Berita

PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo)

X-Files

1 Tersangka Kasus Askrindo Dapat Status Tahanan Kota

Setelah Kasusnya Dilimpahkan Ke Kejaksaan
MINGGU, 06 MEI 2012 | 09:37 WIB

RMOL. Salah satu tersangka kasus korupsi dan pencucian uang milik PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), Umar Zen alias A Chung dapat status tahanan kota. Jaksa berdalih, perubahan status penahanan dilatari alasan kemanusiaan.

Keputusan memberi status tahanan kota itu, berbeda dengan keputusan polisi yang sebelum­nya menahan tersangka pem­bo­bol dana perusahaan asuransi di ba­wah bendera BUMN ini.

Kepala Pusat Penerangan Hu­kum Kejaksaan Agung Adi Toe­ga­risman beralasan, bos PT Tran­ka Kabel (TK) itu sakit. Tapi, dia tak mau membeberkan sakit yang di­derita salah satu tersangka ka­sus pembobolan dana Askrino se­kitar Rp 400 miliar ini.

Menurut Jaksa Agung Muda Pe­ngawasan Marwan Efendy, kaki tersangka patah dan terpaksa menggunakan kursi roda. Jika tetap ditahan, katanya, tidak ada yang bisa merawat Umar.  

Marwan menambahkan, sakit yang dialami tersangka bisa menghambat proses persidangan. Untuk itu, jaksa memutuskan me­ngubah status tahanan tersebut menjadi tahanan kota.

Ha­ra­pan­nya, selama berstatus tahanan kota, Umar bisa berobat mak­si­mal. Dengan kesembuhan Umar, lanjutnya, proses persida­ngan bisa digelar tanpa ham­ba­tan. “Agar tersangka dapat me­ngikuti persidangan tanpa alasan sakit dan sebagainya.”

Menyangkut teknis perubahan menjadi status tahanan kota, me­nurut Marwan, Umar telah me­nyelesaikan kewajibannya. Ke­wajiban yang dimaksud ada­lah, mengganti kerugian negar a yang diduga dikorupsinya. Tapi, bera­pa nominal uang pengganti yang telah disetor, Marwan belum bisa merincinya.

Dia menambahkan, jaminan dari tersangka juga jelas. Pe­na­ha­nan kota diberikan setelah ke­luarga dan tim kuasa hukum mem­beri  jaminan bahwa ter­sang­ka tak akan melarikan diri serta menghilangkan barang buk­ti. “Kejari Jaksel juga sudah ber­koordinasi dengan Imigrasi. Jak­sa meminta Imigrasi mencekal dan mencabut paspor yang ber­sangkutan,” ucapnya.

Dengan begitu, menurut Mar­wan, kekhawatiran tersangka akan melarikan diri sudah di­an­ti­sipasi sejak dini. Intinya, sam­bung dia, selama menyandang sta­tus tahanan kota, tersangka wajib menjalani pengobatan. Perkembangan hasil pengobatan yang dijalani tersangka pun wajib dilaporkan pada jaksa tiap pekan.  Selama berstatus tahanan kota, kata Marwan, tersangka juga di­kenai status wajib lapor. “Te­k­nisnya dita­ngani Kejari Jaksel,” ujarnya.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto menyatakan, kewenangan mem­be­rikan status tahanan kota itu ada di tangan jaksa. Soalnya, Pol­da Metro Jaya sudah selesai me­na­ngani kasus ini. “Berkas per­kara dan tersangka sudah dilim­pahkan ke kejaksaan.”

Dalam kasus pembobolan dana Askrindo, Subdit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Res­krimsus Polda Metro Jaya mene­tapkan tujuh tersangka. Lima ter­sangka dari perusahaan manager investasi (MI) adalah Markus Sur­yawan dan Beni Andreas (PT JS), Ervan Fajar Mandala dari PT RAM dan T Helmi Azwari dari PT HAM serta Umar Zen dari PT Tranka Kabel selaku penerima aliran dana.

Sebelumnya, polisi menetap­kan dua tersangka yang me­ru­pa­kan bekas Direktur Keuangan PT Askrindo Zulfan Lubis dan Rene Setiawan. Dua tersangka ini dite­ngarai telah bekerjasama dengan sejumlah manajer investasi (MI) untuk menyalurkan dana Askrin­do ke perusahaan investasi ter­se­but. Kedua tersangka ini diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan jalan membuat rekayasa keuangan dengan bekerjasama dengan MI.

REKA ULANG

Mabes Polri Sempat Cium Aroma Tak Sedap?

Apakah Mabes Polri sempat mencium aroma penyimpangan dalam penanganan kasus korupsi di perusahaan asuransi milik ne­gara (BUMN) ini? Soalnya, jauh sebelum tersangka Umar Zen da­pat status tahanan kota dari ke­jaksaan, Mabes Polri sempat tu­run tangan saat kasus ini di­ta­nga­ni Polda Metro Jaya.

Namun, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya saat itu, Kom­bes Baharuddin Djafar beralasan, turun tangannya penyidik Mabes merupakan hal yang biasa. Bukan karena ada penyimpangan dalam penanganan kasus ini.

Sedikitnya 27 personel B­a­res­krim Mabes Pori diturunkan un­tuk membantu mempercepat pe­nyidikan di Direktorat Reserse Kri­minal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya.

Menurut Baharuddin, pe­nanganan kasus Askrindo perlu ke­­hati-hatian ekstra, sehingga mun­cul kesan lamban. “Tapi, tidak ada penyimpangan penye­lidikan dan penyidikan kasus ini,” katanya.

Alasan senada disampaikan Kepala Divisi Humas Polri saat itu Irjen Anton Bachrul Alam. Dia menyatakan, kasus Askrindo masuk kategori perkara besar. Un­tuk itu, penanganannya harus hati-hati dan cermat.

Menurutnya, bisa saja Mabes Polri mengambil alih kasus terse­but dari Polda Metro Jaya. Na­mun, langkah tersebut tidak dila­kukan. Pertimbangannya, kasus ini sudah berjalan di Polda Metro Jaya. “Kami tinggal mem­tak lama kemudian dana tersebut kembali ditransfer ke rekening Askrindo. “Diduga ada pen­cu­cian uang,” tandasnya.

Temuan tersebut, tambah dia, su­dah ditanyakan ke pihak Ba­pe­pam LK yang belakangan me­la­por­kan kasus tersebut. Kepada pe­nyidik, saksi ahli dari Biro Pe­ngelolaan Investasi dan dari Biro Transaksi Lembaga Efek Ba­pe­pam menerangkan transaksi ter­se­but menyalahi aturan.

Menurut Baharuddin Djafar, laporan Bapepam ke kepolisian, sejak awal menyebutkan adanya penempatan dana investasi yang tidak sesuai undang-undang pe­nanaman modal. Askrindo meng­himpun dana nasabah un­tuk di­investasikan lagi ke pe­ru­sa­haan investasi.

Kejaksaan Mengundang Kecurigaan Masyarakat

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Langkah kejaksaan mem­be­ri­kan status tahanan kota bagi ter­sangka kasus Askrindo, me­nurut anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa, bisa me­ngun­dang kecurigaan masyarakat.

Dia pun mengingatkan agar perubahan status tahanan men­jadi tahanan kota, jangan sam­pai dimanfaatkan sebagai mo­mentum untuk memperoleh ke­untungan pribadi. “Alasannya ha­rus logis dan jelas. Ada kri­te­ria yang harus dipenuhi,” katanya.

Lantaran itu, Desmon akan menanyakan masalah peru­ba­han status tahanan tersebut ke­pada pimpinan kejaksaan. Apa­lagi, selama ini kepolisian tidak memberikan status tahanan kota kepada para tersangka per­kara tersebut.   

Perubahan status tahanan menjadi tahanan kota itu, lanjut Desmon, harus disampaikan se­cara transparan kepada ma­sya­rakat. “Kalau begini bisa me­ngundang kecurigaan pub­lik. Menganggu rasa keadilan ma­syarakat,” tandasnya.

Tanpa keterbukaan, kata Des­mon, bisa saja pemberian status tahanan kota dijadikan sebagai akal-akalan oleh penegak hu­kum. “Memberi status tahanan kota merupakan hak jaksa. Na­mun, hal itu harus diikuti per­tanggungjawaban yang jelas,” tegasnya.

Dia ingin, bentuk perubahan status tahanan didahului proses penyitaan aset tersangka. De­ngan begitu, jika tahanan ter­se­but melarikan diri, aset hasil korupsinya sudah aman. “Ting­gal memikirkan bagaimana ek­sekusi badan tersangka di­l­a­ku­kan,” tuturnya.

Yang jelas, rangkaian proses perubahan status tahanan ini harus segera diselesaikan. Jika tersangka sakit, apakah keja­ksa­an tidak mampu menghadirkan dokter yang khusus menangani penyakit tersangka itu. Yang lebih berbahaya, kata Desmon, biasanya tersangka pura-pura sa­kit. â€Untuk itu, alangkah baik­­nya jaksa segera menge­va­luasi penetapan status tahanan kota ini,” tuturnya.

Picu Kecemburuan Tersangka Lain

Iwan Gunawan, Sekjen PMHI

Sekjen Perhimpunan Magis­ter Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawan juga me­ngi­ngat­kan, perubahan status taha­nan menjadi tahanan kota pada tersangka kasus korupsi harus melewati tahapan yang sangat ketat. Tidak bisa sembarangan, ka­rena pola ini bisa diikuti ter­sangka perkara korupsi lainnya.

“Apalagi Umar Zen ini ada­lah tersangka kasus korupsi. Ni­lai kasusnya pun sangat fan­ta­stis, Rp 400 miliar. Pokok per­ka­ranya pun berjalan dalam teng­gat waktu yang sangat pan­jang,” tandasnya.

Para tersangka kasus dugaan korupsi yang sangat besar se­per­ti ini, menurut Iwan, secara hu­kum tidak layak men­da­pat­kan perlakuan khusus. Karena itu, pertimbangan  ke­ma­nu­sia­an hendaknya bisa dip­er­tang­gung­jawabkan kejaksaan.

­“Da­lih sakit seperti itu biasa di­gu­na­kan tersangka. Tak ja­rang, me­reka memanfaatkan hal itu un­tuk melarikan diri,” tegasnya.

Kalau sudah begitu, kejak­sa­an bakal repot. Rangkaian pen­carian pun terpaksa dilakukan. Hal ini,  jelas makan waktu, ener­gi dan biaya besar.  Untuk itu, hal tersebut hendaknya dihindari.

Upaya memberikan status tahanan kota, kemungkinan me­micu kecemburuan  tersangka lainnya. Para tersangka lain akan berupaya mendapatkan status tersebut. Di sinilah, kata dia lagi, proses tawar-menawar akan terbuka.

Jika jaksa tidak berpegang pada prinsip profesionalisme ke­jaksaan, dia yakin, ke depan akan lebih banyak tersangka yang menyandang status taha­nan kota. Apalagi, umumnya para ter­sangka kasus korupsi me­miliki kekuatan finansial be­sar. Dengan kemampuan ke­uangan yang besar tersebut, me­reka bisa berusaha optimal memenuhi se­tiap kemauannya. “Ini tentunya ha­rus di­was­padai.”  [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya