Berita

Rikwanto

X-Files

Polisi Cari Tersangka Baru Kasus Pemerasan Bos Indosat

Selain Geber Berkas Tersangka Denny AK
JUMAT, 27 APRIL 2012 | 09:38 WIB

RMOL. Kasus mafia pulsa berbuntut panjang. Polda Metro Jaya tengah mengentaskan kasus dugaan pemerasan terhadap Direktur Utama Indosat Harry Sasongko Tirtotjondro oleh Ketua LSM Komunitas Telekomunikasi Indonesia (KTI), Denny AK.

Keterangan seputar hal ini disampaikan Kepala Bidang Hu­mas Polda Metro Jaya Kom­bes Rikwanto. Menurut dia, pe­nyi­dik berusaha mempercepat pem­berkasan kasus ini agar bisa se­gera dilimpahkan ke kejaksaan. Menurutnya, selain intensif me­meriksa tersangka, penyidik juga sudah melengkapi berkas perkara dengan keterangan saksi-saksi.

Saksi dalam kasus ini sekaligus merupakan korban pemerasan tersangka Denny sebesar dua ribu dolar Amerika Serikat. “Saksi-sak­si dan keterangan tersangka tengah diberkas,” katanya. Di­urai­kannya, saat penangkapan Denny, polisi menemukan uang dalam bentuk dolar Amerika.

Uang dalam amplop coklat ter­sebut disita langsung dari tangan Denny. Disinggung soal modus pe­merasan Denny, dia me­nya­ta­kan, sebelumnya tersangka sem­pat menyurati Dirut Indosat.

Surat tersebut berisi sejumlah permasalahan yang berkaitan dengan operasional provider In­do­sat. Di surat tersebut, Denny meminta Dirut Indosat me­ne­muinya. Tak tanggung-tanggung, jadwal pertemuan ditentukan tersangka dalam kurun waktu 3x24 jam. “Bila tidak mau me­nemuinya, tersangka mengancam akan mem­publikasikan kebob­ro­kan operasional provider ter­se­but,” kata Rikwanto.

Tapi, pihak Indosat tidak meng­gubris ancaman Denny. Be­laka­ngan, Denny  mengirim SMS dan telepon agar Indosat segera me­nanggapinya. Karena didesak ter­us, lanjut Rikwanto, akhirnya pi­hak Indosat menemui Denny.

Lalu, bebernya, pertemuan Den­ny dengan kuasa hukum Indosat dilaksanakan Jumat (20/4) siang. Pertemuan dilakukan di sebuah restoran di Plaza Indo­nesia, Jakarta.

Dalam pertemuan itu, kata Rikwanto, Denny mengajukan permintaan berupa uang “tutup mulut”. Jumlah yang diajukan pun sangat fantastis. “Dia me­minta miliaran rupiah kepada Di­rut Indosat,” ucapnya. Tapi tim kuasa hukum Indosat berusaha nego. Maksudnya, uang akan dib­erikan tapi tidak secara tunai. “Indosat setuju untuk mem­be­ri­kan secara bertahap,” ujarnya.

Awalnya, Indosat me­nye­rah­kan dua ribu dolar Amerika lebih dulu. Begitu uang diterima Denny,  polisi yang mendapat laporan kasus ini menangkapnya.

Kepala Sub Direktorat Ke­ama­nan Negara Polda Metro Jaya AKBP Daniel Bolly Tifauna menyatakan, tersangka langsung ditahan di Polda Metro. Untuk kepentingan penyidikan, pe­me­riksaan tersangka dilakukan se­cara komprehensif.

Hasil pemeriksaan sementara, menurutnya, tersangka mengaku melakukan aksinya seorang diri. Namun, kepolisian tidak mau begitu saja mempercayai kete­ra­ngan Denny. Untuk itu, tersangka masih menjalani pemeriksaan. “Kami ingin mengetahui siapa lagi yang terlibat dalam kasus tersebut,” ujarnya. Dia  menam­bahkan, kepen­ti­ngan peme­rik­saan juga di­lak­sa­na­kan untuk me­lengkapi berkas perkara kasus ini.

Kasus pemerasan ini, duganya, berkaitan dengan kasus mafia pulsa yang digarap Panja DPR dan Mabes Polri. Dia menga­ta­kan, selama ini tersangka me­mi­liki data tentang layanan provider dan setumpuk persoalan di da­lam­nya. Dari situ, tersangka juga sering membuat laporan pada kepolisian, kejaksaan maupun Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Namun disayangkan, laporan-laporan tersebut belakangan justru diduga dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan pribadi.

Yang paling penting, saat ini tugas utama kepolisian adalah berusaha mempercepat peny­e­le­saian berkas perkara kasus ini.

“Biar kasus pelanggaran Pasal 368 KUHP ini bisa segera dilim­pahkan ke kejaksaan dan dibawa ke pengadilan,” kata be­kas Ka­sat­reskrim Polres Jakarta Timur ini.

Kepolisian masih mengem­bangkan kasus pemerasan lain yang diduga dilakukan Denny. Diketahui, Denny selama ini cu­kup vokal melontarkan kritiknya kepada operator dan regulator telekomunikasi.

Sasaran yang pernah disomasi KTI dan Denny pun tak cuma Indosat. Kasus sebelumnya yang sempat mencuat adalah ketika KTI menyeret dua penyedia la­ya­nan Broadband Wireless Access (BWA) atau yang lebih di­kenal dengan WiMax, yakni PT First Media dan PT Berca Global Access pada April 2011. Kedua­nya dilaporkan KTI ke pihak ber­wajib atas tuduhan telah me­la­ku­kan kebohongan publik.

Namun seiring berjalannya wak­tu, kasus tersebut menguap. Itu baru satu contoh kasus yang ter­­cium oleh media. Bukan tidak mung­kin, kata Kombes Rik­wan­to, masih ada lagi kasus lain yang di­mainkan ter­sangka.

“Itu semua bisa saja terjadi. Tapi nanti lah kita sedang kem­bangkan,” ujarnya.

REKA ULANG

Kasus Korupsi Di Indosat Tetap Jalan

Kejaksaan Agung tak ter­pe­ngaruh dengan tertangkapnya Denny AK, yang merupakan pelapor kasus korupsi pengalihan jaringan internet 3G milik PT Indosat ke anak perusahaannya, Indosat Mega Media (IM2), kare­na tertangkap tangan memeras.

Dipastikan, penyidikan kasus korupsi yang sudah menetapkan bekas Dirut IM2 Indar Atmanto sebagai tersangka itu, akan tetap berlanjut. “Saya kira tidak ada pe­ngaruhnya. Meski yang ter­tang­kap pelapornya, kan terpisah ma­salahnya,” kata Wakil Jaksa Agung Darmono, Senin (23/4).

Ditegaskan Darmono, pihak­nya tetap yakin ada unsur korupsi dalam kasus pengalihan jaringan yang berlangsung pada tahun 2006 tersebut. Penyidikan hanya akan berhenti jika buktinya di­nilai tak cukup. “Tetap berlanjut dong,” katanya lagi.

Denny AK yang juga Ketua LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia (KTI) ditangkap Di­rek­torat Reserse Umum Polda Metro Jaya, Jumat (20/4), selepas ber­te­mu pengacara Indosat. Dia ter­tangkap tangan memeras Indosat senilai 20 ribu dolar Ameriksa Se­ri­kat atau sekitar Rp 180 juta.

Kasus Indosat awalnya dilapor­kan Denny ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Tapi karena tempat kejadian perkaranya tak hanya di Jabar, bagian Pidana Khusus Ke­jaksaan Agung mengambil alih. Versi KTI, kerugian negara yang timbul dari kasus ini mencapai Rp 3,8 triliun, dihitung sejak ta­hun 2006 sampai 2011.

Kejaksaan sudah meminta Ba­dan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung kerugian negara yang nantinya jadi acuan pe­nyidikan.

Persoalan Utama Belum Tersentuh

Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir menya­yang­kan motif kejahatan yang di­duga dilakukan Ketua LSM Ko­munitas Telekomunikasi In­donesia (KTI) Denny AK. Un­tuk itu, dia mendesak kepolisian membongkar siapa otak di belakang tersangka ini.

“Persoalan utama dari pe­nangkapan tersangka ini masih belum tersentuh. Saya ingin agar otak di belakang Denny ter­ungkap,” kata anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.

Pola kejahatan ini, menurut Nudirman, sangat rapi. Artinya, patut diduga terkoordinir dan melibatkan ahli-ahli teknologi informatika. Sebab, tanpa ada keterlibatan ahli telek­o­mu­ni­kasi, niscaya Denny tak bisa men­dapat data valid tentang dugaan kebobrokan perusahaan operator telepon seluler.

Ditambahkannya, kepolisian tidak boleh terpaku pada per­soa­lan pemerasan saja. Ke­jahatan tersangka yang nota bene sarat muatan teknologi canggih dan mutakhir, hendak­nya bisa dibongkar. Hal tersebut ditujukan agar kepastian hukum terkait masalah telekomunikasi menjadi lebih jelas.

“Supaya operator, provider dan kon­sumen telekomunikasi tidak terus-menerus dirugikan,” tandasnya.

Dia menilai, dalih tersangka yang selama ini intens bermain di lingkup telekomunikasi sa­ngat brilian. Aksinya men­so­ma­si sejumlah operator besar pun bukan kejahatan yang bisa di­anggap sepele. Dari situ, tam­pak bahwa tersangka dan kon­co-konconya, itu be­r­pe­nga­la­man di bidangnya.

Sekalipun demikian, Nu­dir­man sependapat jika kepolisian saat ini berusaha optimal mem­percepat pemberkasan perkara. Paling tidak, tambah dia, nan­ti­nya semua misteri perkara yang menyangkut nama Denny bisa diungkap di pengadilan.

“De­ngan catatan, jaksa dan hakimnya cermat menanggapi modus dan pola kejahatan yang bersangkutan,” tuturnya.

Mesti Sigap Hadapi Penyelewengan Operator

Alfons Leomau, Pengamat Kepolisian

Pensiunan Polri Kombes (purn) Alfons Leomau me­ngingatkan, modus pemerasan oleh LSM seperti ini harus di­waspadai operator dan per­u­sa­haan provider.

Akan tetapi, Alfons juga me­wanti-wanti agar penegak hu­kum tidak setengah-setengah dalam menindak operator dan provider yang diduga ber­ma­sa­lah. “Jangan hanya tegas ke­pa­da pemeras yang nota bene ma­suk kategori kejahatan ke­cil. Tapi, juga harus sigap meng­­ha­dapi penyelewengan operator yang merugikan ma­syarakat,” tuturnya.

Alfons menambahkan, ter­sangka Denny AK patut diduga sudah sering melakukan pe­me­ra­san. Kemungkinan, aksi-ak­sinya selama ini berjalan lancar. “Saya harap, kepolisian mampu membongkar dugaan kejaha­tan-kejahatan tersangka se­be­lumnya,” tutur dia.

Keberhasilan mengungkap ke­ja­hatan tersangka, lanjut Al­fons, bisa sukses jika sederet pe­rusahaan operator maupun pro­vider yang pernah jadi korban pemerasan mau melaporkan hal itu ke kepolisian.

Jadi, katanya, diperlukan hu­bungan simbiosis mutualisme antara penyidik dengan korban. Dari situ, kejahatan tersangka dapat diungkap secara terbuka atau gamblang. “Laporan dari kor­ban-korban itu bisa me­nguat­kan proses penyidikan di kepolisian,” ujarnya.

Mengenai kemungkinan, Denny AK dibekingi oknum kuat, Alfons mengatakan bahwa hal itu bisa saja terjadi. Lantaran itu, lagi-lagi dia meminta agar penyidik kasus ini cermat dalam meneliti semua fakta yang di­kumpulkan. Keterangan saksi maupun tersangka kasus ini, jadi kunci keberhasilan me­ngem­bangkan kasus tersebut. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya