BP Migas
BP Migas
RMOL. Kejaksaan Agung belum mendalami peran pihak Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dalam kasus korupsi proyek normalisasi lahan bekas eksplorasi PT Chevron Pasific Indonesia di Riau, yang diduga merugikan negara Rp 200 miliar.
Jaksa Agung Basrief Arief meÂngatakan, penyidik masih berÂkonsentrasi pada pelaksana lapaÂngan, yakni PT Chevron dengan dua perusahaan lokal kelompok kerjasama (KKS) yaitu PT Grand Planet Indonesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ).
“BP Migas nanti, setelah seÂleÂsai semua. Kami akan evaluasi dan lihat seberapa jauh pertangÂgungjawaban yang dibebankan kepada pejabat BP migas. Saya kira penyidikan masih jalan,†kata Basrief, kemarin.
Disinggung mengenai, satu dari tujuh tersangka yang belum diÂperiksa, yakni Alexiat TirtaÂwidÂjaja, Basrief menegaskan peÂnyiÂdik akan memeriksanya. “Nanti pada saatnya kami mintakan perÂtanggungjawaban. Kita lihat penyidikannya,†katanya.
Menurutnya, penyidik belum memerlukan penahanan terhadap tujuh tersangka kasus ini, antara lain lima dari pihak Chevron, yakÂni Endah Rubiyanti, Widodo, KuÂkuh, Alexiat Tirtawidjaja dan Bachtiar Abdul Fatah.
Dua terÂsangka lain dari peruÂsahÂaan swasÂta kelompok kerjaÂsama yakni, DiÂrektur PT Green Planet InÂdonÂeÂsia Ricksy PreÂmaÂturi, dan DiÂrekÂtur PT Sumigita Jaya Herlan.
“Soal penahanan, sesuai keÂtenÂtuan undang undang, itu buÂnyiÂnya dapat dilakukan peÂnaÂhaÂnan, bukan harus atau wajib diÂtaÂhan. Kemudian dinilai tim peÂnyidik, apa perlu dilakukan peÂnaÂhanan,†katanya.
Jaksa Agung Muda Pidana KhuÂsus Andhi Nirwanto menÂjeÂlasÂkan, 10 orang anggota tim peÂnyidik yang diturunkan pada pekan lalu ke Riau akan kembali ke Jakarta, Sabtu(14/4) ini.
DeÂngan begitu, pada pekan depan pihaknya akan melakukan evaluasi, termasuk meneliti keÂterÂlibatan pihak BP Migas sebagai badan pengawas negara dalam proyek migas.
Dikatakan Andhi, tidak meÂnuÂtup kemungkinan bagi penyidik untuk melakukan penahanan kepada enam tersangka meskipun mereka sudah dicegah ke luar neÂgeri. “Yang enam itu sudah kami cekal dan penyidikan sedang berÂlangsung,†katanya.
Dia beralasan, Alexiat TirtaÂwidjaja yang merupakan pimÂpiÂnan Chevron dan tengah berada di Amerika, tidak masuk daftar pencarian orang (DPO) karena ada tahap administrasi yang mesti diÂjalani. “Tata cara atau penÂceÂgaÂhan itu ada adminsitrasinya. Dia harus dimintai keterangan dulu dan itu diambil fotonya dan kami beÂlum dapat,†alasannya.
Sementara itu, pihak BP MiÂgas meÂrasa sudah melakukan tugas peÂngawasannya dalam kasus BioÂremediasi ini. Bahkan, di maÂta BP Migas, PT Chevron PaÂsific Indonesia (CPI) sangat semÂpurna dan tak ada cacat huÂkum. AnehÂnya, Kejaksaan Agung maÂlah meÂnemukan adanya keÂrugian negara yang besar dalam kasus ini.
“Keterlibatan BP Migas dalam hal sebagai pengawas dan peÂngenÂdali kegiatan operasinya ChevÂron. Selama ini kegiatan bioÂremediasi Chevron justru kami anggap sebagai proyek perÂcontohan dan diakui berhasil oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Terbukti dengan penilaian KLH yang memberi nilai proper biru,†ujar Humas BP Migas Gde PraÂdnyana, kepada Rakyat Merdeka.
