Berita

ilustrasi, pistol

On The Spot

Simpan Bedil Di Brankas, Takut Dimainin Anak-anak

SELASA, 08 MEI 2012 | 10:01 WIB

RMOL. Jumat sore Ahmad Yani merapat ke daerah Senayan. Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini bukan hendak ngantor ke DPR. Tujuannya adalah lapangan tembak yang terletak di belakang gedung parlemen.

Anggota Komisi III DPR itu hendak mengasah kemam­puan­nya membidik sasaran dengan senjata api (senpi). “Saya latihan setiap Jumat sore itupun kalau ada waktu kosong,” katanya.

Yani adalah contoh orang sipil yang diperkenankan memegang senpi. Kepolisian memang mem­per­bolehkan anggota DPR me­miliki senjata mematikan itu untuk bela diri.

Yani memegang pistol FN kali­ber 22. Ia mengaku meng­ajukan izin memiliki senpi ketika masih berprofesi sebagai pengacara. Sen­pi untuk bukan bela diri, tapi untuk olahraga menembak.

Olah raga ini sudah digelutinya sejak lama. “Saya menembak dari saya kecil di Palembang. Walau­pun saat itu menggunakan senjata untuk berburu,” tutur anggota Per­satuan Olahraga Menembak dan Berburu Indonesia (Per­bakin) ini.

Lantaran memiliki senjata untuk olahraga, Yani tak pernah membawa-bawanya saat berak­ti­fitas sebagai anggota DPR.

“Saya selalu taruh senjatanya di dalam brankas di rumah. Tidak pernah dibawa ke mana-mana, ter­masuk saat kegiatan kunj­ung­an kerja ke daerah,” kata dia.

Senpi yang dipegangnya bisa diisi peluru karet tajam maupun karet. “Saat perpanjangan izin saya mendapat satu kotak amu­nisi, tapi nggak tahu jumlahnya be­rapa,” ujar Yani.

Setiap orang sipil yang meme­gang senjata api wajib mem­per­panjang izin setiap enam bulan. Perpanjangan dilakukan di Ma­bes Polri.

Kepolisian tak sembarangan me­ngabulkan perpanjangan izin memegang senpi. Pemohon harus harus kembali menjalani se­rang­kaian tes termasuk psikotes untuk mengetahui kondisi emosional orang hendak meme­gang senpi.

“Bila emosionalnya tidak sta­bil, bisa dipastikan tidak men­dapat perpanjangan izin,” ungkap Yani.

Yani menceritakan proses un­tuk mendapat izin memegang senjata pertama kali lebih dulu. Tes­nya lebih berat dibanding per­panjangan izin. “Bahkan tidak se­mua anggota TNI atau Polri men­dapat izin memegang senjata ka­rena tidak lolos psikotes,” tutur­nya.

Haryono Umar, Inspektur Jen­deral (Irjen) Kementerian Pen­didikan dan Kebudayaan me­nga­ku pernah memegang senpi saat di Komisi Pemberantasan Korup­si (KPK). “Pimpinan KPK me­mang diberi fasilitas senjata api untuk menjaga keselamatan diri­nya,” kata dia. Haryono adalah wa­kil ketua KPK periode 2007-2011.

Haryono tak nyaman meme­gang senjata mematikan itu. Ia khawatir lupa menyimpannya. “Apalagi saya punya anak laki-laki di rumah. Bisa berbahaya kal­au disalahgunakan,” ung­kapnya.

Tak sampai dua bulan senjata jenis FN itu diserahkan ke Sekjen KPK. Selanjutnya, senjata itu disimpan di brankas lembaga peng­gasak korupsi itu. “Kalau saya pegang terus, pistol tersebut bisa karatan karena tidak pernah digunakan,” katanya.

Walaupun tak lagi memegang senpi, setiap tahun Haryono harus memperpanjang izin ke Mabes Pol­ri. “Kalau mem­perpanjang mu­dah dan tidak sesulit saat men­dapatkan izin pertama kali,” kata­nya.

Sebelum mendapat izin peng­gunaan senjata api, Haryono me­nuturkan, dirinya harus meng­ikuti serangkaian tes yang dilakukan tim kepolisian selama beberapa hari. Mulai dari latihan menembak hingga psikotes.

Seluruh tes itu, menurut dia, bisa dilalui dengan baik. Sehing­ga Haryono dinyatakan lulus dan berhak memegang senjata api.

Setelah keluar dari KPK men­jadi Irjen, Haryono tak lagi memperpanjang izin senjata api. Ia merasa tak perlu memiliki sen­jata api.

“Bila ada ancaman dijalan ia pasrah saja. Karena bilapun ia mem­bawa senjata api, ia tetap akan kesulitan menggunakan senjata api secara baik karena tidak terbiasa,” katanya.

Sebagai Irjen Kemendikbud, Haryono diperbolehkan meme­gang senjata api. Pejabat eselon I lainnya yang juga bisa memiliki senpi adalah sekretaris jenderal (sekjen) dan direktur jenderal (dir­jen).

Yani maupun Haryono tak mempermasalahkan kalangan sipil memegang senpi senjata sepanjang memenuhi aturan.

“Tapi kalau dibuat aturan baru yang melarang penggunaan senjata api dikalangan sipil, juga nggak apa-apa,” kata Yani.

Sementara, Haryono menya­ran­kan kalangan sipil tak perlu me­megang senjata. Lebih baik diserahkan kepada anggota TNI atau Polri yang memang dilatih untuk menggunakan senjata itu.

Kepemilikan senjata api di kalangan sipil mulai dipersoalkan setelah aksi “koboi” Iswahyudi ramai diberitakan.

Pengusaha kelapa sawit itu me­nodongkan senpi ke  seorang karyawan restoran Cork & Screw di Plaza Senayan lantaran tak te­rima tagihan makan dan mi­num­nya membengkak.

Karyawan itu lalu mengadu ke polisi. Iswahyudi pun ditangkap dan ditetapkan sebagai ter­sangka.

40 Ribu Senpi Dipegang Sipil

Memiliki senjata ternyata tak sulit. Izinnya pun murah. Hanya Rp 1 juta.

Menurut Kepala Divisi Humas Polri, Saud Usman Nasution, orang sipili diperbolehkan me­miliki senjata api.

“Kalau dia orangnya baik dan cakap, kenapa tidak? Siapa saja boleh,” katanya.

Kriteria cakap ini perlu didu­kung rekomendasi dari polisi di tingkat wilayah, Polres dan Polda. Pekerjaan pemohon juga menemukan apakah dia laik me­megang senjata.

“Selain itu, melalui uji ke­sehatan apakah seseorang itu benar-benar sehat lahir batin, orang itu tempramen atau tidak,” kata Saud.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 2002 tentang kewenangan kepolisian, Polri bisa memberikan izin senjata api. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1960 mengatur soal izin ini.

“Bila dalam pelaksanaannya seseorang yang sudah memiliki izin ternyata menyalahgunakan kita akan cabut dan tidak akan dibe­rikan izin lagi. Selanjutnya dip­roses sesuai dengan undang-undang yang berlaku, sesuai dengan tingkat perbuatan,” tegas Saut.

Mengenai biaya memperoleh izin memegang senjata api, Saud membeberkan, tak sampai Rp 1 juta. Biaya ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010. Uangnya disetor sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Saud mengungkapkan sejak 2009 Polri telah mengeluarkan 25.031 izin senjata berpeluru tajam untuk kalangan sipil. Sebanyak 10.154 senpi berpeluru karet dan 5.810 peluru†gas.

Pada 2005, di era Kapolri Sutanto pada 2005, kepolisian sudah tak lagi mengeluarkan izin senpi untuk sipil. Izin yang sudah mati tidak bisa diperpanjang.

Senjata ditarik lalu disimpan digudang. Hingga kini sudah 9.766 senjata yang ditarik dan di­gudangkan. Terdiri dari senjata api peluru tajam 1.362 pucuk, sen­jata karet 5.607 pucuk, dan sen­jata api peluru gas 2.867 pucuk. Izin senjata api masih di­be­rikan kepada mereka yang ter­catat sebagai anggota Perbakin dan untuk keperluan olahraga me­nembak.

Izinnya Diteken Langsung Kapolri

Polri membuat aturan me­nge­nai kepemilikan senjata api untuk kalangan sipil. Senjata api itu hanya boleh digunakan untuk bela diri atau ketika nya­wa terancam.

Dalam Surat Keputusan Ka­polri Nomor 244 Tahun 1999 disebutkan, pemohon harus me­miliki keterampilan menembak minimal kelas III. Kemampuan ini harus yang dibuktikan de­ngan sertifikat yang dike­luar­kan Institusi Pelatihan Me­nem­bak yang sudah mengantongi izin dari Polri. Sertifikat itu pun masih harus disahkan oleh pe­jabat Polri.

