Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
RMOL. Pemecatan tujuh Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian Keuangan yang terbukti memiliki rekening gendut berdasarkan pemeriksaan internal, belum ada tindak lanjut pidananya.
Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo meÂngaÂku, pihaknya belum mendapatkan data tersebut dari Kementerian Keuangan. KPK, menurutnya, haÂnya memperoleh data dari PuÂsat Pelaporan dan Analisis TranÂsaksi Keuangan (PPATK).
“Kalau yang dimaksud data dari PPATK, memang sudah kami terima. Kalau dari Kemenkeu, beÂlum ada. Saya pernah tanya, beÂlum ada yang masuk ke penyiÂdiÂkan. Nanti akan saya inforÂmaÂsiÂkan kalau sudah ada laporan dari Kemenkeu mengenai tujuh PNS yang dipecat itu,†kata Johan keÂpada Rakyat Merdeka, kemarin.
Johan menyatakan, Komisi PemÂberantasan Korupsi pasti akan menindaklanjuti laporan meÂngenai rekening gendut PNS yang telah masuk. “Kalau meÂmang ada laporan tersebut, tentu akan kami tindaklanjuti,†ujar dia.
Untuk laporan mengenai rekeÂning gendut PNS yang disÂeÂrahÂkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ke KPK, kata Johan, pihaknya sudah memÂroses. “Proses telaah masih berÂlangsung. Tentu semua laporan itu akan ditelaah terlebih daÂhulu,†katanya.
Tujuh pegawai Kementerian Keuangan yang diduga memiliki rekening gendut, telah dipecat seÂbagai Pegawai Negeri Sipil pada 21 Desember 2011.
Staf humas Kemenkeu SyamÂsul Maulana membenarkan peÂmeÂcatan tujuh PNS tersebut. NaÂmun, pihaknya belum bisa meÂnyampaikan kepada masyarakat, siapa saja PNS yang diÂberÂheÂnÂtiÂkan itu. “Iya, tujuh pegawai telah diÂberhentikan dengan tidak horÂmat sebagai PNS, bahkan sudah dilakukan proses hukum,†ujarÂnya ketika dikonfirmasi pada 21 Desember 2011.
Proses hukum yang dimaksud Syamsul adalah menyerahkan kasus ini kepada KPK dan Polri. “Kalau menurut informasi yang saya tahu dari Itjen, tujuh pegaÂwai itu telah dilaporkan ke KPK dan kepolisian untuk ditinÂdakÂlanÂjuti pemeriksaannya,†ujar dia.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Saud Usman Nasution juga mengaku belum mengeÂtaÂhui, apakah kepolisian sudah meÂnerima data mengenai pemecatan tujuh PNS Kemenkeu itu. “Mesti kami cek dulu ke PPATK, karena daÂtanya banyak sekali. Kami belum tahu mana yang sudah diserahkan ke Polri,†ujarnya saat dikonfirmasi.
Ketua PPATK Muhammad YuÂsuf menyebutkan, institusinya perÂnah menyerahkan 117 hasil auÂdit laporan rekening menÂcuÂrigakan ke KPK.
PPATK saat ini mencatat ada 1.800 transaksi yang mencurÂigaÂkan. Dari jumlah itu, sebagian suÂdah dilaporkan tindak lanjutnya dan sebagian lagi belum ada keÂjeÂlasan. “Kami pernah kirim seÂbaÂnyak 117 transaksi mencuÂriÂgakan khusus kepada KPK dan ada laporan tentang penaÂngaÂnanÂnya. Tapi ada yang masih dalam proses,â€kata Yusuf.
Data tersebut merupakan akuÂmulasi dari tahun 2003 hingga 2012. Rekening-rekening yang mencurigakan tersebut ada yang milik anggota DPR, pejabat peÂmerintahan, pekerja swasta, bahÂkan penegak hukum.
Menurut Yusuf, PPATK memiÂliki wewenang yang diatur unÂdang undang untuk dapat meÂminÂta penjelasan dari penegak hukum mengenai penyelidikan rekening bermasalah. Beberapa aturan yang melegalkan hak PPATK itu adalah UU Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 44 ayat 1c tentang penceÂgaÂhan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, serta PeÂraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2011 mengenai Tata Cara PeÂlaksanaan Kewenangan PPATK.
Lantaran itu, Yusuf berjanji akan menagih KPK, Polri dan Kejaksaan Agung mengenai peÂngusutan laporan rekening genÂdut PNS itu. “Kami akan terus meminta laporan perkembangan penanganan kasusnya,†kata bekas Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ini.
Yusuf berjanji melakukan perÂtemuan rutin dengan pimpinan tiga institusi itu dan menagih haÂsil pengusutan rekening gendut. “Saya sudah bertemu Kapolri, Jaksa Agung, pimpinan KPK yang lama dan baru agar ke depan diadakan pertemuan rutin. MungÂkin dua atau tiga bulanan kami duduk bersama, menyamakan data. Kami akan tagih, rekening ini bagaimana dan sebagainya,†ujarnya.
REKA ULANG
Yang Diterima Kemenkeu Jumlahnya 86
Investigasi internal KemenÂterian Keuangan berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan AnaÂlisis Transaksi Keuangan (PPATK) membuktikan, tujuh PNS meÂlakukan penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang daÂlam melaksanakan tugas.
Tindak lanjutnya berupa peÂngeÂnaan hukuman disiplin keÂpada yang terbukti meÂnyaÂlahÂguÂnaÂkan wewenang tersebut. “TuÂjuh pegawai telah diberÂhenÂtikan dengan tidak hormat sebaÂgai PNS, bahkan dilakukan proÂses hukum,†kata Kepala Biro KoÂmunikasi dan Layanan InÂforÂmasi Kementerian Keuangan Yudi Pramadi lewat siaran pers.
Menurut Yudi, Kementerian KeÂuangan telah menerima 86 laÂporan transaksi keuangan yang mencurigakan dari PPATK. SeÂluruh laporan tersebut, kata dia, telah ditindaklanjuti dan diproses secara profesional.
Selain melakukan pemecatan terÂhadap tujuh PNS, dia meÂnamÂbahkan, proses terhadap laporan lainnya masih dilakukan. “TerÂhaÂdap delapan laporan telah dilaÂkuÂkan pengumpulan bahan dan keÂterangan, tapi belum ditemukan bukti penyimpangan,†ujarnya.
Kemudian, sebanyak sembilan laÂporan telah dimintakan perÂseÂtuÂjuan PPATK untuk diteruskan ke KPK. Sebab, setelah dilakukan pengumpulan bahan dan keteÂraÂngan, ternyata pegawai berÂsangÂkutan tidak lagi menjadi PNS KeÂmenkeu. “Saat ini masih terdapat tiga permintaan persetujuan yang belum direspon PPATK,†katanya.
Masih dalam proses penindaÂkan di internal Kemenkeu, Yudi meÂmaparkan, sebanyak 27 laÂpoÂran masih dilakukan penÂdaÂlaÂman informasi mengenai keÂmungÂkiÂnan penyalahgunaan wewenang peÂgawai yang berÂsangkutan. SeÂjumlah enam laÂpoÂran tidak berÂmaÂsalah. “TerÂdaÂpat tiga laporan yang bukan atau tidak terkait deÂngan pegawai KeÂmenkeu,†ucapnya.
Sedangkan untuk pencegahan, menurut Yudi, Kemenkeu pada tahun 2010 berinisiatif bekerja sama dengan KPK untuk meÂlakukan penelitian harta keÂkaÂyaan pegawainya. “Berdasarkan hasil penelitian dimaksud, beÂbeÂrapa pegawai terindikasi meÂlaÂkukan penyalahgunaan weweÂnang sehingga dijatuhi hukuman disiplin PNS. Saat ini, Kemenkeu masih bekerja sama dengan KPK melakukan investigasi terhadap kasus-kasus tertentu,†ujarnya.
Dia mengatakan, Kemenkeu berkomitmen memberantas tinÂdak pidana korupsi dan pencucian uang. Langkah-Iangkah KemenÂkeu selain bekerja sama dengan KPK dan PPATK, antara lain terlibat dalam Aksi Nasional PenÂcegahan dan Pemberantasan KoÂrupsi, dan mengembangkan whisÂtleblowing system (WiSe) dalam website Kemenkeu.
Jangan Cuma Sanksi Internal
Marwan Batubara, Koordinator LSM KPKN
Koordinator LSM KoÂmiÂte Penyelamat Kekayaan NeÂgaÂra (KPKN) Marwan Batubara meÂngingatkan, kasus kepeÂmiÂliÂkan rekening tujuh pegawai KeÂmenkeu yang mencurigakan, tiÂdak semestinya berhenti pada sanksi administratif.
“Status hukum kasus ini biar jelas. KPK perlu lebih meÂngeÂdeÂpankan prinsip transparansi dalam penanganan kasus seÂperÂti ini,†tandas bekas anggota DeÂwan Perwakilan Daerah (DPD) ini, kemarin.
Marwan juga meminta koorÂdinasi antara KPK dengan KeÂmenterian Keuangan henÂdakÂnya ditingkatkan. “Jangan samÂpai penindakan internal yang telah diambil Kemenkeu, berÂhenti sampai pada kesimÂpuÂlan pelanggaran administrasi saja,†tandasnya.
Dia pun menilai, masih ada dugaan intervensi yang serinÂgÂkali membatasi ruang gerak lemÂÂbaga superbodi itu, sehingÂga pengusutan kasus korupsi berjalan lamban. “Menurut saya masih ada kemungkinan interÂvensi yang secara langsung mauÂpun tidak langsung memÂpengaruhi pengusutan kasus korupsi,†ujarnya.
Dia menyatakan, kemungÂkinan adanya intervensi terhaÂdap lembaga superbodi tersÂeÂbut, terlihat dari penanganan beberapa kasus. Contohnya, kata dia, penanganan perkara Gayus Tambunan sampai saat ini masih belum tuntas. Siapa yang menyuap Gayus hingga meÂmiliki rekening fantastis beÂlum terungkap seutuhnya. BeÂgitu pula siapa tokoh utama yang terlibat pembuatan paspor GaÂyus atas nama Sony Laksono belum bisa dimintai pertangÂgungÂjawaban hukum.
Demikian halnya kasus NaÂzaÂruddin, yang mencuat ke perÂmuÂkaan baru sebatas kasus WisÂma Atlet. Kasus-kasus lainnya, tambah dia, juga belum dapat penanganan optimal. TerbatasÂnya ruang gerak KPK meÂngungÂkap kasus korupsi terseÂbut, ingat dia, hendaknya tidak terjadi terus-menerus.
Soalnya, kecenderungan peÂngusutan kasus yang makan wakÂtu berlarut, bisa meÂnguatÂkan kesan adanya intervensi itu. Hal ini, lanjut dia, hendaknya bisa diminimalisir KPK dengan langkah konkret.
Tinggal Lanjutkan Data Kemenkeu
Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul menilai, peÂmeÂcatan tujuh Pegawai Negeri Sipil Kementerian Keuangan yang dicurigai punya rekening jumbo, menunjukan bahwa KeÂmenkeu berupaya memÂberÂsihÂkan jajaran internalnya.
Namun, KPK belum meninÂdakÂlanjuti langkah tegas KÂeÂmenÂkeu tersebut. Kendati begiÂtu, menurut Ruhut, belum tamÂpaknya upaya KPK menelusuri kasus ini, tidak bisa dikateÂgoÂriÂkan sebagai sebuah kesalahan.
Dia menilai, sebagai lembaga pemberantas korupsi, KPK justru memberi kesempatan bagi Kemenkeu untuk melakÂsaÂnakan tugas pokok dan fungÂsiÂnya (tupoksinya) lebih dulu. “KPK saya rasa menghormati tuÂpoksi yang diemban lembaga lain seperti Kemenkeu,†ucapnya.
Jadi, sambung dia, bukan berarti KPK tidak mau meÂnaÂngani temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi KeÂuangan (PPATK) tersebut. “Saya rasa ini sebagai upaya menghormati kewenangan lembaga lain,†ujarnya.
Kata Ruhut, sebagai lembaga yang menempati garda terdepan dalam pemberantasan korupsi, KPK tidak asal dalam meÂnaÂngani kasus.
Selain menghargai tupoksi lembaga lain, lanjut Ruhut, KPK mungkin telah mengÂinÂventarisir kasus kepemilikan reÂkening tujuh pegawai KeÂmenÂkeu. Suatu saat, jika dianggap perlu mendapatkan penangaÂnan, maka mereka tinggal meÂnindaklanjuti langkah yang teÂlah diambil Kemenkeu.
Lebih lanjut, Ruhut menilai, ketegasan sikap Kemenkeu meÂmecat 7 PNS terkait laporan PPATK itu menunjukkan, tugas pokok dan fungsi pengawasan serta pembinaan yang diemban Inspektorat Kemenkeu berjalan sesuai koridor yang ada.
Penindakan terhadap tujuh pegawai Kemenkeu yang diduÂga melanggar aturan ini, meÂnurutnya, sudah tepat. “TinÂdaÂkan Kemenkeu yang memberiÂkan sanksi pada tujuh pegaÂwainya perlu diberi apresiasi,†ujarnya.
Dia menggarisbawahi, ke deÂpan langkah ideal tersebut dapat ditingkatkan. Sehingga, usaha menciptakan tertib administrasi di lingkungan Kemenkeu terÂpelihara secara berÂkeÂsiÂnamÂbungan. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32
Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59