Berita

ilustrasi, mobil dinas

On The Spot

Isi Pertamax Bila Dapat Voucher BBM

Yah... Mobil Dinas Masih Minum Premium
KAMIS, 26 APRIL 2012 | 09:26 WIB

RMOL. Rahardjo dan empat orang kawannya asyik berbincang di bagian belakang gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menghadap ke pintu di Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat.

Lima gelas kopi hitam ikut menemani mereka yang sehari-hari menjadi sopir pejabat di kementerian yang dipimpin Ti­fatul Sembiring itu.

Bila tak sedang mengantar pejabat ke luar kantor, Rahardjo dan sopir lainnya di sini sambil memantau mobil yang terparkir.

“Saya sudah berganti-ganti membawa kendaraan dinas di kantor ini. Mulai yang bagus sampai yang sudah keluaran lama. Sekarang saya membawa Kijang Super untuk pejabat eselon IV,” tutur Rahardjo.

Pria asal Jawa Timur ini lantas menunjukkan belasan mobil yang sedang terparkir di bagian bela­kang gedung Kemenkominfo. Me­nurutnya, mayoritas ken­da­ra­an sedang terparkir itu me­ru­pa­kan kendaraan dinas kementerian.

Belasan kendaraan yang ter­parkir itu berbeda tipe dan tahun keluarnya. Ada mobil yang warna dan body kendaraannya tampak ma­sih baru seperti Kijang Innova, Nissan X-Trail, Toyota Vios. Tapi ada juga yang warna dan body ken­daraannya sudah tidak mulus lagi.

Sudah dipasang stiker elek­tronik pembatasan BBM? “Lihat saja, semua kendaraan baik yang baru maupun lama, mewah mau­pun standar belum ada yang di­pasang stiker. Saya saja belum dengar soal pemasangan stiker itu,” katanya sambil merapikan seragam safari warna coklat yang dipakainya.

Seperti diketahui, awal Mei nanti pemerintah akan me­nge­luar­kan larangan pemakaian ba­han bakar minyak bersubsidi je­nis premium, baik bagi semua mobil dinas instansi pemerintah maupun mobil operasional ba­dan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD).

Sebagai tahap awal, pelarangan pemakaian BBM bersubsidi bagi mobil dinas akan diterapkan di wilayah Jabodetabek. Selanjut­nya, aturan itu akan diberlakukan bagi mobil instansi pemerintah, BUMN dan BUMD, di wilayah Jawa dan Bali, yang telah siap infrastruktur penyediaan BBM nonsubsidi jenis pertamax.

Adapun kendaraan pribadi yang nantinya dilarang men­g­gu­na­kan BBM bersubsidi jenis premium adalah mobil yang me­miliki ka­pasitas mesin di atas 1500 cc. Nah, untuk menandakan kendaraan itu boleh pakai BBM subsidi akan di­pasang stiker elektronik.

“Karena waktunya mepet, kami pastikan akan meng­gu­na­kan stiker,” ujar anggota Komite BPH Migas Ibrahim Hasyim.

Ibrahim mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan kepo­lisian dan Organisasi Angkutan Darat (Organda) untuk me­ma­sang stiker tersebut. Pada tahap pertama, stiker dipasang pada mo­bil dinas pemerintah, baik mi­lik kementerian/lembaga, ata­u­pun milik BUMN.

“Ini, kan, bertahap, nanti mobil dinas dulu. Tahap dua baru kan un­tuk wilayah Jabodetabek. Kami akan lakukan simulasi se­cepatnya,” tandasnya.

Bagi Rahardjo, rencana peme­rintah melarang kendaraan dinas menggunakan BBM bersubsidi masih simpang siur. Dia belum pernah diberitahu bosnya agar tak penggunaan premium.

“Selama ini kalau isi bensin, bos saya bilang perlu disiasati. Misalnya kalau isi bensin 40 liter, maka 20 liter premium dan 20 liter pertamax. Itu pun kalau jatah kantor masih ada, baru pakai pertamax,” jelasnya.

Kata Rahardjo, kendaraan operasional pejabat eselon III dan IV mendapatkan jatah BBM se­be­sar 50 liter sebulan. Jatah itu berupa kupon voucher yang nanti bisa ditukarkan di SPBU mana­pun. Dengan voucher inilah, Ra­hardjo mengisi kendaraan yang di­kemudikannya dengan pertamax.

“Sebulan itu tentunya jatah 50 liter BBM tidak akan cukup. Ka­lau jatah sudah habis, tentu untuk isi bensin akan ditanggung pe­ga­wai yang bersangkutan. Karena ti­dak tanggung, saya se­ring di­suruh bos agar isu pre­mium saja,” jelasnya.

Jerry, sopir lainnya juga ber­pendapat yang sama. Pria yang sehari-hari mengemudikan mobil Kijang Innova warna hitam itu hampir setiap hari isi premium. Minimal 10 liter sehari.

“Saya ini kan sopir, hanya ikut perintah saja. Kalau bos mintanya premium, saya isi premium. Apa­lagi kalau ke luar kota atau sering dibawa mondar-mandir, pasti saya akan disuruh isi premium,” terangnya.

Pria asal Medan ini khawatir ke­bijakan pelarangan memakai BBM bersubsidi bagi kendaraan dinas bakal berimbas kepada mereka. “Kalau isi premium, ten­tu pengeluaran bos tidak akan ter­lalu besar untuk isi bahan bakar. Tapi kalau mesti pakai pertamax, pengeluaran bos pastinya akan bertambah besar,” jelasnya.

Jerry khawatir uang makan yang biasa diberikan kepadanya bakal dikurangi. “Kalau dalam sebulan isi bensin lebih banyak dari biasa saja, jatah uang makan jarian kita dipotong dari Rp 25 ribu menjadi Rp 15 ribu. Saya tidak bisa bayangkan kalau nanti pakai pertamax,” katanya.

Pepe, sopir pejabat tingkat Ese­lon I merasa pelarangan peng­gu­na­an BBM bersubsidi tidak akan berpengaruh terhadap dirinya. Se­belum dikeluarkan peraturan res­mi soal ini, pejabat yang sela­ma ini disopirinya  sudah terlebih dahulu menggunakan pertamax.

“Mobil yang saya bawa jenis Honda CRV, tentu bahan bakar­nya bukan premium. Pelarangan BBM bersubdisi tidak akan ganggu pejabat Eselon I dan II,” katanya.

Pertamax Masih Impor, SPBU Asing Diuntungkan

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai ren­cana pembatasan BBM subsidi me­miliki banyak kelemahan. Se­lama ini pemerintah lemah dalam melakukan pengawasan.

“Pembatasan BBM subsidi ini banyak titik lemahnya. Ke­le­ma­han yang paling dominan dari ne­gara ini adalah lemah da­lam pe­nga­wasan. Banyak pe­nye­­le­we­ngan. Misalnya banyak mo­tor yang memiliki tanki be­sar beli BBM subsidi lalu dijual lagi di sekitar rumah mereka,” ungkap Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.

Apalagi, sambungnya,  wacana pembatasan BBM subsidi ter­sebut juga mengeluarkan biaya yang sangat besar sekali hingga Rp 400 miliar.

“Jadi berapa yang dihemat kalau pengeluarannya saja men­capai Rp 400 miliar. Ujung-ujung­nya habis juga,” paparnya.

Tak hanya itu, pembatasan BBM subsidi akan mengun­tung­kan SPBU asing. Karena tidak menutup kemungkinan nantinya  masyarakat beralih membeli bensin di SPBU asing.

“Nanti Pertamina kalah dengan SPBU asing. Pasokan pertamax yang dimiliki Pertamina kan ter­batas, jadi Pertamina masih harus mengimpor pertamax dari negara lain. Maka asing juga yang di­untungkan,” katanya.

Kendati demikian, Tulus setuju ke­bijakan yang dikeluarkan pe­me­rintah untuk membatasi pe­ngu­naaan subsidi BBM. Ala­san­nya, subsidi  BBM bukan untuk ke­las menengah atas.

“Pemerintah sudah kehabisan akal dengan melakukan cara ini, pengawasannya sangat sulit. Cara ini dapat dilakukan jika me­mang sudah tidak ada cara lain,” tambah Tulus.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI) Andrinof Chaniago berpendapat, kebijakan pembatasan konsumsi subsidi BBM memang penting dilakukan. Tapi, cara yang dila­ku­kan pemerintah tersebut, me­nu­rutnya, harus dikaji ulang.

“Aturan tersebut harus dida­sar­kan pada kajian yang cermat jangan berdasarkan ide spontan. Coba lihat dulu alternatifnya un­tuk (mobil bermesin) 1.300 cc ke ba­wah,” kata Andrinof.

Biar Mudah Diawasi Semua Mobil Dinas Pakai Pelat Merah

Rencana pemerintah untuk membatasi penggunaan BBM bersubsidi pada awal Mei di­pastikan molor. Sidang ka­binet paripurna yang dipimpin Pre­siden SBY Selasa lalu (24/4) tak memutuskan mengenai di­mulainya pembatasan.

Menko Perekomonian Hatta Rajasa mengatakan saat ini pe­merintah masih menguji mem­berlakukannya pada awal Mei mendatang. Namun dia mem­bantah, kalau sikap pemerintah ini dianggap sebagai pem­ba­ta­lan atas kebijakan tersebut.

“Pemerintah kan belum per­nah menetapkan kapannya itu. Jadi memang belum. Yang be­nar itu ya belum menentukan tanggalnya, tapi kita tetap sudah memiliki rencana itu. Tinggal nanti kita umumkan,” ujarnya usai sidang kabinet di kantor presiden, Selasa lalu.

Hatta menuturkan peme­rin­tah belum memutuskan apa me­tode pembatasan BBM subsidi. Saat ini pemerintah, kata dia, masih melakukan simulasi-simulasi penerapan pembatasan BBM bersubsidi.

“Semua itu harus secara ope­rasional mudah dikendalikan, dan mudah diterima. Itu intinya, sehingga kita tidak mau buru-buru,” katanya.

Menurutnya, selain kesiapan yang tak boleh terburu-buru, pe­merintah akan melakukan so­sialisasi dengan pemerintah dae­rah mengenai pembatasan BBM subsidi. Yakni pada Mu­sya­wa­rah Perencanaan Pem­ba­ngu­nan Nasional (Musrembangnas).

Hatta menjelaskan kuota BBM subsidi tahun 2012 hanya 40 juta kiloliter. Kalaupun ter­jadi kelebihan penggunaan di­harapkan tidak lebih dari 42 juta kiloliter.

Ia menambahkan kuota itu masih cukup bila tidak ada BBM bersubsidi yang bocor ke sektor perkebunan dan pertam­bangan. “Menurut saya kalau kita bisa menjaga agar tidak terjadi kebocoran, kita juga bisa menahan over kuota itu tidak tinggi. Ini sudah 108 persen-109 persen dari yang seha­rusnya. Jadi itu artinya kalau di­b­iarkan akan 44 juta kilo­liter kan. Jadi, kita tidak ingin yang ti­dak berhak itu yang meng­gu­na­kan. Tadi saya se­but­kan per­kebunan dan per­tambangan,” katanya.

Saat ini yang terpenting, kata ketua umum PAN itu, mem­be­rikan pemahaman pada ma­sya­rakat soal kebijakan pem­ba­tasan BBM subsidi.

“Diperlukan sosialisasi. Ide dan pemikiran yang bagus ha­rus bisa diimplementasikan. Kita tidak mau asal menjeplak, terus nggak bisa jalan. Kita ingin jalan,” katanya.

Anggota Komite BPH Migas Ibrahim Hasyim pesimistis pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi bisa dilakukan awal Mei. “Pembatasan BBM sub­disi itu proyek pemerintah, bu­kan kami. BPH Migas hanya mencari formulasi dan solusi atas kebijakan tersebut misal­nya dengan stiker,” katanya kepada Rakyat Merdeka.

Stiker kapan dipasang? Me­nurutnya, pemasangan stiker pada kendaraan dinas atau lain­nya tergantung instruksi peme­rintah. Hanya saja, pihaknya sudah berkoordinasi pada SPBU agar tidak memberikan BBM bersubsidi bagi ken­daraan berpelat merah.

Bagaimana dengan kenda­raan dinas yang berplat hitam? Menurutnya adanya kendaraan dinas yang berplat hitam me­mang menjadi kendala dalam pembatasan BBM di ling­ku­ngan pemerintah. “Ada rencana ingin menjadikan kendaraan di­nas hanya memiliki satu plat no­mor saja, yakni warna merah. Tapi itu masih terus dalam pem­bahasan,” ungkapnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

UPDATE

10 Tahun Rezim Jokowi Dapat 3 Rapor Biru, 1 Rapor Merah

Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:05

Konflik Geopolitik Global Berpotensi Picu Kerugian Ekonomi Dunia hingga Rp227 Ribu Triliun

Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:04

Arzeti Minta Korban Pencabulan di Panti Asuhan Darussalam Annur Dapat Pendampingan Psikologis

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:58

KPK Sita Agunan dan Sertifikat dalam Kasus Korupsi BPR Bank Jepara Artha

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:42

Gerindra Bakal Bangun Oposisi untuk Kontrol Parpol Koalisi?

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28

Imigrasi Tangkap Buronan Interpol Asal China di Bali

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28

Hari Ini, Andi Arief Terbang ke India untuk Transplantasi Hati

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:23

Prabowo Hadiri Forum Sinergitas Legislator PKB, Diteriaki "Presiden Kita Berkah"

Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:11

Akomodir Menteri Jokowi, Prabowo Ingin Transisi Tanpa Gejolak

Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:59

Prabowo Tak Akan Frontal Geser Jokowi

Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:44

Selengkapnya