Dikatakan Gde, tidak banyak perusahaan tambang yang memÂperoleh nilai setinggi itu. Bahkan, lanjut Gde, Chevron terikat deÂngan regulasi ketat anti korupsi Amerika. “Chevron adalah perÂuÂsaÂhaan yang terikat dengan unÂdang-undang anti korupsi AmÂeÂrika (FCPA) yang pasti akan membuat mereka tidak akan beÂrani main-main dalam melakukan proses pelelangan,†ujarnya.
BP Migas, kata Gde, tidak perÂnah menemukan adanya peÂlangÂgaÂran yang dilakukan PT CPI. “Selama ini tidak ada temuan auÂdit atas proses pengadaan proÂyek bioremediasi ini. Belum ada keÂruÂgian negara. Sebab itu mengÂguÂnakan dananya Chevron. Baru akan dibayar kembali jika tidak ada temuan audit atau peÂlanggaran yang mereka lakukan,†ujarnya.
REKA ULANG
Kejagung Menyangka, Chevron Membantah
Untuk memastikan luas keruÂsaÂkan lingkungan yang diakiÂbatÂkan proses eksplorasi minyak bumi dan gas (migas) yang dilaÂkuÂkan PT Chevron Pasific IndoÂnesia (CPI) di Riau, Sumatera, Kejaksaan Agung menurunkan tim beranggotakan 10 penyidik ke lokasi kejadian.
Tim itu berangkat pada Senin lalu (9/4). “Sebanyak 10 orang akan ke Riau untuk cek lapangan terkait kasus CPI,†ujar Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Arnold Angkouw di Gedung BunÂdar, Kejaksaan Agung tanpa merinci apa saja yang dilakukan ron dengan dua perusahaan lokal. Ini kasus korupsi, khususnya pengadaan barang dan jasa,†ujarnya di Kejaksaan Agung.
Pihak Chevron membantah sangÂkaan dari Kejagung itu. MeÂnurut Coorporate CommunicaÂtion Manager PT CPI Dony InÂdraÂwan, pekerjaan pemulihan beÂkas lahan eksplorasi CPI dengan penggunaan teknologi bioreÂmeÂdiasi, dilakukan secara terbuka.
“Chevron memilih kontraktor melalui proses terbuka, transÂpaÂran dan bertanggung jawab sesuai dengan prosedur yang ditetapkan menangani masalah perbaikan kondisi tanah.
“Sampai saat ini, proyek bioreÂmediasi di Sumatera teÂlah berÂhasil meremediasi 520.000 meter kubik tanah terkontaminasi di 132 lokasi,†ujarnya.
Atas penjelasan pihak ChevÂron, Kejaksaan Agung tidak beÂgitu saja percaya. Sebab, proses pembuktian harus tetap dilaÂkuÂkan. “Silakan saja mereka beÂrÂdalih. Sebab, kami juga menuÂrunÂkan pakar bioremediasi. Kami meÂnemukan adanya tindak piÂdana korupsi,†ujar Dirdik KejaÂgung Arnold Angkow.
Pimpinan Tidak Boleh Ragu-ragu
Pieter Zulkifli, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Pieter Zulkifli menyampaikan, kasus korupsi apapun, termasuk kasus korupsi yang melibatkan perusahaan asing seperti PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) harus diusut tuntas.
Meskipun perusahaan asing itu memiliki akses politik yang bisa mempengaruhi pimpinan penegak hukum, namun tindak pidana korupsi adalah musuh bersama yang harus diberantas.
“Saya menduga, kasus ini meÂliÂbatkan orang-orang berpuÂnya, orang-orang penting yang meÂmiliki akses politik dan uang. Tapi, para pimpinan peÂnegak hukum tidak boleh ragu-ragu menuntaskan kasus ini,†ujar Pieter.
Politisi Partai Demokrat itu meÂngingatkan, pimpinan dan apaÂrat penegak hukum tidak boÂleh diintervensi dalam menguÂsut kasus korupsi apapun.
“Kalau selama ini disebut seÂring ragu-ragu mengusut kasus karena ada pengaruh kuat, maka sekarang pimpinan dan aparat penegak hukum kita harus membuktikan mampu menuntaskan kasus korupsi di sektor migas itu,†ujar Pieter.
Dikatakan Pieter, Kejaksaan Agung harus bisa mengusut tuntas keterlibatan sejumlah pihak dalam kasus Chevron ini. “Jika atasan dan pihak-pihak lainnya tidak diseret, tentu seÂmakin kuatlah kecurigaan publik bahwa pimpinan dan aparat penegak hukum kita maÂsih sarat dengan model tebang pilih,†ujarnya.
Bagi Pieter, penegakan huÂkum selama ini hanya ampuh kepada orang-orang miskin, orang-orang kecil, namun tak berÂarti bagi orang-orang yang puÂnya kekuasaan dan uang. Dalam posisi seperti itu, KejakÂsaan Agung layak diÂperÂtaÂnyaÂkan.
“Penegak hukum ragu-ragu dan terkesan sangat lembek jika berÂhadapan dengan orang-orang yang berduit dan memiÂliki akses kekuasaan. Itu tidak boleh terjadi,†katanya.
Menurutnya, penegakan huÂkum harus diperlakukan sama untuk setiap orang. “Saya haÂrap Kejaksaan Agung tidak menÂjadi gamang dan tidak maÂsuk angin bila sudah berÂhaÂdapan dengan pelaku korupsi yang notabene memiliki akses kekuasaan. SeÂmua harus diÂperÂlaÂkukan sama,†ujarnya.
Mestinya Semua Tersangka Dicegah Ke Luar Negeri
Erna Ratna Ningsih, Peneliti KRHN
Peneliti senior Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Erna Ratna Ningsih menilai, proses cegah ke luar negeri yang dilakukan KeÂjaksaan Agung terhadap enam tersangka kasus Chevron sudah lumayan.
Tapi, dia mengingatkan, satu tersangka lainnya semestinya juga dicegah ke luar negeri agar tidak ada kesan tebang pilih. Sehingga, Kejaksaan Agung tidak dicurigai masyarakat.
“Yang belum dicegah, semesÂtinya dilakukan proses cegah juga, dengan mengikuti proÂseÂdur tentunya,†ujar Erna.
Bekas Ketua YLBHI itu meÂnyampaikan, semua pihak terÂkait, baik Ditjen Imigrasi, PolÂri, Kejagung dan KPK perlu berÂkoordinasi membongkar kaÂsus korupsi ini.
“Sudah terÂlalu banyak kasus korupsi yang haÂrus diselesaiÂkan. Butuh keseÂriusan dan keÂteÂgasan bersama dalam meÂnguÂÂsut dan menuntaskannya,†ucapnya.
Erna meyakini, bila keteÂgasan, keseriusan dan integritas yang tinggi diterapkan pimpiÂnan penegak hukum, maka jenis korupsi yang melibatkan peÂruÂsahaan asing pun bisa diusut deÂngan benar dan kerugian negara dapat diselamatkan.
“Kembali kita menantikan bukti keseriusan dari pimpinan dan aparat penegak hukum unÂtuk mengusutnya,†ujarnya.
Menurutnya, jika sudah sampai ke proses penuntutan, maka akan kian terlihat kinerja pimpinan dan aparat Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus tersebut. “Proses hukum tentu akan dipantau publik, apalagi daÂlam persidangan yang meÂmang terbuka untuk masyaÂrakat,†katanya.
Dia pun mengingatkan pimÂpinan dan penyidik Kejaksaan Agung agar benar-benar bisa membuktikan sangkaan koÂrupsi ini. “Jangan sampai leÂngah dan jangan mau dileÂmahÂkan,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12
Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15
Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35
Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30