RMOL. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mendorong masuknya investasi di kawasan transmigrasi. Salah satunya bekerja sama dengan perusahaan PT Dongfang Sisal Group Co ltd, Guangdong, China, mengembangkan budidaya sisal agave sp sebagai produk unggulan.
Pemerintah mendukung penuh terkait perizinan serta penyediaan infrastruktur dasar. Karena kerjasama investasi di kawasan transmigrasi tersebut sangat potensial. Selain untuk meningkatkan taraf hidup para petani di kawasan transmigrasi juga menggairahkan program transmigrasi nasional.
"Yang terpenting mempercepat proses pembangunan di kawasan transmigrasi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru," kata Menakertrans Muhaimin Iskandar di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menakertrans sudah mengadakan kunjungan sekaligus melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) terkait kerjasama investasi itu, di Guangzhou, China, Sabtu 28 Mei tahun lalu. PT Dongfang Sisal Co Ltd itu membentuk perusahaan baru, yaitu PT Guangken Dongfang Sisal Indonesia dengan kepemilikan saham (shareholding) PT. Pulau Sumbawa Agro sebesar 75 persen dan PT Dongfang Sisal Group sebesar 25 persen.
PT Pulau Sumbawa Agro merupakan perusahaan (PMDN) pengelola proyek budidaya tanaman sisal agave sp. Selain itu, juga bergerak di bidang investasi di sektor perkebunan seperti tanaman sisal, tebu dan kepala sawit di kawasan transmigrasi. Kemenakertrans telah memberikan Izin Pelaksanaan Transmigrasi (IPT) kepada perusahaan joint venture itu untuk mengembangkan tanaman sisal di kawasan transmigrasi.
Untuk tahap awal sudah dibangun perkebunan tanaman sisal di Kabupaten Sumbawa seluas 4.050 hektare beserta industri pengolahannya dengan produk yang dihasilkan berupa karpet, bahan baku obat-obatan dan lain-lain.
Investasi diperkirakan menyerap tenaga kerja sekitar 3.300 orang dari para transmigran dan penduduk sekitar di kawasan transmigrasi Tongo, Kabupaten Sumbawa Barat. Jumlah transmigran yang tersebar di 5 UPT itu, mencapai 1.475 Kepala Keluarga (5.900 jiwa) yang ditempatkan pada 1994 sampai 2010.
Presiden Direktur PT Pulau Sumbawa Agro Soedomo Mergonoto menyatakan, prospek budidaya sisal agave sp masih sangat terbuka luas terutama di pasar internasional. Sebagai gambaran permintaan dunia sekitar 400.000 ton per tahun, sedangkan produksi baru 6000 ton per tahun.
"Ini merupakan peluang yang sangat baik untuk meningkatkan taraf perekonomian para petani, sekaligus menjadi produk unggulan di kawasan transmigrasi di Kabupaten Sumbawa Barat yang berpotensi meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)," jelas Soedomo.
Untuk menyinergikan potensi alam di Sumbawa Barat, pihaknya telah melakukan komunikasi dengan pemerintah daerah baik Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) maupun Kabupaten Sumbawa Besar (KSB).
"Pertemuan dengan Gubernur NTB dan Bupati Sumbawa Barat sudah kami lakukan dan mendapat dukungan dari mereka untuk mengembangkan budidaya tanaman sisal agave sp di wilayah tersebut," tandas dia.
Kondisi geografis NTB yang gersang dan selama ini dianggap tidak produktif dengan komoditas pertanian, memiliki harapan baru dengan tanaman yang bisa bertahan tidak kena hujan selama 6 bulan.
"Keunikan tanaman sisal adalah tanaman yang kuat tidak kena hujan selama 6 bulan dan bisa tumbuh di lahan gersang. Ini merupakan pemanfaatan lahan gersang yang selama ini dianggap tidak produktif," terang Soedomo.
Dari daun sisal yang panjang itu, bisa diambil seratnya dengan proses dekortikasi, kemudian dijemur, disisir dan diikat. Serat ini akan dirangkai menjadi tali tambang yang terkenal karena keuletannya, keawetannya, ke-elastis-annya, kemampuan menyerap warna dan tidak hancur karena air asin.
Dengan berkembangnya polypropylene (bahan plastik), fungsi serat sisal sebagai twine (tali pengikat) sudah sebagian digantikan oleh tambang plastik. Namun karena sifatnya yang ramah lingkungan (biodegradable) maka serat sisal masih banyak dipakai. Dalam industri kertas, karpet, bahkan sebagai penguat pada bahan composite industri otomotif.
"Saat ini, Brazilia sebagai penghasil sisal terbesar di dunia dengan menyuplai 113 ribu ton serat sisal per tahunnya. Indonesia masih punya peluang menjadi produsen terbesar di dunia melihat tersedianya lahan yang masih sangat luas sekali," kata dia.
[dem]