RMOL. Hari-hari ini harusnya pramudi bus transjakarta sedang dalam perasaan bahagia. Soalnya, pemerintah Provinsi DKI Jakarta menaikan gaji para pramudi bus Transjakarta hingga tiga kali lipat. Benarkah?
.Sekedar informasi, Kepala Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta Muhammad Akbar berjanji akan mengubah kontrak kerja di beberapa koridor busway yang memang telah habis masa kontraknya.
Dalam kontrak kerja yang baru, akan mengaÂtur upah praÂmudi dan meÂnaikkannya hingÂga tiga kali lipat Upah MiniÂmum Provinsi (UMP) DKI Jakarta.
“Saat ini ada dua jenis kontrak kerja bersama operator, yakni kontrak kerja baru dan kontrak kerja lama. Besaran penghasilan pramudi bus transjakarta telah diÂatur di dalamnya dan wajib diÂbeÂrikan oleh operator,†tegas Akbar Jumat (3/3) kemarin di Jakarta.
Dalam kontrak kerja baru, samÂbung Akbar, pramudi akan menÂdapatkan gaji minimum sekitar 3,5 kali lipat dari UMP DKI. SeÂdangkan pada kontrak kerja lama, minimal gaji hanya satu kali UMP dan tidak bisa diÂubah samÂpai masa kontrak berÂakhir. Dengan begitu, gaji baru yang didapat sopir bus transÂjakarta sekitar Rp 5,3 juta pada kontrak baru.
Bagaiamana reaksi para supir? KeÂmarin Rakyat Merdeka menÂdaÂtaÂngi beberapa supir bus transÂjaÂkarta untuk koridor III dengan traÂyek Harmoni-Kalideres. SeÂperti diÂketahui, supir untuk koÂridor III ini pada Rabu (28/2) kemarin sempat melakukan aksi mogok kerja.
Aksi tersebut dilakukan, kareÂna supir menganggap pihak opeÂrator bus transjakarta di koridor III telah melakukan ketidakadilan dalam hal gaji. Para supir yang teÂlah bekerja lebih dari setahun maÂsih digaji oleh perusahaan deÂngan jumlah nominal yang sama dengan kontrak sebelumnya.
Padahal, untuk beberapa koÂriÂdor lain yang terhitung masih baru beroperasi, para supir sudah digaji dengan standar UMP yang ada di DKI. Karena itu, para supir di koÂridor III ini meminta agar gaji yang diberikan disamakan juga dengan pramudi pada koÂridor yang lain.
Joko 38 tahun seorang pramudi bus transjakarta untuk koridor III sedang asyik menikmati santap siangnya di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) yang terletak di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat. Berlauk ayam dan mie goreng, Joko terlihat semaÂngat menikmati maÂkan siang yang dibungkus daÂlam boks kerÂtas berwarna putih.
“Dari tadi belum sempat, mumÂpung lagi isi bahan bakar saya manfaatkan untuk makan siang. Lumayan ada sisa waktu seÂkitar 15 menit, jadi cukuplah unÂtuk menghabiskan makan siang ini,†jelasnya sambil tertawa.
Saat ditanya tentang kabar kenaikan gaji untuk para pramudi bus transjakarta, pria berkulit hitam manis ini hanya tersenyum kecil. Sesekali kepalanya meÂngangguk sambil mukanya meÂngunyah maÂkanan yang sedang disantapnya.
Joko tidak menampik kalau rencana kenaikan gaji bagi para pramudi bus way merupakan kabar bahagia untuknya. Namun kalau itu hanya sebatas rencana saja, dia menganggap itu hanya angin surga saja.
Kenapa? Menurut pria yang mengenakan kemeja biru dengan celana panjang hitam ini, kabar kenaikan gaji sudah lama diÂdengar olehnya beserta supir-suÂpir yang lain. Namun sampai seÂkarang, kata dia, kabar kenaikan gaÂji tersebut belum juga terealisasi.
“Makanya kemarin kami unjuk rasa untuk menuntut kenaikan gaji sesuai dengan UMP DKI. KaÂlau gaji sudah naik, tidak mungÂkin kami masih melakukan unjuk rasa,†ungkapnya.
Karena itu, Joko berharap agar pihak transjakarta benar-benar merealisasikan janjinya sekarang. Sehingga perjuangan para supir yang kemarin sempat melakukan unjuk rasa tidak sia-sia dan tidak akan terulang kembali.
“Saya sudah setahun lebih menÂjadi pramudi bus transÂjakarta. Harusnya mengacu pada kontrak kerja yang lama, gaji yang saya perÂoleh sudah sebesar Rp. 1.500.000 per bulan,†tuturnya.
Tapi kenyataannya, kata dia, seÂtiap bulan dirinya hanya meÂneÂrima gaji sebesar Rp. 1.085.000 saja. Jumlah tersebut, kata dia, sama besarnya dengan gaji yang diterima oleh supir baru yang sudah lolos uji percobaan selama tiga bulan.
“Baru bulan kemarin saja saya mendapatkan tambahan gaji seÂbeÂsar seratus ribu. SeÂdangkan uang makan masih deÂngan jumÂlah yang lama, yakni sebesar Rp 40 ribu per harinya,†jelasnya.
Sikap yang sama juga diÂsamÂpaiÂkan oleh Bustomi, pramudi yang sehari-hari beroperasi di koridor III Jakarta. Menurutnya, peÂmerintah DKI Jakarta harus benar-benar memperhatikan naÂsib para pramudi yang selama ini masih digaji di bawah UMP DKI Jakarta.
“Kita ini bekerja dengan beban yang bisa dikatakan begitu tinggi. Sebab, sehari-hari kami memÂbaÂwa banyak nyawa yang harus diÂantarkan ke tempat tujuan dengan selamat. Sudah selayaknya kalau itu dibayar dengan gaji yang seÂimbang,†tuturnya.
Bustomi mengaku, gaji sebesar Rp 1,2 juta yang diterimanya seÂtiap bulan masih jauh dari angka kesejahteraan. Apalagi, rencana kenaikan BBM yang sebentar lagi akan dilakukan oleh pemerintah.\
“Saya yang sudah berkeluarga dan punya anak ini tentu akan seÂmakin kewalahan kalau BBM naik tapi gajinya masih dengan jumÂlah yang sama. Tolonglah kaÂsihani kami,†jelasnya.
Pesan Anggota DTKJ:
BLU Jangan Kalah Sama Operator
Rencana Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta untuk menaikan gaji pramudi bus Transjakarta diapresiasi Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ). Sebab, kenaikan gaji yang diÂteÂrima para supir akan memÂpeÂngaÂruhi kualitas kinerja kedepan.
Anggota DTKJ, Tulus Abadi berharap BLU Transjakarta beÂnar-benar merealisasikan janjinya dalam waktu dekat. Sehingga seÂtiap supir bus way yang sudah beÂkerja di atas setahun benar-benar mendapatkan gaji sekitar Rp 4 juta per bulan.
Menurut Tulus, meski gaji pramudi transjakarta merupakan tanggung jawab operator, namun BLU Transjakarta tidak seharusÂnya lepas tangan, tetapi harus bisa memfasilitasi masalah ini. SeÂhingga, kedepan tidak perlu lagi terdengar ada ketidakadilan gaji pramudi antara koridor satu deÂngan yang lainnya.
“BLU tetap tidak bisa lepas tangan. Mereka (BLU) harus memfasilitasi masalah ini agar kejadian mogok seperti yang lalu tidak terulang,†kata Tulus.
Tulus juga berharap dengan keÂnaikan gaji yang diterima, para sopir bus transjakarta bisa meÂngimÂbangi dengan kerja yang maksimal. Salah satunya adalah dengan sebisa mungkin memiÂniÂmalisasi kecelakaan yang meÂlibatkan angkutan massa itu.
Joko, seorang supir transÂjaÂkarÂta koridor III juga berharap agar BLU tidak menutup mata dengan nasib yang menimpa para supir di koridor tersebut.
Pasalnya, koÂridor III yang seÂbeÂnarnya meÂruÂpakan salah satu koÂridor terlama di tranjakarta, jusÂtru terbelakang dalam hal keÂsejahteraan karÂyawannya.
“Gaji di koridor III masih kalah dengan koridor yang baru saja beroperasi. Kami berharap, ini tiÂdak lagi terjadi dengan pemÂbeÂriÂan gaji sesuai masa kerja,†ujarnya.
Namun hal berbeda disamÂpaiÂkan oleh Marhaban, pramudi bus transjakarta di koridor III HarÂmoni-Kalideres. Menurutnya, keÂnaikan gaji seharusnya tidak haÂnya diberlakukan pada supir yang sudah satu tahun ke atas saja, tapi juga bagi seluruh supir.
“Urusan makan, kita semua sama-sama berharap ada perÂbaiÂkan. Kasihan dong supir seperti saya yang baru empat bulan tidak akan meÂngalami kenaikan gaji kalau syaÂratnya harus yang sudah satu tahun ke atas saja,†ungÂkapnya.
