Berita

Neneng Sri Wahyuni

X-Files

KPK Panggil Paksa Anak Buah Neneng

Belum Kirim Tim Penjemput ke Malaysia
JUMAT, 18 MEI 2012 | 09:30 WIB

RMOL.KPK memanggil paksa seorang saksi penting kasus korupsi yang menyeret Neneng Sri Wahyuni, istri Muhammad Nazaruddin, sebagai tersangka.

Saksi yang dipanggil paksa pe­nyidik Komisi Pemberantasan Ko­rupsi itu adalah Direktur PT Anugrah Nusantara, Amin An­doko. “Dia sudah dua kali di­panggil penyidik, tapi tidak da­tang,” kata Kepala Bagian Pem­beritaan dan Informasi KPK Pri­harsa Nugraha pada Rabu (16/5).

Menurut Priharsa, Amin An­doko dipanggil KPK untuk di­pe­riksa pada tanggal 3 Mei dan 7 Mei 2012. Akan tetapi, dalam dua kali pemanggilan tersebut, Amin tidak datang tanpa alasan. Maka, pada Selasa malam (15/5), pe­nyi­dik menjemput paksa Amin.

Tidak terlalu jelas dari mana Amin dijemput paksa. Yang pasti, Amin tiba di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Se­latan pada pukul 19.22 WIB. Dia dibawa tiga penyidik menuju lantai delapan Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan.

Amin Andoko dihadirkan se­cara paksa sebagai saksi bagi ter­sangka kasus pembangunan pem­bangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2008, Neneng Sri Wahyuni. “Di­pe­riksa sebagai saksi untuk NSW,” ujar Priharsa.

Dari Selasa malam, hingga Rabu esok harinya, Amin dipe­rik­sa secara maraton oleh pe­nyi­dik Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sementara itu, Neneng yang bu­ron tak kunjung ditangkap KPK.  Komisi yang diketuai Abraham Samad ini, baru sebatas mengorek keterangan saksi bagi tersangka Neneng. Intinya, KPK belum me­ngirim tim penjemput istri ter­pi­dana kasus suap pem­bangunan Wis­ma Atlet SEA Ga­mes itu. Pa­dahal sebelumnya, Ne­neng telah ter­identifikasi berada di Malaysia.

Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Pradja menyatakan, KPK me­ningkatkan koordinasi dengan lembaga sejenis di luar negeri. Maksudnya, KPK bekerjasama dengan KPK negara lain dalam melacak keberadaan Neneng. Kerjasama KPK dengan KPK ne­gara lain sudah dijalin sejak lama.  Hingga saat ini, upaya melacak ke­beradaan buronan tersebut ma­sih dilaksanakan.

Namun, bekas Ketua Bidang Pelaporan Masyarakat Komisi Kepolisian Nasional ini, menolak menyebutkan nama negara yang diduga jadi tempat persem­bu­nyian Neneng.

Saat dikonfirmasi seputar ke­benaran informasi laporan atase Polri di KBRI Malaysia yang menyatakan, Neneng pernah ter­catat masuk ke Malaysia pada 2011, dia mengaku, informasi ter­sebut tengah dikembangkan. Un­tuk itu, koordinasi dengan lem­baga terkait seperti Kementrian Luar Negeri dan Ditjen Imigrasi terus dilakukan KPK.

Yang jelas, usaha melacak Ne­neng belum diikuti pengiriman tim penjemput dari KPK.  “Kami mengoptimalkan kerjasama de­ngan meminta bantuan KPK ne­gara lain untuk mengetahui posisi yang bersangkutan. Jika sudah ada informasi yang pasti, KPK baru mengirim tim untuk meng­eksekusi tersangka.”

Dia menggarisbawahi, koor­di­nasi KPK dengan Polri dan Ke­polisian Internasional (Interpol) juga terjalin baik. Lewat koor­di­nasi intensif tersebut, dia yakin, Neneng bisa dibawa pulang ke Indonesia.

Hal senada dikemukakan Ka­bareskrim Polri Komjen Sutar­man. Dia menyatakan, jejak Ne­neng masih dilacak Interpol. Koor­dinasi Polri dengan Interpol dan negara yang diduga jadi tem­pat persembunyian Neneng, se­butnya, juga sudah terjalin baik. “Kami menunggu perkemba­ngan informasi dari Interpol,” katanya.

Reka Ulang

Katanya Di Malaysia, Tapi Belum Ditangkap

Dugaan keterlibatan Neneng Sri Wahyuni terungkap dalam per­sidangan terdakwa Pejabat Pem­buat Komitmen Direktorat Pem­bi­naan Pengembangan Ma­sya­rakat dan Kawasan Trans­migrasi Kemenakertrans, Timas Ginting.

Di Pengadilan Tipikor Jakarta, Timas divonis bersalah dan di­hukum dua tahun penjara serta denda Rp 50 juta subsider tiga bu­lan kurungan.

Timas dinilai terbukti mela­ku­kan penunjukan langsung ter­ha­dap PT Alfindo Nuratama Per­kasa dalam proyek pengadaan dan pemasangan PLTS di Ke­me­­nakertrans yang memakan ang­ga­ran negara Rp 8,93 miliar.

Majelis hakim menilai, tin­da­kan Timas menguntungkan PT Anugerah Nusantara, perusahaan mi­lik Nazaruddin, kemudian Ne­neng Sri Wahyuni, Mindo Ro­sa­lina Manulang dan Marusi Ma­ton­dang sebesar Rp 2,92 miliar.

Bahkan, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas pernah me­nye­butkan bahwa Neneng diduga menerima Rp 2 miliar dari proyek itu. Neneng diduga berperan se­ba­gai penghubung antara PT Al­findo dan PT Sundaya Indonesia yang dipercayakan sebagai pe­ru­sahaan sub kontrak.

Pada awal Agustus 2011, KPK menetapkan Neneng sebagai ter­sangka kasus pengadaan Pem­bangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pekerjaan Supervisi Pembangkit Listrik (PSPL) di Ditjen P2MKT Kemenakertrans tahun anggaran 2008.

Tetapi, penetapan tersangka itu agak terlambat. Sebab, pada 23 Mei 2011, Neneng diketahui me­ninggalkan Jakarta menuju Si­ngapura bersama suaminya, Na­zaruddin.

Setelah itu, Neneng ti­dak dike­tahui keberadaannya sam­pai ak­hirnya KPK mengi­rim­kan red no­tice melalui Mabes Pol­ri ke Inter­national Police (Inter­pol). Ar­ti­nya, Neneng menjadi buronan ke­polisian in­ternasional.

Tapi, Neneng belum bisa diba­wa pulang Indonesia. Padahal, Wa­kil Ketua KPK Busyro Mu­qoddas sudah menyampaikan bah­wa Neneng, informasinya be­rada di Malaysia. Namun, Busyro tidak bisa memastikan di negeri jiran, Neneng berada di kota mana.

Polri yang mempunyai jalur kerjasama resmi dengan Interpol pun belum mampu membawa Ne­neng ke Indonesia. Tapi, Ke­pala Bareskrim Polri Komjen Su­tarman pernah menyatakan, pe­nangkapan buronan KPK itu ti­dak bisa dilakukan kepolisian be­gitu saja. Untuk itu, Polri me­nunggu koordinasi dengan KPK.

Menurut Sutarman, jika KPK m­­eminta, maka Polri siap mem­bantu melakukan pengejaran. “Ka­lau KPK minta itu, nanti kita bersama-sama melakukan pe­nge­jaran. Neneng ini kasusnya di KPK, jadi seharusnya KPK,” ujarnya saat itu.

Akan tetapi, kata Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, KPK sudah meng­in­ten­sifkan koordinasi dengan Polri. Ia berharap, intensitas koordinasi tersebut ditingkatkan Polri ke Interpol.

Dia menyatakan, fokus KPK dalam perburuan Neneng adalah meningkatkan koordinasi dengan kepolisian. Sejak Neneng dinya­ta­kan buron, KPK sudah me­la­kukan koordinasi dengan Mabes Polri. Soalnya, Mabes Polri yang punya kewenangan berkoordinasi dengan Interpol.

Menurut Kabareskrim Polri Sutarman, Neneng diduga berada di negara yang bertetangga de­ngan Indonesia. Namun, dia tidak mau memastikan nama negara tersebut. Dia hanya me­nyam­paikan ciri-ciri lokasi yang jadi tem­pat persembunyian Neneng. “Lokasinya tidak jauh-jauh dari Indonesia,” ucap bekas Kapolda Metro Jaya ini.

Penegakan Hukum Jadi Taruhan

Marthin Hutabarat, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Marthin Hutabarat me­nya­yang­kan kinerja Interpol dan KPK yang belum menangkap ter­sang­ka Neneng Sri Wahyuni. Pa­dahal, informasi mengenai ke­beradaan Neneng sudah di­ketahui KPK..

Selain itu, KPK juga telah me­ngumpulkan keterangan sak­si-saksi kasus korupsi yang me­lilit istri Nazaruddin terse­but. “Sangat disayangkan jika pene­gak hukum kita belum mampu membawa pulang Neneng,” kata anggota DPR dari Partai Gerindra ini.

Dia mengharapkan silang seng­keta soal perburuan Ne­neng dikesampingkan. Hen­dak­nya, aparat fokus pada penge­ja­ran dan usaha membawa yang bersangkutan kembali ke In­donesia. Soalnya, lanjut dia, ma­sa depan penegakan hukum bisa terancam bila usaha membawa pulang buronan ini kandas.

Semestinya, penegak hukum yang bertugas memburu bu­ro­nan ini lebih proaktif melacak je­jak Neneng. Apalagi sejauh ini, Neneng sudah pernah me­ngirim surat berisi permintaan perlin­dungan hukum kepada KPK. Jika persoalan buronnya Ne­neng tersebut tak kunjung se­le­sai, maka upaya penegakan hu­kum jadi taruhannya.

Kerja keras penyidik KPK menghimpun keterangan saksi-saksi untuk perkara atas nama ter­sangka Neneng bisa di­ang­gap kurang lengkap. “Ke­ha­di­ran Neneng sangat penting. Dia tersangka yang keterangannya bisa menjadi vital dalam mem­bongkar rangkaian dugaan kons­pirasi,” ucapnya.

Selain itu, kata Martin, KPK mesti  lebih intensif men­ing­kat­kan koordinasi baik dengan ke­polisian, Interpol maupun de­ngan KPK-KPK negara lain. “Ka­langan DPR sejauh ini siap memberikan dukungan kepada KPK untuk menyingkap keter­li­batan Neneng dalam skandal ini.”

Sudah Seperti Layang-layang

Petrus Selestinus, Koordinator TPDI

Koordinator Tim Pem­be­la Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai, upa­ya KPK menangkap Neneng Sri Wahyuni mengandung sejum­lah kejanggalan yang perlu dikritisi.

Menurutnya, KPK seperti  di­kangkangi sejumlah kekuatan dari luar yang membuat pe­ngu­sutan kasus Neneng ter­beng­ka­lai. Dengan demikian, kata Pet­rus, sejumlah keterkaitan kasus lain pun bisa dilokalisir.

“Ham­pir pada setiap kasus yang melibatkan orang kuat secara politik dan ekonomi, KPK seolah didikte kekuatan dari luar KPK,” ujar Petrus.

Petrus mengakui, beberapa aksi penangkapan yang dilaku­kan KPK, memang me­nim­bul­kan sisi heroisme. Akan tetapi, lanjut Petrus, upaya itu tidaklah sebanding dengan upaya pe­ngu­sutan kasus yang sesung­guh­nya. “Mengapa waktu me­nang­kap Nazar, tidak sekaligus menangkap Neneng? Mengapa KPK tidak segera melakukan perburuan terhadap Neneng se­telah Nazar ditangkap, tetapi membiarkan 9 bulan Neneng di luar negeri?” ujarnya.

Menurut Petrus, isteri Na­zaruddin itu diduga sudah di­cuci otaknya oleh kekuatan ma­fia politik agar tidak mem­be­ri­kan keterangan. “Di sini kita lihat independensi KPK hancur, nyali tidak ada, bahkan terdapat indikasi digarap atau di­pe­nga­ruhi kekuatan besar yang se­dang mendikte. Lambannya pe­nangkapan Neneng adalah indikator bahwa nego antara KPK, kekuatan di luar dan pihak Nazar sangat alot,” ucap dia.

Parahnya lagi, kata Pertus, bisa saja saat Neneng di­tang­kap, malah memandulkan ki­nerja KPK. “Kini saatnya KPK mendatangkan Neneng,” ujar­nya. Contoh lain, ketika Nazar masih di pelarian, banyak in­for­masi dan bukti berharga di­umbar, tapi tidak sesuai dengan proses penuntutan.

“Ketika ditangkap malah hasilnya cuma vonis penjara 4 ta­hun. Di sinilah lemahnya pim­pinan KPK, dari rezim ke rezim sama-sama ayam sayur, lebih heboh menangkap, mengumbar janji membongkar kasus kakap, tapi hasilnya loyo,” ujar dia.

Kondisi KPK, menurut Pet­rus, telah dikuasai hampir se­mua kekuatan politik. “Karena kekuatan KPK bertumpu pada aparat Polri dan kejaksaan, se­hingga KPK seperti layang-la­yang putus dalam situasi di mana KPK harus tancap gas, tapi tidak fokus dan lamban,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya