Berita

aksi massa di medan (senin, 26/3)/ist

Ada Skenario Merusak Demo Jadi Sangat Menakutkan

Ada Tim Perusak yang Disiapkan
SENIN, 26 MARET 2012 | 19:32 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

RMOL. Berbagai upaya terus dilakukan pemerintahan Yudhoyono untuk meredam gejolak penolakan penaikan harga BBM, terutama di kampus-kampus. Antara lain dengan memberi upeti ratusan juta rupiah kepada sejumlah rektor perguruan tinggi agar melarang mahasiswanya turun ke jalan. Merasa belum cukup, puluhan pimpinan BEM dari berbagai universitas diajak pelesiran ke luar negeri.

Karena aksi penolakan penaikan harga BBM tak kunjung bisa diredam dengan cara-cara penyuapan, bahkan makin marak di berbagai kota, dan terjadi konsolidasi di kalangan mahasiswa dengan buruh, petani, nelayan dan aktivis pergerakan, pemerintah lalu membangun opini (insinuasi) negatif seolah para penentang kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat itu akan membuat huru-hara.

"Itulah alasan utama diturunkannya pasukan TNI bersenjata lengkap yang disiapkan sebagai alat pemukul para pengunjuk rasa. Padahal selama ini polisi tidak pernah bermasalah dalam menangani dan mengawal setiap unjukrasa," kata Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie Massardi, beberapa saat lalu (Senin malam, 26/3).


Pemerintah juga diduganya menebar rasa takut di kalangan etnis Tionghoa bahwa aksi menentang kebijakan penaikan harga BBM yang akan dimulai besok bakal berujung kerusuhan sebagaimana terjadi pada Mei 1998.

"Agar skenario merusak unjuk rasa rakyat menjadi betul-betul menakutkan, bukan tidak mungkin akan disusupkan pasukan perusak yang akan melakukan tindakan anarkis dari barisan massa aksi," ujarnya.

Sejatinya, tambah Adhie, rakyat dan mahasiswa sudah sangat muak pada rezim korup, yang oleh para pemuka agama dibilang "rezim pembohong".

"Oleh sebab itu, kami mengingatkan aparat keamanan, baik TNI maupun Polri, agar menyikapi para pengunjuk rasa secara proporsional. Sebab tugas dan tanggung jawab TNI-Polri adalah mengamankan NKRI dan rakyat Indonesia," paparnya.

Jubir Presiden era Gus Dur ini menekankan, boleh saja menjaga keselamatan Presiden dan keluarganya, tapi bukan menjaga keselamatan dan kelangsungan kekuasaannya yang korup dan tidak berpihak kepada rakyat.

"Dan, belajar dari masa lalu harus ada yang bisa dimintai pertanggungjawaban apabila terjadi banyak korban jiwa dan pelanggaran HAM akibat melanggar UU atau menyalahi prosedur yang biasa diberlakukan," ucapnya.[ald]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya