Boy Rafli Amar
Boy Rafli Amar
RMOL. Ditangani Bareskrim Mabes Polri sejak awal tahun 2010, kasus korupsi di Kementerian Kesehatan tidak kunjung mengalami kemajuan.
Keseriusan Polri yang meÂminÂta kepada KPK agar tetap diÂberi kewenangan mengendus jeÂjak Nazaruddin dalam kasus koÂrupsi di Kemenkes ini, patut diÂpertanyakan. Apalagi, hingga awal Januari 2012, Bareskrim baru bisa meÂneÂtapkan satu terÂsangÂka kasus yang diduga meÂlibatkan perusahaan Nazaruddin, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat ini.
Satu tersangka itu adalah KeÂpala Sub Bagian Program dan AngÂgaran Sekretariat Badan PeÂngembangan dan PemÂberdayaan Sumber Daya Manusia KeÂmenÂteÂrian Kesehatan Syamsul Bahri. Dia diduga menyelewengkan tenÂder pengadaan alat bantu belajar mengajar pendidikan dokter speÂsialis di rumah sakit pendidikan dan rujukan di Badan
Pengembangan dan PemberÂdaÂyaÂan Sumber Daya Manusia (BP2SDM) Kemenkes tahun angÂgaran 2009, senilai Rp 15 miliar.
Padahal, Kejaksaan Agung yang menangani kasus korupsi KeÂmenkes belakangan, justru leÂbih dahulu menetapkan tiga terÂsangka, antara lain Syamsul Bahri itu. Bedanya, Kejaksaan Agung menangani kasus KemenÂterian Kesehatan tahun anggaran 2010. Sedangkan Polri meÂnaÂngani kasus Kemenkes tahun anggaran 2009.
Tapi, Kepala Bareskrim Polri Komjen Sutarman mengaku, peÂnguÂsutan kasus tersebut masih berÂjalan di Bareskrim. Kendati beÂgitu, dia menolak memÂbeÂberÂkan dugaan keterlibatan perusaan Nazaruddin dalam proyek di KeÂmenterian Kesehatan tahun angÂgaran 2009 itu. “Prosesnya masih berlanjut,†kata bekas Kepala Polda Metro Jaya ini.
Sementara itu, sumber di lingÂkungan Tipikor Bareskrim Polri menginformasikan, untuk meÂnunÂtaskan kasus tersebut, BaÂresÂkrim berkoordinasi dengan pÂeÂnyidik tipikor polda-polda dalam mengorek keterangan saksi-saksi di sejumlah rumah sakit daeÂrah. Sedikitnya, 17 pejabat rumah saÂkit di 12 daerah telah dimintai keÂterangan untuk menyingkap kaÂsus tersebut.
Nah, sumber ini menamÂbahÂkan, Nazaruddin diduga memiliki beberapa perusahaan fiktif yang memenangkan tender proyek di Kementerian Kesehatan itu. DuÂgaan keterlibatan NazarudÂdin, menurutnya, diperoleh setelah penyidik mengorek keterangan saksi-saksi tersebut dan tersangka Syamsul Bahri.
Kepala Bidang Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar juga mengatakan, penguÂsutan kasus ini masih berjalan. Akan tetapi, senada dengan KaÂÂÂbareskrim, apa dan baÂgaiÂmana keÂterlibatan Nazaruddin, dia beÂÂlum bisa memastikan. MeÂÂnuÂrutÂÂnya, hal tersebut adaÂlah doÂmain penyidik.
Dia menambahkan, penguÂsuÂtan kasus ini di kepolisian tidak terkait kasus Kementerian KeÂseÂhatan yang ditangani Kejaksaan Agung. Soalnya, kasus yang ditaÂngani kepolisian merupakan perÂkara pengadaan tahun 2009. SeÂdangkan kasus yang ditangani Kejagung menyangkut anggaran proyek Kemenkes tahun 2010.
Sekalipun proyek yang diduga diselewengkan berbeda tahun anggaran, dia menyatakan, kerÂjaÂsama kepolisian dengan keÂjakÂsaan tetap dilaksanakan. SoalÂnya, tersangka dua kasus itu meÂnyeret nama yang sama, yakni Syamsul Bahri.
Boy menambahkan, suksesnya penanganan perkara tidak bisa diukur dari sedikit atau baÂnyakÂnya tersangka. Penetapan status tersangka, harus diikuti bukti permulaan yang cukup. DeÂmikian halnya proses penahanan, ada pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Sebagai catatan, Kejaksaan Agung yang menangani kasus koÂÂrupsi Kemenkes belakaÂngan, justru lebih dahulu meneÂtapÂkan tiga tersangka, yakni SyamÂsul Bahri, Widianto Aim dan Bantu Marpaung. Menurut Kepala PuÂsat Penerangan Hukum KeÂjakÂsaan Agung Noor Rochmad, terÂsangka Widianto merupakan KeÂtua Pengadaan Kepala Bagian ProgÂram dan Informasi Sekretaris Badan PPSDM tahun 2010.
Widianto diduga berperan memÂbuat penetapan Harga PerkiÂraan Sendiri (HPS) yang tak seÂsuai tender pengadaan alat penÂdiÂdikan dokter rumah sakit. SeÂdangkan, Syamsul Bahri, diduga terkait penyelewengan HPS daÂlam tender proyek pengadaan alat pendidikan dokter rumah saÂkit di daerah yang dimenangkan Bantu Marpaung.
REKA ULANG
Kata Ito, Sempat Terhenti Karena Perkara Gayus
Kasus pengadaan alat bantu beÂlajar mengajar pendidikan dokter di Kementerian Kesehatan, diÂtaÂngani Polri sejak Kepala BaÂresÂkrim dijabat Komjen Ito Sumardi. Akan tetapi, hingga Kabareskrim dijabat Komjen Sutarman, tetap saja kasus ini tidak mengalami kemajuan.
Menurut Ito, kasus ini mulai ditangani sejak 2010 berdasarkan temuan penyidik maupun laporan masyarakat. Penyelidikan kasus itu, kata dia, sempat terhenti lanÂtaÂran seluruh penyidik Direktorat III Tipikor Bareskrim fokus ke peÂnanganan kasus pajak Gayus TamÂbunan.
“Waktu itu konsenÂtrasi samÂÂpai lima bulanan. SeÂteÂlah seÂleÂsai, kami lanjutkan proses peÂnyeÂliÂdikan,†katanya pada 4 Juli 2011.
Semula, kasus ini juga ditaÂngaÂni Komisi Pemberantasan KoÂrupsi. Belakangan, KPK memÂperÂsilakan Polri mengusut kasus terÂsebut. “Siapa pun yang meÂnaÂngaÂni, yang penting masalahnya diÂtangani. Untuk kasus KeÂmenÂkes, kami masih koordinasi deÂngan KPK,†kata Kepala BaÂresÂkrim Polri Sutarman.
Setelah dapat kepastian dari KPK untuk menangani perkara korupsi di Kementerian KeseÂhaÂtan, Bareskrim Polri melanjutkan penyelidikan dengan memeriksa kepala rumah sakit di 30 provinsi.
Menurut Kepala Divisi Humas Polri saat itu Irjen Anton Bachrul Alam, selain mengorek keteÂraÂngan saksi-saksi, pengusutan kaÂsus ini merujuk pada dokumen Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Perkara di Kemenkes yang ditangani Bareskrim adalah kaÂsus korupsi pengadaan alat banÂtu pendidikan bagi dokter speÂsialis pada 17 rumah sakit daerah di 12 provinsi pada tahun 2009, dengan kerugian negara sekitar Rp 15 miliar.
Sedangkan Kejaksaan Agung, menangani kasus serupa untuk tahun anggaran 2010. Menurut Jaksa Agung Muda Pidana KhuÂsus Andhi Nirwanto, hal tersebut bukanlah masalah. Katanya, KeÂjagung berkoordinasi dengan MaÂbes Polri terkait penanganan perÂkara dugaan korupsi pengadaan alat pendidikan dokter di KeÂmenÂkes ini. “Penuntutan perkara itu akan digabung dengan tersangka yang ditangani Mabes Polri, yakni Syamsul Bahri,†ujarnya.
Andhi menambahkan, berkas penuntutan akan digabung seÂteÂlah dinyatakan lengkap atau P21 serta tersangka dan barang bukti diserahkan ke kejaksaan.
Dia juga mengatakan, KejakÂsaÂan Agung dan Polri telah seÂpaÂkat soal penggabungan berkas dan penuntutan ini. “Digabung terÂhadap yang tersangkanya sama. Di sana kan baru satu terÂsangka, sementara di sini sudah ada tiga tersangka, jadi nanti kita gabung. Tidak ada masalah,†ujarnya.
Dengan penggabungan berkas, maka dakwaan dan persidangan tersangka Syamsul Bahri akan dilakukan secara kumulatif.
Tidak Ada Alasan Minimalisir Pelaku
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding meminta Polri, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi tidak meminimalisir pelaku kasus korupsi di Kementerian Kesehatan.
Dia menegaskan, pelaku utama atau intelektual dader kasus ini, harus diungkap secara gamblang kepada masyarakat. Tidak ada alasan untuk memiÂniÂmalisir pelaku.
“Tak ada alaÂsan bagi Polri, Kejagung dan KPK untuk tidak meÂninÂdakÂlanjuti dugaan peÂnyelewengan anggaran negara ini secara utuh,†ujarnya.
Lantaran itu, Syarifuddin menÂÂdesak Polri, Kejaksaan Agung dan KPK agar memeÂrikÂsa siapa pun yang diduga terÂliÂbat kasus ini secara proÂporÂsioÂnal. Jangan sampai pula, kataÂnya, pelaku utaÂma kasus ini loÂlos. Artinya, penanganan kasus korupsi meÂnyentuh pelaku kecil saja.
“Kita memantau semua peÂnanganan perkara korupsi. Jangan sampai yang jadi terÂsangka sebatas pejabat pembuat komitmen proyek,†tandas angÂgota DPR dari Partai Hanura ini.
Dia pun mengingatkan Polri, Kejaksaan Agung dan KPK agar pengusutan perkara-perÂkaÂra yang diduga menyeret NaÂzaÂruddin jangan sampai manÂdeg. Jika ada intervensi dari pihak terÂtentu kepada penegak huÂkum, menurut Syarifuddin, KoÂmisi III DPR tidak akan tinggal diam.
Setiap intervensi kepada peÂnyidik Polri, Kejaksaan Agung dan KPK, lanjut Syarifuddin, hendaknya disampaikan kepada Komisi III DPR. Sebagai mitra kerja lembaga penegak hukum, katanya, Komisi III siap memÂbantu penegak hukum untuk menyelesaikan masalah hukum.
Kemudian, koordinasi antar lembaga penegak hukum dalam menangani kasus korupsi yang sama, mesti ditingkatkan agar kesan berebut menangani kasus korupsi bisa dihindarkan.
Dia menilai, sikap Kejaksaan Agung yang akan mengÂgaÂbungÂkan berkas perkara atas nama tersangka Syamsul Bahri sebaÂgai hal positif. Dengan begitu, haÂsil kerja penyidik kepolisian menjadi tidak sia-sia. Namun, dia mengingatkan agar penaÂngaÂÂnan kasus Kemenkes tidak berhenti sampai di sini.
Kedepankan Unsur Yuridis Bukan Politis
Bambang Widodo Umar, Pengamat Kepolisian
Pengamat kepolisian BamÂÂÂbang Widodo Umar juga meÂngiÂngatkan, substansi perkara-perÂkara dugaan korupsi yang meÂnyeret Nazaruddin, bekas BenÂdahara Umum Partai DeÂmokÂrat harus diusut secara tuntas.
Pensiunan polisi berpangkat Kombes (Purn) ini meminta agar pengusutan kasus tersebut mengedepankan unsur hukum, bukan unsur politis.
“Kepolisian hendaknya tetap mengedepankan unsur yuridis. Polri tidak boleh menjadi alat politik pihak tertentu,†tandas Bambang.
Dia menggarisbawahi, jika benar Nazaruddin terlibat kasus korupsi di Kementerian KeseÂhaÂtan dan lain-lain, hal itu henÂdaknya bisa segera diungkap. Jadi, kata Bambang, Polri, KeÂjaksaan Agung dan KPK tidak boÂleh menjadikan dugaan-dugaan keterlibatan Nazaruddin untuk mendongkrak popularitas semata.
Sebaiknya, lanjut Bambang, apa yang sudah disampaikan kepada publik diikuti dengan bukti-bukti. Unsur pembuktian atas dugaan-dugaan tersebut saÂngat ditunggu masyarakat. “Jadi, bukan digembar-gembÂorÂkan. Justru dibuktikan dengan kerja keras,†tandas dia.
Jika penegak hukum masih menggunakan pola gembar-gembor, dia meyakini, lembaga penegak hukum bisa dengan mudah diboncengi kepentingan politik pihak tertentu.
Padahal, jika bicara ideal, lembaga penegak hukum harus mampu independen. Bebas dari kepentingan politik serta senanÂtiasa menempatkan faktor yuriÂdis pada garda terdepan.
LanÂtaran itu, dosen Pasca SarÂjaÂna Fakultas Ilmu KepoÂliÂsiÂan Universitas Indonesia ini menÂÂdesak agar profesioÂnalisÂme penegak hukum kembali ditata sesuai pedoman ideal yang ada. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32
Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59