RMOL. Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Jerman, bersama dengan PPI Berlin, dan Nahdlatul Ulama Cabang Istimewa Jerman, menolak kedatangan Komisi I DPR-RI yang datang ke Jerman.
Penolakan ini disampaikan secara bersama oleh para mahasiswa-mahasiswi yang hadir di acara tatap muka di KBRI Berlin, dengan dihadiri oleh para anggota DPR-RI Komisi I beserta keluarga dan rombongan.
Protes mahasiswa-mahasiswi itu direkam mereka dan diunggah ke YouTube sejak kedatangan para anggota Dewan Bandara Tegel di Berlin, Senin (23/4/2012). Para anggota Komisi I diantaranya adalah Vena Melinda (Fraksi Partai Demokrat) dan Yorris Raweyai (Fraksi Partai Golkar).
Dalam pernyataan penolakannya, PPI Jerman, PPI Berlin, dan NU menuntut tiga hal, yaitu transparansi dari setiap anggota DPR RI mengenai agenda kunjungan ke luar negeri beserta biaya yang akan dikeluarkan. Informasi tersebut harus dipublikasikan paling lambat 1 bulan sebelum keberangkatan.
Kedua, melaporkan hasil kunjungan tersebut kepada rakyat melalui website DPR RI dan media massa. Dan, permintaan agar wakil rakyat untuk tidak menghamburkan uang rakyat dengan terbang ribuan kilometer untuk Rapat Dengar Pendapat dengan KBRI dan KJRI. Hal ini bisa dilakukan lewat telekonferens, atau ketika pejabat-pejabat KBRI dan KJRI berada di Jakarta.
Melihat rendahnya urgensi kunjungan dan dana sebesar Rp 3,1 miliar yang telah dikeluarkan untuk membiayai perjalanan ini, PPI Jerman, PPI Berlin, dan NU Cabang Istimewa Jerman sepakat untuk menolak DPR.
Setelah pembacaan pernyataan selesai, para mahasiswa yang tergabung dalam PPI, bersama dengan perwakilan NU Cabang Istimewa Jerman, sepakat untuk mempertegas protes mereka lewat aksi
walk out. Langkah ini diambil karena selama ini dialog dengan para wakil rakyat tidak membuahkan perbaikan apa pun.
Anggota DPR di Komisi III dari Fraksi Gerindra yang juga Ketua Fraksi Gerindra di MPR, Martin Hutabarat, memberikan apresiasi pada para pelajar. Namun dia harap, sikap para mahasiswa itu tidak membuat rekan-rekannya kecil hati.
"DPR tidak perlu berkecil hati, justru harus berbesar hati karena berkesempatan melihat pandangan masyarakat yang berbeda terhadap kinerja DPR. DPR harus lebih berani berdialog dan membuka diri terhadap adik-adik mahasiswa," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Jumat, 27/4).
Bagaimana cara mengadakan dialog dengan mereka yang di luar negeri itu menurutnya bisa diakali.
"Adakan secara berkala di saat mereka pulang liburan ke Tanah Air. Dengan dialog itu DPR dan mahasiswa bisa saling mengerti tugas dan tanggung jawab masing-masing," jelasnya.
Tapi bagaimanapun juga, dia berharap DPR memanfaatkan tenaga dan pengalaman mereka dalam mengumpulkan data atau informasi yang diperlukan dari luar negeri untuk keperluan tugas DPR guna mengurangi frekwensi kunjungan studi banding anggota DPR.
[ald]