Pemohon harus berkelakuan baik dan belum pernah terlibat dalam tindak pidana yang di­buk­tikan dengan SKKB. Lalu lulus screening yang dilak­sa­na­kan Kadit IPP dan Subdit Pam­wassendak. Ia pun sudah ber­usia dewasa.

Pemohon akan melalui se­rang­kaian tes medis maupun psi­kologis. Secara medis, dia harus sehat jasmani, tidak cacat fisik yang dapat mengurangi keterampilan membawa dan meng­gunakan senjata api dan berpenglihatan normal.

Syarat psikologis, si pemo­hon bukan orang yang cepat gu­gup dan panik, tidak emosional dan tidak cepat marah serta bu­kanlah seorang psikopat. Untuk mengetahui kondisi kejiwaan itu, pemohon akan menjalani psi­kotes di Dinas Psikologi Ma­bes Polri.

Jenis senjata api yang boleh dimiliki yaitu senjata genggam kaliber 22 dan kaliber 33 yang bisa dikeluarkan izinnya.

Sedangkan untuk senjata bahu (laras panjang) adalah kaliber 12 GA dan kaliber 22. Jenis senjata yang diberikan adalah non standar TNI dan Pol­ri, dengan jumlah maksi­mum dua pucuk per orang.

Selain itu ada juga senjata api berpeluru karet atau gas. Jenis sen­jata api itu antara lain adalah Re­volver, kaliber 22/25/32, dan sen­jata bahu Shortgun kaliber 12mm.

Kalangan sipil yang diper­kenankan memiliki senjata api adalah pejabat negara, pejabat swasta dan perbankan. Untuk pe­jabat swasta dan perbankan yang diperbolehkan hanya pre­siden direktur, presiden ko­misaris, komisaris, direktur utama dan direktur keuangan.

Pejabat negara yakni menteri, ketua MPR, ketua DPR, ang­gota DPR, sekretaris kabinet dan sekjen, dirjen dan irjen di ke­menterian. Kemudian gu­ber­nur, wakil gubernur, sek­wil­da, rwilprop, dan ketua DPRD.

Di jajaran TNI/Polri mereka yang diperbolehkan memiliki senjata api hanyalah perwira ting­gi dan perwira menengah de­ngan pangkat serendah-ren­dahnya kolonel, namun me­mi­liki tugas khusus.

Demikian pula untuk pur­na­wirawan. Yang diperbolehkan hanyalah perwira tinggi dan per­wira menengah dengan pang­kat terakhir kolonel yang memiliki jabatan penting di pemerintahan/swasta.

Pasal 9 Undang-Undang  No­mor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Ke­pemilikan Senjata Api me­nyebutkan setiap orang yang bu­kan anggota tentara atau polisi yang memakai dan me­miliki senjata api harus mem­punyai izin pemakaian senjata api menurut contoh yang dite­tapkan kepala kepolisian negara.

Dengan dasar itu, setiap izin ke­pemilikan atau pemakaian sen­jata api harus ditandatangani lang­sung Kapolri. Tidak bisa di­delegasikan kepada pejabat lain se­perti Kapolda. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

UPDATE

10 Tahun Rezim Jokowi Dapat 3 Rapor Biru, 1 Rapor Merah

Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:05

Konflik Geopolitik Global Berpotensi Picu Kerugian Ekonomi Dunia hingga Rp227 Ribu Triliun

Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:04

Arzeti Minta Korban Pencabulan di Panti Asuhan Darussalam Annur Dapat Pendampingan Psikologis

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:58

KPK Sita Agunan dan Sertifikat dalam Kasus Korupsi BPR Bank Jepara Artha

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:42

Gerindra Bakal Bangun Oposisi untuk Kontrol Parpol Koalisi?

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28

Imigrasi Tangkap Buronan Interpol Asal China di Bali

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28

Hari Ini, Andi Arief Terbang ke India untuk Transplantasi Hati

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:23

Prabowo Hadiri Forum Sinergitas Legislator PKB, Diteriaki "Presiden Kita Berkah"

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:11

Akomodir Menteri Jokowi, Prabowo Ingin Transisi Tanpa Gejolak

Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:59

Prabowo Tak Akan Frontal Geser Jokowi

Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:44

Selengkapnya