Berita

Dhana Widyatmika (DW)

X-Files

Penahanan 4 Tersangka Kasus DW Diperpanjang

Setelah Gayus Diperiksa Sebagai Saksi
RABU, 09 MEI 2012 | 09:53 WIB

RMOL. Masa penahanan empat tersangka kasus korupsi pajak dan pencucian uang yang diduga terkait Dhana Widyatmika (DW) diperpanjang.

Tersangka Salman Magh­fi­roh yang merupakan bekas pega­wai Ditjen Pajak, diperpanjang masa penahanannya dari tanggal 9 Mei hingga 17 Juni 2012. Ter­sangka Johnny Basuki yang me­ru­pakan wajib pajak, diper­pan­jang masa penahannya dari tang­gal 8 Mei sampai 16 Juni.

Tersangka Herly Isdiharsono, pegawai Ditjen Pajak yang juga rekan bisnis DW, diperpanjang masa penahanannya dari tanggal 8 Mei sampai 16 Juni.

Tersangka Fir­man yang me­ru­pakan bekas atasan DW, di­per­panjang masa penahanannya dari 9 Mei hingga 17 Juni. Demikian ke­terangan Kepala Pusat Pene­ra­ngan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman di Gedung Ke­jak­saan Agung, Jalan Sultan Ha­sa­nuddin, Jakarta Selatan, kemarin.

Sebelum empat tersangka itu menjalani masa perpanjangan pe­nahanan yang pertama, DW telah menjalani masa perpanjangan pe­nahanan yang kedua. “Masa pe­nahanan DW sudah memasuki masa perpanjangan kedua, yakni dari tanggal 1 Mei hingga 30 Mei,” katanya.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto me­nyam­­paikan, proses pember­ka­san ter­hadap tersangka DW se­dang di­upa­yakan cepat selesai agar se­gera naik ke penuntutan. “Se­hing­ga, kalau bisa dalam bulan ini DW sudah ke penun­tutan,” ujarnya di Gedung Bun­dar, Ke­jak­saan Agung pada Senin malam (7/5).

Hal senada disampaikan Di­rektur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw. Menurut dia, jaksa tengah mengevaluasi ber­kas DW agar bisa segera naik ke penuntutan. Salah satu yang di­dalami apakah DW terkait de­ngan bekas pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan.

Yang pasti, penyidik telah me­meriksa terpidana Gayus Tam­bu­nan sebagai saksi bagi tersangka DW di Lembaga Pemasyara­ka­tan Cipinang, Jakarta Timur pada Ju­mat lalu (4/5). “Dia diperiksa ter­kait kasus DW,” ujar Adi Toegarisman.

Adi menjelaskan, Gayus dan DW sama-sama pernah bertugas sebagai pegawai Ditjen Pajak. Ga­yus sebagai Peneliti pada Unit Banding dan Keberatan. DW se­bagai pegawai pemeriksa di Kan­tor Pelayanan Pajak (KPP) Pan­coran, Jakarta. Dugaan per­sing­gungan mereka adalah pada pe­na­nganan pajak dan keberatan pajak PT Kornet Trans Utama (KTU). “PT KTU banding. Pada per­jalanannya, banding PT KTU itu dimenangkan,” jelasnya.

Penyidik, menurut Adi, me­ngen­dus dugaan kejanggalan pro­ses banding PT KTU yang di­ta­ngani Gayus, dan pemeriksaan pa­jaknya ditangani DW. “Ada apa? Kenapa dimenangkan? Nah, itu yang sedang ditelusuri, makanya penyidik merasa perlu memeriksa Gayus,” ucapnya.

Adi menambahkan, Kejaksaan Agung masih menelusuri kasus DW. Karena itu, penyidik kem­bali memeriksa saksi-saksi kasus ini selain Gayus. Mereka adalah Hen­dro T dari PT Tax, Jessika dan Men­siang dari PT MV. “Saksi ada­lah H, J dan M. Mereka diperiksa se­jak pukul sembilan pagi,” ujar Adi.

Menurut Arnold Angkouw, pe­nyidik menemukan ada pe­ru­sa­haan yang pajaknya diperiksa Dh­ana, juga masuk daftar 149 pe­rusahaan yang pernah ditangani Gayus. Selain itu, diduga ada enam perusahaan yang mengalir­kan uang kepada Dhana.  Istri Dhana, Dian Anggraini juga per­nah bekerja di Direktorat Ke­beratan dan Banding Ditjen Pajak seperti Gayus.

Gayus sudah diputus Mahka­mah Agung harus menjalani 12 tahun penjara atas kasus pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) dan pe­nyuapan terhadap aparat pe­ne­gak hukum.

Gayus juga sudah divonis 8 tahun penjara oleh Pe­nga­dilan Tinggi DKI Jakarta atas ka­sus penggelapan pajak PT Me­gah Citra Raya, setelah se­be­lum­nya divonis bebas oleh Hakim Muh­tadi Asnun di Pengadilan Ne­geri Tangerang. Hakim Muh­tadi ke­mudian diadili karena me­nerima suap dari Gayus.

Gayus juga divonis Hakim PN Tangerang dua tahun penjara atas kasus pemalsuan paspor. Se­men­tara Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Gayus enam tahun pen­jara dalam kasus suap kon­sul­tan pajak Roberto Santonius, me­nerima gratifikasi saat bekerja se­bagai penelaah keberatan pajak, tindak pidana pencucian uang, dan penyuapan petugas Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

REKA ULANG

Rama Pratama Juga Jadi Saksi

Selain Gayus Tambunan, ka­der Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga anggota Badan Su­per­visi Bank Indonesia, Rama Pra­ta­ma juga diperiksa penyidik Ke­jaksaan Agung sebagai saksi bagi ter­sangka Dhana Widyat­mika (DW).

Rama diperiksa lantaran ada aliran uang antara dirinya dengan pe­gawai Direktorat Jenderal Pa­jak Kementerian Keuangan itu. Rama memenuhi panggilan un­tuk diperiksa di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan pada Kamis (3/5) pukul 08.55 WIB. Dia datang bersama penasihat hu­kumnya, Agus Surya.

Begitu turun dari mobil Nissan Serena warna biru muda, Rama ber­gegas melangkah menuju ruang pemeriksaan. “Saya datang sebagai saksi, bukan tersangka,” ujar bekas anggota Komisi Ke­uangan dan Perbankan DPR ini.

Pemanggilan Rama Pratama sebagai saksi, dibenarkan Kepala Pusat Penerangan Hukum Ke­jak­saan Agung Adi Toegarisman. “Iya, dipanggil sebagai saksi,” kata Adi.

Rama diperiksa penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khu­sus (Jampidsus) sekitar delapan jam. Dia keluar dari Gedung Bun­dar pada pukul 17.10 WIB. “Ada se­kitar 40 pertanyaan untuk saya,” ujar bekas aktivis ma­ha­sis­wa 98 ini seusai diperiksa.

Dia mengaku dimintai ketera­ngan mengenai hubungan per­te­ma­nan dan bisnisnya dengan ter­sangka kasus korupsi dan pen­cu­cian uang DW. “Saya sudah jelas­kan, semua aliran uang antara saya dengan saudara Dhana itu sebagai transaksi bisnis biasa dan merupakan transaksi personal ka­rena hubungan pertemanan, ti­dak ada kaitannya dengan dugaan tin­dak pidana korupsi maupun pen­cucian uang yang dilakukan siapa pun,” katanya.

Dia pun membantah ada aliran dana pencucian uang ke rekening perusahaan miliknya dari Dhana. “Soal 170 juta rupiah itu, sudah saya jelaskan bahwa Poros Ca­pi­tal adalah perusahaan yang baru saja saya buat dan belum aktif, belum ada rekening banknya. Bagaimana mungkin ada aliran dana ke situ,” ujarnya.

Hubungan bisnis antara dirinya dan Dhana, lanjut Rama, adalah hubungan bisnis personal. “Jadi, jenis transaksinya personal. Utang piutang ada dari Dhana, ada dari saya, begitu,” kata pria yang menjadi anggota DPR pada periode 2004-2009 ini.

Menurut Rama, bisnisnya dengan Dhana secara garis besar adal­ah jual beli mobil. “Aliran dana itu karena ada utang piutang pribadi. Waktu ada bisnis jual beli mobil Toyota Kijang Inova dan lain-lain,” kata bekas anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR ini.

Rama mengaku sudah cukup lama berteman dengan Dhana. “Kebetulan istrinya teman SMA saya. Secara personal, saya pri­hatin dengan kejadian yang me­nimpa teman saya, Dhana. Saya berdoa semoga Dhana dan ke­luar­ganya bisa tabah dan sabar menghadapi cobaan,” ujarnya.  Se­belumnya, Direktur Penyi­di­kan pada Jaksa Agung Muda Pi­dana Khusus Arnold Angkouw me­­nyatakan, Rama dipanggil kare­­na menerima uang dari Dhana.

Diduga, ada aliran uang sebe­sar Rp 170 juta dari Dhana ke Rama. Uang itu diterima Rama da­lam tiga tahap melalui perusa­haan­nya, PT Sangha Poros Ca­pital (SPC). Kemudian, Rama me­ngirim kembali uang ke reke­ning Dhana sebesar Rp 91 juta melalui perusahaan investasi mi­liknya itu. Transaksi tersebut ter­jadi pada tahun 2009-2010.

Sumber Uang Gayus Tak Tuntas

Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Tamsil Chaniago me­nyam­pai­kan, kasus korupsi perpajakan yang telah terungkap, patut di­duga saling berkaitan.

Kasus-kasus terdahulu, me­nu­rut Taslim, jika memang se­rius dibongkar dan diusut, maka akan terlihat rentetan ke­ter­li­ba­tan sejumlah pihak lain. De­mikian pula pada perkara ko­rup­si yang menjerat pegawai Dit­jen Pajak Dhana Widyatmika.

Menurutnya, kasus Gayus Tambunan patut diduga me­mi­liki kaitan dengan perkara pajak lainnya. “Perkara ini belum te­rang benderang. Kasus mafia pajak tidak bisa dilakukan anak buah saja, tapi merupakan rang­kaian jaringan yang patut di­duga hingga pimpinan,” ujar Tas­lim, kemarin.

Lingkaran mafia pajak, lanjut Tamsil, tidak spesifik hanya ber­kutat pada pegawai pajak. Karena itu, penegak hukum ti­dak boleh berhenti melakukan pengusutan hanya pada satu dua orang pegawai pajak.

“Selain mengusut orang-orang pajak, pihak penegak hukum juga harus mengusut para wajib pajak, yang diduga juga merupakan bagian dari mafia pajak,” ujarnya.

Sebab, kata Tamsil, kalau wajib pajak yang diduga terlibat tidak diusut, maka mereka akan melakukan hal yang sama pada waktu akan datang. “Kejadian seperti sekarang akan terus terulang,” ucapnya.

Dia mengingatkan, pada ka­sus Gayus Tambunan saja apa­rat penegak hukum belum mak­simal mengusutnya. Me­nu­rut­nya, kasus itu belum beres ka­rena masih ada pihak lain yang terlibat, tapi belum menjadi ter­pidana seperti Gayus.

“Penegak hukum hendaknya tidak setengah-setengah. Setiap kasus harus tuntas sampai ke akar­nya, sehingga tidak terjadi lagi pada masa yang akan da­tang. Contoh, sumber uang Ga­yus yang jadi masalah itu, apa sudah diungkap?” tandasnya.

Lantaran itu, Taslim me­ngi­ngatkan agar kasus DW di­da­lami dan ditelusuri secara mak­simal, sehingga tidak seperti per­kara Gayus yang masih menggantung.Tapi, jangan me­lu­pakan kewajiban agar ber­upaya segera mengirim ter­sang­ka ke proses penuntutan.

“Kalau untuk mendalami, saya kira tidak apa kita tunggu. Tapi, kalau mencari celah untuk meringankan, ini yang perlu kita cermati dan awasi proses­nya,” kata dia.  

Dia pun mengi­ngat­kan, jika ber­kas para ter­sang­ka sudah leng­­kap, tentu ha­rus ke proses pe­nuntutan. “Apa­lagi yang di­tung­gu. Nah, di sini harus kita awasi betul-betul, apakah ada upa­ya untuk mengaburkan ma­sa­­lah mafia pajak,” tegasnya.

Terlalu Lama Mengusut Bahaya

Yenti Garnasih, Pengamat Hukum

Pengamat hukum Yenti Gar­nasih menyampaikan, Ke­jaksaan Agung mesti mengejar dugaan keterlibatan sejumlah pihak dalam kasus korupsi dan pencucian uang dengan ter­sang­ka Dhana Widyatmika (DW).

Jika memang ada keterkaitan pihak lain seperti Gayus Tam­bu­nan, maka hal itu mesti di­usut tuntas. “Harus ditelusuri dari kasus DW dulu. Kalau ada ko­rupsi yang terkait DW belum di­ungkap, maka kasus itu bisa di­gabungkan atau dituntut lagi.”

Menurut Yenti, penanganan kasus DW ini ada kemiripan de­ngan kasus Muhammad Na­zaruddin. Kemiripannya yakni upaya pengusutan sejumlah ka­sus yang bisa saling ber­kaitan.

“Sama dengan Nazaruddin yang kasusnya dicicil, meski ini tidak strategis,” kata ahli tindak pidana pencucian uang ini.

Kasus korupsi dan pencucian uang yang disangkakan kepada DW ini pun, lanjutnya, harus dilihat dugaan keterkaitannya de­ngan Gayus Tambunan. “Apa­kah sudah pernah ditun­tut­kan atau belum? Kalau sudah, ya tidak bisa, sebab itu berarti nebis in idem untuk korupsinya. Kalau pencucian uangnya, saya kira untuk Gayus belum tuntas karena perampasannya tidak op­timal,” ujar Yenti.

Lantaran itu, dia berpendapat, pengusutan tindak pidana pen­cucian uang (TPPU) dalam ka­sus DW dapat ditelusuri lebih jauh, apakah Gayus terlibat. “Dari kasus DW bisa langsung dikaitkan pencucian uangnya,” kata Yenti.

Dia pun berharap, pengusutan kasus Dhana Widyatmika efek­tif. “Jangan terlalu lama, ber­ba­haya. Jangan sampai ada bukti dan saksi yang hilang, apalagi ka­lau sampai kasusnya me­nguap,” ujarnya.

Sangkaan pencucian uang terhadap DW dan tersangka lain­nya, lanjut Yenti, tidak ter­tu­tup kemungkinan akan me­nyeret istri para tersangka yang ke­dapatan menerima aliran uang dalam kasus ini. “Mi­sal­nya, istri Gayus dan istri Dhana kok tidak dijadikan tersangka?”

Yenti mengingatkan penegak hukum juga melakukan pe­ngu­sutan dugaan pencucian uang ter­hadap pihak lainnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya