Berita

ilustrasi, Keluarga Korban pesawat Shukoi Superjet 100

On The Spot

Diambil Sampel Darah, Keluarga Korban Gemetar

Sukhoi Jatuh, Polri Terjunkan Tim DVI Ke Halim
JUMAT, 11 MEI 2012 | 11:00 WIB

RMOL. Bandara Halim Perdana Kusuma menjadi Crisis Centre musibah jatuhnya pesawat Shukoi Superjet 100. Selain menjadi pusat informasi, tempat ini juga digunakan untuk mengumpulkan data dari pihak keluarga. Data ini diperlukan untuk identifikasi korban.

Polri menurunkan enam tim Di­saster Victim Identification (DVI) untuk mengidentifikasi para korban. Setiap tim terdiri dari tiga orang dengan keahlian berbeda.

 Tim membentuk posko yang terletak di sebelah ruang karan­tina hewan Bandara Halim. Span­duk kuning bertuliskan “Posko Tim DVI Indonesia” dipasang di depan ruangan berukuran 2x2 meter itu. Posko ini tampak sesak oleh keluarga korban.

Di dalam posko terdapat dua meja kayu. Kedua meja digu­na­kan untuk proses DVI. Mulai dari pengisian formulir data hingga pengambilan sampel darah ke­luarga korban.

Nur Hida Husein duduk meng­hadap petugas di meja kiri. Dia kakak kandung Didik Nur Hu­sein, wartawan Majalah Angkasa yang ikut dalam penerbangan joy flight Sukhoi Superjet 100 Rabu lalu (9/5). Nur Hida mengajak Aris, 14 tahun, anak Didik.

Dengan tangan bergetar, Nur Hida mengisi kertas formulir yang disodorkan petugas. For­mulir tersebut berisi tentang data diri, hubungan dengan korban, ala­mat dan sebagainya.

Setelah formulir diisi lengkap, petugas yang mengenakan sera­gam berwarna biru gelap mulai mengajukan pertanyaan kepada Nur Hida. Pertanyaan seputar ciri-ciri fisik Didik maupun ba­rang yang digunakan saat ter­akhir bertemu.

“Apa korban menggunakan jam tangan? Apa merknya dan bia­sanya dipakai di tangan sebe­lah mana? Kemarin terakhir pakai baju warna apa?” tanya petugas pria tersebut kepada Nur Hida.

Merasa sudah cukup mend­a­patkan data-data primer melalui bukti-bukti foto dan keterangan lisan dari Nur Hida, petugas lalu meminta Nur Hida bertukar tem­pat dengan Aris.

Seorang petugas pria men­de­kati Aris yang mengenakan ke­me­ja warna orange dan celana hitam di tempat duduknya. Kedua tangan petugas itu terbungkus sarung tangan karet. Mulutnya di­tutupi masker hijau.

Tak lama kemudian, petugas pria tersebut memasukkan cotton bud ke mulut Aris yang mengang­ga lebar. Ia hendak mengambil sampel air liur Aris guna peme­riksaan DNA.

Setelah itu, cotton bud dima­suk­kan ke dalam tabung dan di­tutup. Tabung itu lalu diberi nama. Selanjutnya, petugas me­ngambil darah Aris dari tangan kanan.

Lantaran banyak keluarga korban yang berdatangan, proses pengambilan data juga dilakukan di depan posko. Di sini ditem­pat­kan meja kayu lengkap dengan empat kursi dari besi.

Maria F Mering, kakak kan­dung Maria Marcella Dayu La­rita, koordinator pramugari Sky Aviation terlihat berjalan limbung menuju posko DVI. Ia tak ber­hen­ti menangis meratapi nasib adiknya.

Lantaran di dalam posko pe­nuh, pengambilan data dilakukan di luar. “Saya ingin melakukan proses identifikasi dan me­leng­kapi data-data atas penumpang bernama Maria Marcella. Saya ini kakak kandung dari Maria Marcella,” katanya dengan suara lirih kepada seorang petugas.

Maria lalu dipersilakan duduk di kursi besi menghadap meja kayu yang berada di bagian depan posko. Kepada Maria, petugas wanita ter­sebut lantas me­nye­rah­kan sebuah formulir untuk diisi.  Selanjutnya petugas wanita me­nga­jukan per­ta­nyaan-perta­nyaan seputar ciri-ciri fisik dan barang yang dikenakan korban terakhir kali.

Karena Maria tidak keluarga yang memiliki hubungan fisik seperti anak kandung, proses DVI pun dihentikan sampai data itu dilengkapi.

Kabid Pusdokkes Polri Kom­bes Anton Castilani mengatakan, posko ini dibentuk untuk me­ngum­pulkan data-data dan rekam medis korban dari keluarganya.

Data-data itu akan digunakan untuk mengenali korban jika ditemukan dalam kondisi sudah tak bernyata dan sulit dikenali.

“Tim akan melakukan fase ante mortem yakni pengumpulan data mengenai jenazah sebelum kematian. Data ini biasanya di­per­oleh dari keluarga jenazah maupun orang yang terdekat dengan jenazahm” terang Anton.

Adapun data-data yang akan dikumpulkan dalam proses ante mortem ini bisa berupa foto kor­ban semasa hidup, interpretasi ciri-ciri spesifik korban seperti bekas luka, tato, tindikan dan sebagainya.

Selain itu, tim juga akan me­minta data gigi korban jika ada, data sidik jari korban semasa hi­dup, sampel DNA orang tua mau­pun kerabat korban, serta infor­masi lainnya yang relevan dan dapat digunakan untuk ke­pen­ti­ngan identifikasi.

“Nantinya data dari proses ante mortem ini akan jadi data pem­banding dari proses post mor­tem yang diambil dari je­nazah yang su­dah meninggal,” jelas Anton.

Data Lengkap, Jenazah Cepat Dikenali

Kabid Pusdokkes Polri Kom­bes Anton Castilani belum bisa me­mastikan kapan hasil identi­fikasi korban bisa diketahui.  Me­nurut dia, prosesnya bisa ber­langsung hanya hitungan jam, hari, minggu bahkan bulan. Ter­gantung apakah ada data pem­bandingnya atau tidak.

“Proses ini tetap dibutuhkan se­bagai data pembanding keti­ka kor­ban ditemukan sudah da­lam ke­adaan tidak bernyawa dan kon­disinya sulit dikenali,” ujar Anton yang ditemui di Ban­dara Halim Perdana Ku­suma, Jakarta Timur.

Anton melanjutkan,  proses ante mortem yang diambil di Posko DVI ini kelak akan diban­dingan dengan data post mortem (data sesudah kematian). Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses iden­tifikasi menentukan apakah te­muan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante mortem milik korban yang dicurigai se­bagai jenazah.

“Apabila data yang diban­dingkan terbukti cocok maka dikatakan identifikasi positif atau telah tegak. Apabila data yang di­b­andingkan ternyata tidak cocok maka identifikasi dianggap ne­ga­tif dan data post mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai de­ngan temuan post mortem kor­ban,” terangnya.

Indikator kesuksesan suatu proses DVI ini bukan didasarkan pada cepat atau tidaknya proses tersebut berlangsung tapi lebih didasarkan pada akurasi atau ketepatan identifikasi. Pada prosesnya di Indonesia, DVI terkadang menemui hambatan-hambatan terutama disebabkan buruknya sistem pencatatan data diri seseorang.

Untuk itu, Anton me­nya­ran­kan, selain membawa keluarga yang memiliki hubungan kan­dung, juga perlu membawa ba­rang-barang yang mendukung identifikasi. “Misalnya bawa foto, ijazah, SIM dan seba­gai­nya,” ujar Anton.

Pantauan Rakyat Merdeka terlihat banyak keluarga korban yang datang ke Posko DVI harus keluar-masuk karena data yang dibawa tidak lengkap.

Seperti yang dialami Maria F Mering, merupakan kakak kan­dung Maria Marcella Dayu La­rita,  koordinator pramugari Sky Aviation.

Sambil terus menangis, Maria terlihat beberapa kali meng­hu­bungi seseorang melalui telepon genggam. Dari pembicaraan terdengar kalau Maria men­je­las­kan tentang kurangnya data yang perlu diserahkan ke Posko DVI.

“Saya diminta oleh petugas un­tuk membawa anak korban (Ma­ria) yang saat ini sedang me­nunggu di rumah. Katanya untuk melakukan proses pengambilan data fisik seperti struktur gigi dan DNA,” jelasnya usai menutup telepon.

Padahal, kata Maria, saat da­tang kesini dirinya sudah mem­bawa foto adik kandungnya, foto­kopi ijazah hingga potongan ram­but dari anak korban. “Tapi itu dianggap masih kurang. Karena data primer yakni DNA dari anak kandungnya belum dilengkapi,” jelasnya sambil menghapus air mata yang terus mengalir di pinggir matanya.

Keluarga Ngeluh, Crisis Centre Kok Nggak Ada TV

Polri mengimbau keluarga korban jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 agar tak menda­ta­ngi posko evakuasi di kawa­san Cidahu, Sukabumi. Cukup mengikuti perkembangan eva­kuasi dari Crisis Centre di Ban­dara Halim Perdana Kusuma.

Kabag Penum Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar me­ngatakan kedatangan keluarga ke lokasi kejadian akan meng­ganggu proses identifikasi. Un­tuk itu, dia menganjurkan ke­pada keluarga korban untuk menunggu di Bandara Halim Per­dana Kusuma.

Soalnya, semua korban tewas akan bahwa diterbangkan ke Bandara Halim Perdana K­u­suma sebelum dibawa ke Ru­mah Sakit Polri Kramat Jati un­tuk proses identifikasi.

“Tidak perlu datang ke lokasi, lebih baik menunggu di Crisis center Halim ini atau di Rumah Sakit Polri, Karena se­mua korban akan dibawa ke­sini, ke Halim,” kata Boy.

Crisis Centre musibah jatuh­nya pesawat Sukhoi Superjet 100 ditempatkan di Terminal Ke­datangan, Bandara Halim Perdana Kusuma. Di sini juga terdapat Posko Tim DVI Mabes Polri yang melakukan pengum­pu­lan data dari keluarga korban.

Pengamatan Rakyat Merde­ka, banyak keluarga yang ke­bingungan untuk memperoleh informasi mengenai keluar­ga­nya. Misalnya, siapa saja yang ada di dalam pesawat buatan Rusia yang naas itu.

Pengumuman tersebut tidak ditulis di sebuah papan besar yang bisa dilihat dari jauh. Tapi hanya berupa dua kertas yang di­tempel di salah satu dinding money changer.

Selain ukuran kertasnya yang kecil, disekitarnya juga tidak dilengkapi dengan keterangan yang menyatakan bahwa di situ dipajang informasi mengenai daftar nama penumpang. Daftar itu dibuat dengan tulisan tangan.

Kertas itu ditempel agar tinggi. Sehingga orang yang pendek harus sedikit menjinjit untuk melihatnya.

“Sudah tulisannya kecil, kok tidak ada keterangan informasi tentang kabar perkembangan korban pesawat,” ujar seorang pria paruh baya usai nama-nama penumpang di daftar itu.

Pria itu mengaku salah satu keluarga dari penumpang pesa­wat Sukhoi. Ia juga me­nya­yang­kan tidak televisi di rua­ngan itu sehingga pihak ke­luarga tidak bisa mengikuti perkembangan evakuasi korban dari layar kaca.

“Tidak ada televisi untuk terus dipantau oleh keluarga korban yang menunggu disini. Pusat untuk mendapatkan in­formasi juga saya lihat belum ada disini,” tegasnya.

Pengamatan Rakyat Merde­ka, di dalam ruangan yang di­ja­dikan Crisis Centre memang tak ada satu pun pesawat tele­visi. Keluarga korban yang umumnya menunggu di dekat tempat pengambilan bagasi hanya bisa memantau informasi melalui internet dari telepon genggam yang dibawanya atau keluarganya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

UPDATE

10 Tahun Rezim Jokowi Dapat 3 Rapor Biru, 1 Rapor Merah

Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:05

Konflik Geopolitik Global Berpotensi Picu Kerugian Ekonomi Dunia hingga Rp227 Ribu Triliun

Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:04

Arzeti Minta Korban Pencabulan di Panti Asuhan Darussalam Annur Dapat Pendampingan Psikologis

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:58

KPK Sita Agunan dan Sertifikat dalam Kasus Korupsi BPR Bank Jepara Artha

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:42

Gerindra Bakal Bangun Oposisi untuk Kontrol Parpol Koalisi?

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28

Imigrasi Tangkap Buronan Interpol Asal China di Bali

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28

Hari Ini, Andi Arief Terbang ke India untuk Transplantasi Hati

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:23

Prabowo Hadiri Forum Sinergitas Legislator PKB, Diteriaki "Presiden Kita Berkah"

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:11

Akomodir Menteri Jokowi, Prabowo Ingin Transisi Tanpa Gejolak

Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:59

Prabowo Tak Akan Frontal Geser Jokowi

Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:44

Selengkapnya