Supir Nabrak, Gaji Dipotong
Beberapa kecelakaan lalu lintas yang melibatkan bus transÂjakarta, ternyata membawa pengaruh besar bagi kesejahÂteÂraan para pramudinya. Soalnya, kerusakan yang diakibatkan dari kecelakaan tersebut akan ditanggung oleh supir yang bersangkutan.
Joko, salah satu supir bus transÂjakarta untuk koridor III meÂngaÂtakan, setiap pramudi yang sudah bekerja di atas tiga bulan akan diberikan tanggung jawab terÂhaÂdap satu armada yang beroperasi. Karena sudah diÂpercayakan satu armada, tentunya kerusakan yang terjadi akan menjadi tangÂgung jawab pramudinya.
“Misalnya kerusakan yang terjadi akibat kerusakan yang diÂsebabkan oleh kelalaian praÂmudinya. Besarnya biaya keruÂsaÂkan, nantinya akan ditangÂgung oleh pramudi yang berÂsangÂkutan,†katanya saat diteÂmui Rakyat Merdeka sedang meÂngisi bahan bakar di SPBG yang terletak di Jalan Daan MoÂgot, Jakarta Barat.
Berapa besarnya? Menurut Joko, besarnya ganti rugi yang harus ditanggung oleh supir, terÂgantung pada jenis dan kroÂnoÂlogi kecelakaan.
Kalau peruÂsaÂhaÂan mengangÂgap kecelakaan yang terjadi seÂpenuhnya kesaÂlaÂhan supir, maka ganti rugi yang harus diÂtanggung bisa 100 persen.
“Tapi kalau dalam kecelaÂkaÂan tersebut pramudi hanya menÂjadi korban, misalnya ditabrak. Maka kerusakan bisa dibeÂbasÂkan atau paling tidak hanya beÂrapa persen saja,†jelas pria yang mengaku sudah 1,5 tahun menjadi supir busway ini.
Nantinya, sambung Joko, besarnya ganti rugi tersebut akan dibayar oleh sang pramudi dengan cara potong gaji. Berapa besarnya gaji yang dipotong, meÂnurutnya tergantung dari jumlah uang yang harus diluÂnaÂsi oleh sang supir.
Hanya masalahnya, kata Joko, sistem ganti-rugi itu tidak seÂpenuhnya dibayar melalui potong gaji. Sebab, bila angÂkaÂnya ganti-ruginya besar, maka supir harus membayar uang mukanya di depan.
“Misalnya kerusakan yang terjadi nilainya sebesar Rp 3 juta. Untuk bisa beroperasi kemÂbali, supir harus bayar uang muka minimal 10-20 persen kepada perusahaan. Sisanya yang nanti akan dibayar dengan ganti rugi,†terang Joko.
Joko melanjutkan, selama suÂpir tidak bisa membayar uang muka dari kerusakan yang meÂnimpa bus, tentunya supir tidak diperkenankan dulu untuk berÂoperasi.
“Kalau tidak bekerja, meÂmang gaji masih diterima. Tapi uang makan harian ini yang tiÂdak akan dibayar selama supir terÂsebut tidak bekerja,†tegasnya.
Pernah potong gaji? “BerÂsyuÂkur saya belum pernah meÂngaÂlami kecelakaan. Tapi kalau teÂman-teman saya ada beberapa yang sudah. Ya beginilah nasib supir busway,†katanya sambil tertawa.
Cerita lain datang dari MarÂhaban, pramudi bus transjakarta di koridor III Harmoni-KaÂlideres. Pria yang baru bekerja selama empat bulan ini meÂngaku enjoy berprofesi sebagai pramudi bus Transjakarta.
“Kalau ditanya suka duka, enaknya jadi supir bus way ini adalah kita tidak perlu dikejar-kejar setoran oleh perusahaan. Karena disini kita dibayar deÂngan system gaji,†jelasnya.
Tak hanya itu, kondisi kenÂdaÂraan yang masih bagus diÂanggap Marhaban sebagai salah satu nilai positif menjadi supir transjakarta, ketimbang angÂkuÂtan lain. Sebab, kalau kenÂdaÂraÂan dalam kondisi baik, tentu suÂpir yang membawanya tidak akan merasa was-was.
“Sebelumnya saya adalah bekerja di bus Mayasari sebagai suÂpir selama 15 tahun. KebeÂtulan bus yang saya bawa saat di Mayasari, kualitasnya masih jauh dengan bus way ini,†ungkapnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:05
Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:04
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:58
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:42
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:23
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:11
Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:59
Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:44