Berita

rizal ramli/ist

Inilah Alasan Mengapa Rezim SBY-Boediono Harus Diakhiri Sekarang Juga

KAMIS, 16 FEBRUARI 2012 | 16:48 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

Sangat besar ongkos yang harus ditanggung jika rakyat Indonesia mempertahankan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono sampai 2014. Ongkos itu tidak hanya dari sisi finansial, tapi juga rusaknya moral, hukum, sumber daya alam (SDA), dan ancaman disintegrasi kehidupan berbangsa.

Sedikitnya ada lima alasan untuk mengakhiri rezim SBY agar kerusakan yang terjadi tidak semakin membesar.

Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) Rizal Ramli menyatakan hal itu, menanggapi masih adanya sebagian pihak yang ingin mempertahankan SBY-Boed hingga 2014. Menurut mereka, sebaiknya suksesi kepemimpinan nasional dilakukan sesuai dengan kalender politik  yang ada, yaitu Pemilu 2014. Sebagian kalangan ini juga mengkhawatirkan besarnya biaya sosial yang harus ditanggung, jika pemerintahan SBY-Boed dihentikan sekarang.

Sehubungan dengan itu, Rizal Ramli menyatakan sangat keliru anggapan pihak-pihak yang ingin mempertahankan SBY hingga 2014. Justru akan terjadi biaya sosial dan kerusakan yang jauh lebih besar jika rezim ini dipertahankan sampai 2014.

“Sebelum bicara soal biaya sosial, saya ingin ingatkan lagi, rezim SBY sudah kehilangan legitimasi. Dia membangun istana kertas yang direkatkan dengan politik pencitraan. Namun begitu para tokoh lintas agama sudah menjuluki dia sebagai pembohong, maka istana itu hancur berantakan. Belakangan, rezim ini juga terbukti korup, membunuh rakyat, dan melakukan pembiaran terjadinya kekerasan terhadap rakyat, baik yang dilakukan aparat maupun secara horizontal,” tukas Rizal Ramli.

Lima alasan

Tokoh nasional yang konsisten menggulirkan gerakan perubahan ini mengatakan, sedikitnya ada lima alasan untuk segera mengakhiri rezim SBY. Pertama, rezim ini sangat koruptif yang dilakukan secara massif dan sistematis. Kedua, kerusakan moral dan hukum terus terjadi dan meluas. Ketiga, terkuras dan rusaknya SDA yang sangat merugikan bangsa dan rakyat Indonesia. Keempat, ancaman terjadinya disintegrasi bangsa  seperti di Papua, Aceh, dan lainnya. Kelima, makin meningkatnya ketidakpercayaan rakyat, termasuk di daerah-daerah, terhadap rezim SBY.

“Terlalu besar ongkos finansial yang harus ditanggung bangsa ini jika mempertahankan SBY hingga 2014. Rezim ini melakukan korupsi APBN secara sistematis dan terstruktur. Bukan rahasia lagi bahwa sekitar 20% anggaran pembangunan sudah dikorupsi sejak di tingkat pusat. Sedangkan dalam realisasinya di lapangan, anggaran yang sudah dikorup itu masih dikorupsi lagi hingga 30%,” ujar Rizal Ramli.

Pada Data Pokok APBN 2011 yang diterbitkan Kementerian Keuangan, disebutkan belanja pemerintah pusat mencapai Rp 908 triliun. Dipotong untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang yang sekitar Rp 300 triliun, maka masih ada Rp 600 triliun. Jika sejak disusun anggarannya sudah dikorupsi, maka sedikitnya Rp 120 triliun dana yang raib. Ditambah dengan korupsi di tingkat pelaksanaan yang mencapai 30%, maka jumlah itu masih harus ditambah lagi dengan Rp 144 triliun. Dengan demikian, jumlah uang rakyat yang dikorupsi rezim ini sekitar adalah Rp 264 triliun setiap tahun.

“Itu baru satu tahun. Kalau SBY dipertahankan hingga 2014, maka angkanya harus dikali 3 lagi. Silakan hitung sendiri. Sungguh sangat luar biasa besarnya kerugian finansial bagi bangsa Indonesia jika rezim SBY dipertahankan sampai Pemilu 2014,” ungkap Rizal Ramli yang juga mantan Menko Perekonomian itu.

Dana hasil korupsi itu terbukti mengalir ke banyak tujuan. Selain ke kalangan eksekutif, yudikatif, dan legislatif, uang haram itu juga bermuara ke Parpol. Bahkan sumber media sekelas Tempo menurunkan berita, bahwa terdakwa korupsi Wisma Atlet  yang juga bendahara umum Partai Demokrat M Nazaruddin, mengaku Edhie Baskoro Yudhoyono pernah menerima uang darinya yang diambil dari kas partai. Lebih jauh, Nazaruddin juga menyebut Ani Yudhoyono pun menerima US$ 5 juta darinya yang berasal dari kas Demokrat, yang merupakan pemberian Pertamina.

Kabar soal mengalirnya uang korupsi ke tubuh Demokrat itu berasal dari sumber Tempo yang menyaksikan pertemuan antara Nazaruddin dan SBY di kediaman, Cikeas, Bogor. Mendengar pengakuan tersebut, SBY menjadi sangat marah dan menggebrak meja hingga mejanya terpelanting. [dem]

Populer

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bahlil: Jangan Uji NYali, Kita Nothing To Lose

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:44

Bukan AI Tapi Non-Human

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:43

Usai Dicopot Ketua Golkar Sumut, Ijeck Belum Komunikasi dengan Doli

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:12

Exynos 2600 Dirilis, Chip Smartphone 2nm Pertama di Dunia

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:52

Akui Kecewa Dicopot dari Ketua DPD Golkar Sumut, Ijeck: Mau Apalagi? Kita Terima

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:42

Bahlil Sentil Senior Golkar: Jangan Terlalu Lama Merasa Jadi Ketua Umum

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:22

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Sekretaris Golkar Sumut Mundur, Ijeck Apresiasi Kesetiaan Kader

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:06

Dana Asing Banjiri RI Rp240 Miliar Selama Sepekan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:01

Garda Satu dan Pemkab Tangerang Luncurkan SPPG Tipar Raya Jambe

Sabtu, 20 Desember 2025 | 13:38

Selengkapnya