisa menghadirkan kembali foto yang sudah dihapus.

“Jadi jangan bernafas lega bagi pelaku yang mengunggah tidak akan terkena jerat hukum karena menganggap sudah menghapus fotonya. Sebab foto yang dihapus tersebut masih bisa dihadirkan kembali sebagai barang bukti,” terangnya.

Roy mencontohkan kasus yang pernah menimpa Marcella Za­lianty yang dituduh terlibat dalam kekerasan terhadap anak buahnya beberapa waktu lalu. Roy me­ngaku diminta menjadi saksi ahli un­tuk kasus tersebut. Ia juga diminta untuk menghadirkan kembali bukti-bukti yang sudah terhapus.

“Saat itu ada foto, video yang ada di handphone dan komputer sudah dihapus. Bahkan memory card yang dipakai untuk menyim­pan sudah dihapus. Tapi dengan sebuah program saya bisa hadir­kan kembali file yang sudah ter­hapus itu,” jelasnya.

Roy mengatakan UU ITE ini bisa menjadi rambu-rambu bagi pengguna internet agar tidak ber­tindak semaunya. Dulu memang sulit menjerat orang yang me­nyebarkan informasi yang tidak benar di dunia maya. Kini, UU ITE adalah alat penegak hukum untuk memberantas cyber crime.

Gatot S Dewa, Juru Bicara Ke­menterian dan Informatika me­ngi­ngatkan masyarakat tidak se­enaknya menyebar foto palsu yang bisa merugikan orang lain. Apalagi foto atau video yang ber­hubungan dengan sebuah musibah.

Menurut Gatot, polisi bisa mela­cak orang yang pertama kali memunculkan konten tersebut. meski sudah tersebar luas. “Mes­ki sudah diunduh beberapa kali, akhirnya bisa terlacak. IP addres-nya, di mana dan kapan dia up­load. Jangan suka iseng,” tegasnya.

Berkaca pada kasus Yogi, Gatot menilai memang sudah tepat dia dijerat dengan Pasal 35 junto 51 UU ITE. Dalam pasal tersebut diatur tentang perubahan data sehingga seolah-olah oten­tik. “Nanti tinggal mengundang saksi ahli di bidang foto digital forensik untuk memastikan itu,” terangnya.

Roy Suryo: Yogi Coba Yakinkan Foto Itu Asli

Muhammad Yahya Rasyid, kuasa hukum Yogi Samtani ber­harap kasus ini tak diteruskan ke pengadilan. Sebab, kliennya sudah kooperatif dan harus me­ngikuti ujian di kampusnya.

Sebelumnya, polisi menyerat Yogi dengan Pasal 51 ayat 1 junto pasal 35 UU Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ancaman hukumannya 12 tahun penjara.

“Tersangka sudah berinisiatif menyerahkan diri dan meminta maaf kepada keluarga korban. Lagi pula, tidak ada motif kese­ngajaan dan unsur untuk me­nyinggung perasaan keluarga korban,” ujar Yahya.

Yahya menawarkan kasus ini diselesaikan secara kekeluar­ga­an antara Yogi, pihak kepolisian dan keluarga korban Sukhoi.  Apalagi, kasus ini tidak ada pe­la­pornya.  Selain itu, kerugian materiil korban tidak ada wa­lupun ada beberapa orang ada yang tidak berkenan dengan foto palsu itu.

“Yogi sendiri setelah meng­e­tahui foto yang diuploadnya itu mendapatkan kecaman, dirinya langsung menghapus. Dan kemarin dia mendatangi Mabes Polri untuk menyerahkan diri dan meminta maaf,” ujarnya.

Yahya menyebutkan banyak juga orang menyebarkan foto itu. Hanya Yogi yang berani gentle, menyerahkan diri ke polisi dan meminta maaf.  

“Seti­daknya ini bisa dijadi­kan per­timbangan bagi penegak hukum untuk menghentikan proses hukumnya. Niat baik Yogi harus diapresiasi, terlepas dari ke­na­kalannya mengung­ggah foto yang dia sendiri tidak tahu ke­asliannya,” imbuhnya.

Pakar telematika Roy Suryo tidak setuju dengan pendapat kuasa hukum Yogi. Menurut dia, upaya mencari siapa peng­upload foto yang disebutkan korban Sukhoi dilakukan sejak dirinya bertemu dengan ke­luarga korban di Bandara Halim Perdanakusuma.

“Saat saya datang, para keluarga mendatangi saya dan mengaku tidak tenang dengan foto-foto yang beredar tentang kondisi para korban. Saya pun diminta untuk menyelidiki si­apa pelaku yang mengunggah foto palsu tersebut. Jadi jelas ada yang dirugikan,” katanya.

Tak menunggu lama, Roy me­lakukan analisa dan mela­ku­kan rekap data dari per­bin­cangan yang sedang hangat twitter. Hasilnya, Yogi meru­pa­kan pihak pertama yang me­ngunggah foto tersebut pada hari Jumat (11/5).

“Saya pun menyerahkan hasil analisa saya kepada pihak kepolisian. Dan ternyata pihak kepolisian juga sudah memiliki data tentang siapa pelaku ter­sebut. Semua tuduhan me­nga­rah kepada Yogi,” ungkapnya.

Politisi Partai Demokrat ini juga mengatakan memiliki buk­ti bahwa Yogi sama sekali ti­dak menghapus foto yang telah membuat resah itu, melainkan  menutup akun twitternya.

Roy yakin Yogi tak sekadar iseng. Sebab di akun twitternya, dia sempat beberapa kali me­yakinkan bahwa foto yang di-upload-nya benar jasad korban Sukhoi.

“Dalam akun tersebut, sem­pat beberapa kali Yogi menulis bahwa foto tersebut diambil langsung fotografer yang ada di sana dan sudah ditayangkan media massa. Jelas ada upaya dirinya untuk membenarkan apa yang dia sampaikan itu,” tegas Roy. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

UPDATE

10 Tahun Rezim Jokowi Dapat 3 Rapor Biru, 1 Rapor Merah

Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:05

Konflik Geopolitik Global Berpotensi Picu Kerugian Ekonomi Dunia hingga Rp227 Ribu Triliun

Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:04

Arzeti Minta Korban Pencabulan di Panti Asuhan Darussalam Annur Dapat Pendampingan Psikologis

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:58

KPK Sita Agunan dan Sertifikat dalam Kasus Korupsi BPR Bank Jepara Artha

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:42

Gerindra Bakal Bangun Oposisi untuk Kontrol Parpol Koalisi?

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28

Imigrasi Tangkap Buronan Interpol Asal China di Bali

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28

Hari Ini, Andi Arief Terbang ke India untuk Transplantasi Hati

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:23

Prabowo Hadiri Forum Sinergitas Legislator PKB, Diteriaki "Presiden Kita Berkah"

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:11

Akomodir Menteri Jokowi, Prabowo Ingin Transisi Tanpa Gejolak

Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:59

Prabowo Tak Akan Frontal Geser Jokowi

Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:44

Selengkapnya