RMOL. Dua hari berturut-turut terjadi kecelakaan angkutan umum. Korban jiwa dan luka-luka berjatuhan. Awak angkutan umum itu diperiksa polisi.
Minggu pagi (19/2), bus MaÂyaÂsari Bakti jurusan Kampung RamÂbutan-Kalideres menabrak bus Transjakarta jurusan PinangÂranti-Pluit di Jalan S Parman, Slipi Jaya, Jakarta Barat. Belasan orang terluka.
Selang satu hari, bus Mayasari Bakti jurusan Kampung RamÂbuÂtan-Poris menabrak pengendara motor, angkutan umum dan warung. Pengendara motor tewas di tempat.
Belum hilang dari ingatan peÂristiwa kecelakaan di Jalan Raya Puncak Bogor pada 11 Februari lalu. Rem bus Kurnia Bakti blong dan menghantam beberapa kenÂdaÂraan di depannya, warung lalu terjun ke pekarangan sebuah vila.
Maraknya kecelakaan angkuÂtan umum belakangan ini memÂbuat sejumlah pihak memÂperÂtaÂnyakan proses pengujian kenÂdaÂraan bermotor (KIR).
Ketua Komite Nasional KeceÂlakaan Transportasi (KNKT) TaÂtang Kurniadi menilai pengaÂwaÂsan pengujian kelaikan kendaraan angkutan umum lemah. KendaÂraÂan yang seharusnya tak laik jalan kenyataannya masih bisa beroperasi.
“Seharusnya, kecelakaan tidak terjadi bila unsur sopir dan kelaiÂkan kendaraan memadai. Seperti ini ada potensi yang harus diÂperÂdalam. Kita akan menyelidiki peÂnyebabnya. Harusnya kendaraan ini tidak mengalami kecelakaan jika unsur sopir dan kondisi mobil baik,†ujarnya.
Bagaimana proses pengujian kendaraan angkutan umum? KeÂmarin Rakyat Merdeka berÂkunÂjung ke tempat KIR di Ujung MenÂteng, Cakung, Jakarta Timur. Di sinilah tempat pengujian keÂlaikan jalan kendaraan bak terÂbuka plat hitam dan kendaraan plat kuning atau angkutan umum.
Yasin, 47 tahun, tidur-tidur di atas jok mobil. Di sebelahnya truk-truk diparkir berderet hingga pintu masuk loket pendaftaran uji KIR. “Sudah ada yang ngurus di daÂlam. Saya tunggu di sini samÂpai KIR selesai,†katanya.
Yasin menggunakan jasa calo untuk mengurus KIR truk yang dikendarainya. Ia yakin dengan bantuan calo truknya bakal lolos uji. Menurut dia, bila menempuh jalur resmi lebih sering gagalnya walaupun kendaraan sudah diÂrawat dengan baik.
“Ada saja alasan untuk memÂbuat kendaraan tidak lulus uji. Makanya saya pilih lewat calo,†ujar pria asal Indramayu, Jawa Barat ini. Lantaran lewat “jalur pintas†Yasin pun harus merogoh kocek lebih banyak.
“Kalau ikuti jalur resmi, hanya keluar sekitar Rp 40 ribu saja untuk membayar administrasi KIR. Tapi kalau pakai calo, bisa tiga sampai empat kali lipatnya. Seperti saya harus membayar Rp. 150 ribu tadi,†ungkapnya.
Saat uji KIR, kendaraan dipeÂrikÂsa mulai kaca lampu, lampu, wiper, rem, klakson, cat mobil, sabuk pengaman, spion, dan asap knalpot. Bila ada bagian tidak berfungsi baik, kendaraan dinyaÂtakan tak lolos.
“Nah yang seperti ini kalau paÂkai calo bisa diatasi. Agar bisa luÂlus, menurut para calo itu petugas uji KIR akan meminta sekitar Rp 10 ribu-20 ribu atau lebih untuk seÂtiap bagian mobil yang diangÂgap kurang layak atau tidak laÂyak,†jelasnya.
Tak sulit mencari calo menguÂrus KIR. Calo berkeliaran di daÂlam maupun di luar tempat peÂngujian. “Lihat bapak-bapak yang ada di bawah pohon sana, itu seÂmuanya adalah calo yang umumÂnya mereka berkelompok,†tunÂjuk Jasin pada beberapa orang leÂlaki yang berada di dekat pintu gerbang masuk.
Bahkan, lanjut dia, di depan loket tempat pengujian banyak calo yang berkeliaran. PengaÂmaÂtan Rakyat Merdeka puluhan orang berdiri antre persis di depan loket pengujian.
Mereka diduga calo. Setiap orang memegang 2-3 buku kelaiÂkan jalan. Mereka juga yang meÂngurus segala administrasi yang berÂhubungan dengan pembayaran.
Setiap kendaraan yang akan diuji sejak visual 1 atau proses peÂngecekan fisik kendaraan sampai visual 2, selalu dikawal oleh para calo ini.
“Kalau tidak begini, bisa repot nanti. Kita juga harus tahu jaÂngan sampai nanti jadi perÂmaiÂnan para petugas,†ujar Togar (buÂkan nama samaran) yang meÂnÂgaku sebagai calo.
Untuk satu kendaraan yang menggunakan jasanya, Togar meÂngaku bisa mendapatkan untung minimal Rp 50 ribu. Bila sedang ramai, dalam sehari dia bisa meÂngurus 6-7 kendaraan. Ia pun bisa membawa pulang Rp 300 ribu.
“Apalagi sejak KIR yang di JaÂgaÂkarsa digabung di sini, tenÂtuÂnya jumlah kendaraan yang daÂtang ke sini lebih banyak. Dan kaÂlau begitu, tentu calo juga akan berÂtambah banyak seperti sekaÂrang,†jelasnya.
Suasana lebih tertib terlihat di tempat pengujian kendaraan berÂmotor di Pulo Gadung. Tempat ini khusus pengujian kendaraan jenis bus dan kendaraan baru yang akan dipasarkan.
Pantauan Rakyat Merdeka, tidak terlihat banyak pria yang diduga calo berkeliaran di tempat itu. Padahal, proses pengujian di tempat ini masih menggunakan sistem manual.
Setiap pemilik yang akan menÂdapatkan izin kelayakan berÂoperasi, harus mendaftar pada loÂket yang disediakan.
Sedangkan di PKB Ujung MenÂteng, sudah menggunakan sisÂtem drive thru. Maksudnya, setiap kendaraan yang ingin uji KIR, tidak perlu turun dari mobil. Pengemudi langsung mengambil nomor antrean melalui loket yang disediakan, tanpa harus turun dari mobil. [Harian Rakyat Merdeka]
Lewat Jalur Resmi Nggak Lama Kok
Kepala Seksi Pelayanan Pusat Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan DKI Jakarta LukÂman Iskandar tidak memÂbanÂtah ada calo berkeliaran dalam proses uji KIR. Karena itu, pihakÂnya terus melakukan evaluasi keÂbijakan dalam proses KIR, guna memutus praktik percaloan.
“Kita tidak menutup mata kaÂlau masih ada calo dalam proses KIR. Misalnya yang ada di Ujung Menteng, Jakarta Timur. Tapi bukan berarti kami tidak pernah tinggal diam untuk mengatasi hal itu,†ujarnya saat ditemui Rakyat Merdeka, di kantornya, kemarin.
Sistem drive thru, kata LukÂman, merupakan salah satu cara untuk memberantas percaloan daÂlam pengujian kendaraan berÂmotor (PKB). Sebab, pengemudi tiÂdak perlu turun dari kenÂdaÂraaÂnÂnya kalau ingin mendaftar. Cukup dari dalam kendaraan.
“Kalau ternyata masih ada calo, ini bisa kita kembalikan lagi pada budaya masyarakatnya. MeÂreka (calo) itu ada, karena meÂmang ada yang menggunakan jasanya. Coba kalau tidak, tentu tiÂdak akan calo lagi, ujarnya.
Lukman mengatakan pihaknya sudah memasang berbagai peÂngumuman agar tidak mengÂguÂnaÂkan jasa calo. Imbauan hal sama juga dikumandangkan berÂulang kali lewat pengeras suara.
“Tapi kalau masih pakai calo juga, itu memang budaya kita yang mau enaknya saja. Tidak lama kok kalau menggunakan prosedur normal untuk uji KIR ini, hanya sekitar 20-30 menit saja,†jelasnya.
Lukman menjelaskan, ada dua tahapan yang harus dilewati kenÂdaraan saat proses KIR. Pertama, tahap visual 1 yang meliputi pada pengamatan terhadap fisik kenÂdaraan. Misalnya, kondisi body kendaraan, lampu sampai pada kondisi ban.
Tahap selanjutnya, yakni kenÂdaraan harus melewai visual dua. Dalam tahap ini, kendaraan akan dicek emisi gas buang, speeÂdoÂmeÂter, rem, kekuatan lampu dan terakhir pengecekan bagian kolong mobil.
“Kalau ada satu saja bagian moÂbil yang dianggap tidak meÂmeÂnuhi standar kelaikan untuk jalan, tentu buku izin kelaikan tiÂdak akan dikeluarkan. Dan si peÂmilik akan diminta untuk pulang untuk memperbaiki bagian yang rusak,†jelas Lukman. [Harian Rakyat Merdeka]
Ngeri, 70 Persen Angkutan Umum Tak Laik Jalan
Salah satu penyebab keÂceÂlakaan angkutan umum karena kondisi kendaraan yang tidak laik jalan tapi tetap dipaksakan beroperasi. Data Dinas PerhuÂbungan hingga September 2011 menunjukkan 70 persen bus kota telah kedaluwarsa masa uji kelayakannya.
“Dari 11.438 jumlah bus yang ada, sebanyak 7.723 mati uji. Hanya sekitar 3.715 yang dinyatakan masih layak jalan,†ujar Koordinator Penguji KenÂdaraan Bermotor di Unit PeÂnguÂjian Kendaraan Bermotor Pulo GaÂdung, Jakarta Timur, Fatchuri.
Tidak layaknya kendaraan untÂuk beroperasi, karena berÂmasalah di beberapa bagian. SeÂpÂerti kolong mobil dan bodi keÂropos. “Pernya patah, rem tidak berÂfungsi, gaya rem tidak meÂmeÂnuhi ambang batas, asap terÂlalu tebal, tidak ada baut roda, tiÂdak ada tutup tromol, oli rembes, dan tidak ada bumper,†katanya.
Untuk diketahui, Perum PPD memiliki 2.144 unit bus. MayaÂsari Bakti 1.500 unit, dan Steady Safe 606 unit. Menurut FatcÂhuri, bus itu harus menjalani uji kir enam bulan sekali.
Hasilnya, kata dia, banyak bus yang laik jalan tapi tetap beroperasi. Dinas Perhubungan DKI pun berusaha merazia kenÂdaraan yang laik jalan itu.
Hanya sedikit yang terjaring. Kurun Juli sampai September, Dinas Perhubungan hanya meÂrazia 703 kendaraan. Hasilnya 180 kendaraan dianggap tak laik jalan. Sisanya memenuhi standar untuk beroperasi di jalan raya.
Kepala Seksi Pelayanan PuÂsat Pengujian Kendaraan BerÂmotor Dinas Perhubungan DKI Jakarta Lukman Iskandar tidak membantah hal tersebut. MeÂnuÂrutnya, berdasarkan data yang diÂmilikinya, banyak sekali kenÂdaÂraan yang beroperasi di jalaÂnan itu tidak memiliki izin KIR.
“Jadi, jangan disimpulkan kaÂlau banyak kecelakaan karena kondisi kendaraan yang tidak layak beroperasi itu adalah keÂsalahan kami. Sebab, banyak angkutan yang beroperasi itu tiÂdak melakukan pengujian kenÂdaraan selama enam bulan seÂkali,†ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Karena itu, tak heran kalau piÂhaknya kerap melakukan “uji peÂtik’ di terminal-terminal angÂkutan umum di Jakarta. TuÂjuanÂnya, unÂtuk mengecek langsung langsung di lapangan mengenai kendaraan umum yang berÂoperasi.
“Mulai dari identifikasi surat-surat kendaraan sampai pada fisik kendaraan. Kalau kami teÂmukan kondisinya tidak layak jaÂlan tapi buku izin KIR-nya maÂsih berlaku, kami akan memÂbawanya ke kantor untuk meÂlaÂkukan uji ulang,†ujar Lukman.
Bila ditemukan kendaraan yang tak layak beroperasi dan KIR-nya juga mati, pihaknya akan melaporkan temuan terseÂbut kepada pengelola terminal. Pengelola terminal kemudian berkoordinasi dengan DLLAJ dan kepolisian untuk menguÂrung kendaraan itu.
“Tentunya kendaraan terseÂbut akan kena tilang. Tapi apaÂkah habis itu kendaraan tersebut masih bisa beroperasi, inilah kelemahannya. Setelah menÂjaÂlani sidang tilang, kendaraan tersebut bukannya melakukan uji KIR, malah beroperasi kemÂbali,†kata Lukman.
Lukman mengatakan meneÂmuÂkÂan modus yang kerap diguÂnakan oleh pengusaha angkutan untuk mengelabui petugas. Spare part dan bagian kenÂdaÂraÂan diganti baru saat hendak uji KIR. Kendaraan pun lulus uji dan dianggap laik jalan.
“Tapi setelah keluar KIR, spare part kendaraannya akan ditukar dengan yang lama. Jadi dipakai hanya untuk uji KIR saja,†terangnya.
Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta memÂbanÂtah bahwa 70 persen angÂkuÂtan umum tak laik jalan. “Tidak sebanyak itu jumlahnya. Data bus yang layak jalan ada pada Dishub DKI,†ujar Sudirman.
Sementara itu, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Azas Tigor Nainggolan tidak mengetahui pasti jumlah bus yang tak layak jalan. NaÂmun Tigor pun berpendapat angÂkutan umum Metromini maupun Kopaja sudah tidak bisa diremajakan lagi.
“Harus ada solusi agar semua angkutan umum menjadi layak jalan, termasuk bus kota. MungÂkin kemudahan pengaÂjuan kredit ke bank bisa memÂbantu untuk peremajaan angÂkutan,†jelas Tigor. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:05
Kamis, 10 Oktober 2024 | 18:04
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:58
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:42
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:28
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:23
Kamis, 10 Oktober 2024 | 17:11
Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:59
Kamis, 10 Oktober 2024 | 16:44