Berita

Andhi Nirwanto

X-Files

Tersangka Kasus UNJ Tak Kunjung Diperiksa

Surat Perintah Penyidikan Terbit 1 November
SELASA, 03 JANUARI 2012 | 09:10 WIB

RMOL. Jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus belum memeriksa tersangka kasus penggelem-bungan harga alat laboratorium dan alat penunjang pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Tahun Anggaran 2010.

Padahal, surat perintah pe­nyi­dikan terhadap dua tersangka ka­sus ini resmi tertanggal 1 No­vem­ber 2011. Persisnya, Surat Pe­rin­tah Penyidikan (Sprindik) Nomor 161 dan 162/F.2/Fd.1/11/2011.

Kedua tersangka itu adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), yakni Fakhrudin yang juga Pembantu Rektor III dan Ketua Panitia Lelang Tri Mul­yono yang juga dosen Fakultas Tek­nik UNJ. Mereka disangka melakukan penggelembungan harga.

Selain itu, dalam pengadaan ter­sebut, spesifikasi barang tidak se­suai dengan kualitas yang di­inginkan. Akibatnya, negara di­duga mengalami kerugian sekitar Rp 5 miliar. Lantaran itu, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Akan tetapi, dua bulan setelah surat perintah penyidikan resmi terbit, kedua tersangka itu tidak kunjung diperiksa penyidik.

Jaksa Agung Muda Pidana Khu­sus (Jampidsus) Andhi Nir­wan­to beralasan, semua kasus yang diproses jajarannya pada tahun 2011 akan diteruskan pada 2012, termasuk kasus korupsi di UNJ.

Saat ditanya kapan para ter­sangka kasus UNJ diperiksa pe­nyidik, Andhi mengatakan, jad­wal pemeriksaan tersangka diserahkan kepada Direktur Pe­nyi­dikan. “Itu teknis dari Direktur Penyidikan, pasti sudah dijad­walkan pemeriksaannya, hanya saya belum tahu kapan,” ujarnya, seusai menghadiri jumpa pers ber­tema “Capaian Kinerja Kejak­saan Republik Indonesia Tahun 2011” di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, akhir Desember lalu.

Menurut Kepala Pusat Pene­rang­an Hukum (Kapuspenkum) Ke­jaksaan Agung Noor Roch­mad, pada 1 Desember 2011, pe­nyidik pada Jampidsus telah men­datangi kantor kedua tersangka. Akan tetapi, penyidik tidak me­meriksa Fakhrudin dan Mulyono. “Saat itu, yang dilakukan di kan­tor UNJ hanya penyitaan doku­men,” ujarnya.

Data yang telah disita penyidik, lanjut Noor, adalah dokumen le­lang dan surat kontrak penga­da­an tersebut. “Penyidik sudah sita do­kumen penting untuk dipe­la­jari,” kata dia.

Lantas, kapan para tersangka itu akan diperiksa? Penyidik, jawab Noor, baru menjadwalkan pe­meriksaan para saksi kasus tersebut, belum sampai pada pemeriksaan tersangka. “Ini untuk melanjutkan pemeriksaan pada bulan Desember 2011. Se­bagian saksi sudah diperiksa,” ucapnya di sela-sela jumpa pers laporan akhir tahun 2011 itu.

Rencananya, awal Januari ini, ja­jaran Jaksa Agung Muda Pi­dana Khusus akan memeriksa enam saksi kasus korupsi ini di Ge­dung Bundar, Kejaksaan Agung. “Enam saksi akan dipe­rik­sa pada 5 Januari, sedangkan tersangkanya belum,” kata dia.

Akan tetapi, Noor tidak mau membeberkan siapa saja para saksi kasus korupsi proyek senilai Rp 17 miliar tersebut. “Itu kewe­nangan penyidik dan saya tidak ber­hak membeberkannya,” elak dia.

Sebelumnya, lanjut Noor, satu saksi kasus UNJ sudah dimintai keterangan pada 7 Desember 2011. “Elisnawati dari PT Marell Mandiri sudah diperiksa penyidik Kejagung,” ujarnya.

Perkara ini berawal dari pe­ne­tapan pemenang tender, yakni PT Marell Mandiri. Tetapi, penger­ja­annya diduga dilakukan PT Anugerah Nusantara yang masih satu konsorsium dengan PT Per­mai Group. PT Anugerah Nu­san­tara dikoordinir Mindo Rosalina Ma­nulang, anak buah bekas Ben­dahara Umum Partai Demokrat Mu­hammad Nazaruddin. “PT Anu­gerah Nusantara yang di­koor­dinir Mindo Rosalina Ma­nulang meminjam PT Marell. Di situlah timbul dugaan mark up,” ujar Noor. [Harian Rakyat Merdeka]

REKA ULANG

Lagi-lagi Anak Buah Nazaruddin

Menurut Kepala Pusat Pe­ne­rangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rochmad, kasus korupsi pengadaan alat laboratorium dan alat penunjang pendidikan di Uni­versitas Negeri Jakarta (UNJ), bermula dari penetapan pemenang tender proyek ini, yakni PT Marell Mandiri. Tetapi, pengerjaannya diduga dilakukan PT Anugerah Nusantara yang masih satu konsorsium dengan PT Permai Group.

Nah, PT Anugerah Nusantara di­koordinir Mindo Rosalina Ma­nulang, anak buah bekas Ben­da­hara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. PT Anu­gerah Nusantara merupakan salah satu anggota konsorsium PT Permai Group yang dikoor­dinir Mindo Rosalina Manulang. Banyak perusahaan dikoordinir Mindo. “PT Anugerah Nusantara yang dikoordinir Mindo Rosalina me­minjam PT Marell. Di situlah tim­bul dugaan mark up,” ujar Noor.

Kasus korupsi di UNJ ini, me­nam­bah panjang daftar perkara yang menyeret nama anak buah Na­zaruddin itu. Sekadar meng­ingatkan, Majelis Hakim Penga­dilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah memvonis Mindo terbukti terlibat kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games. Majelis hakim menjatuhkan hukuman 2,5 tahun penjara untuk Mindo. Sedangkan bosnya, Nazaruddin masih diadili di pengadilan yang sama.

Akankah kasus pengadaan alat-alat laboratorium di UNJ itu juga akan bergulir ke arah Naza­rud­din? Noor Rochmad tidak menjawab dengan pasti. Hanya, dia mengatakan, Kejaksaan Agung tidak akan segan-segan me­minta pertanggungjawaban orang-orang yang terbukti terlibat kasus tersebut. “Jika cukup bukti, siapa pun akan dimintai pertang­gung­jawabannya,” kata dia.

Akan tetapi, sejauh ini, Ke­jak­saan Agung belum menetapkan pihak swasta sebagai tersangka ka­sus UNJ. Penyidik masih fokus pada pemeriksaan saksi-saksi. “Dari pemeriksaan itulah nanti ber­kembang kepada penetapan tersangka lainnya. Tidak tertutup kemungkinan dari pihak rekanan, ji­ka buktinya kuat,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Kenapa Tersangka Belum Diperiksa

Tama S Langkun, Aktivis ICW

Anggota Divisi Investigasi LSM Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun menilai, ada yang aneh dalam penanganan kasus korupsi pe­ngadaan alat laboratorium Uni­versitas Negeri Jakarta (UNJ) di Kejaksaan Agung. Keanehan itu adalah kenapa tersangkanya belum diperiksa.  

Tama menegaskan, siapa pun yang terlibat dalam kasus ko­rupsi tersebut seharusnya dipe­rik­sa, apalagi tersangkanya. “Se­harusnya segera diperiksa,” kata dia.

Dia pun mengingatkan Ke­jak­saan Agung untuk konsisten terhadap keputusannya dalam me­netapkan tersangka, agar kasus UNJ tidak berhenti di tengah jalan. “Kejagung harus fokus pada orang-orang yang te­lah ditetapkan sebagai ter­sangka, jangan sampai macet dan tidak ada pemeriksaan,” ujar­nya.

Menurutnya, kasus UNJ ini sangat strategis karena ber­hu­bungan dengan kepentingan pub­lik yang berpengaruh pada masa depan pendidikan.

Tama menilai, tidak adil jika Kejagung hanya melakukan pemeriksaan terhadap saksi-sak­si, sedangkan tersangkanya be­lum diperiksa. “Pada sebuah kasus, terutama orang yang te­lah ditetapkan sebagai ter­sang­ka, mestinya dilakukan peme­rik­saan secepatnya.”

Selain harus memeriksa ter­sangka, tambah Tama, Ke­ja­gung harus menemukan cara yang tepat dalam membongkar ka­sus. “Harus ada cara yeng cer­das untuk mengusut kasus yang kabarnya memiliki hu­bungan dengan Nazaruddin ini,” katanya.

Dia menegaskan, kasus yang diduga berkaitan dengan Nazar harus dibongkar sampai selesai. Nah, bisa saja kasus UNJ meru­pakan salah satu cabang dari perkara Nazar. “Kesaksian para saksi penting untuk dilihat korelasinya, tapi tersangka juga penting untuk diperiksa.”

Tama juga meminta Kejak­sa­an Agung tidak mengulur-ulur waktu untuk memeriksa para ter­sangka. Lantaran itu, pe­ne­tapan dan pemeriksaan ter­sang­ka se­mes­tinya menjadi agenda prio­ritas penyidik Kejagung. “In­for­masi dari tersangka pen­ting, dan para saksi yang di­pe­rik­sa bisa dijadikan pelengkap kete­rangan atau pembanding ke­te­rangan ter­sangka,” katanya.

Khawatir Kejagung Menanggung Malu

Suhartono Wijaya, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Su­hartono Wijaya menilai, prosedur penanganan kasus pe­ngadaan alat laboratorium dan alat penunjang pendidikan di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menyalahi prosedur.

Indikasinya, Kejaksaan Agung masih berkutat pada pe­meriksaan saksi-saksi. Se­dang­kan dua tersangka kasus ini, tak kunjung diperiksa meski surat perintah penyidikan sudah keluar sejak 1 November 2011. “Prosedurnya salah. Sepertinya Kejaksaan Agung takut ter­sangka kasus ini kabur, se­hingga penyidikan berjalan ter­balik, yakni menetapkan ter­sang­kanya dulu, baru me­me­riksa saksi-saksi,” kata dia.

Menurut Suhartono, prosedur yang terbalik seperti itu tak lepas dari desakan masyarakat. Se­karang, masyarakat meng­ingin­kan sesuatu yang cepat. “Ini de­sakan publik, sehingga Ke­jaksaan Agung cepat-cepat me­ne­tapkan tersangka, padahal pe­ng­umpulan barang bukti be­lum tuntas dan lengkap,” ujarnya.

Dia menambahkan, tersang­ka bisa saja tidak diumumkan sebelum bukti-bukti dilengkapi ter­lebih dahulu. “Kejaksaan Agung hendaknya menyelidiki saksi-saksi dulu, baru me­ne­tapkan tersangka setelah bukti sudah lengkap,” ujar Su­har­tono.

Tapi, menurut dia, Kejaksaan Agung menetapkan tersangka kasus ini lebih dahulu, baru kemudian menggali keterangan saksi-saksi dan melengkapi barang bukti.

Padahal, tambah Suhartono, ketidaklengkapan bukti akan menyulitkan Kejaksaan Agung yang sudah menetapkan dua tersangka. “Penetapan tersang­ka dengan barang bukti yang be­lum lengkap adalah tindakan tergesa-gesa,” kata anggota DPR dari Fraksi Partai De­mokrat ini.

Kendati begitu, Suhartono me­nyatakan memahami ke­sulitan Kejagung yang dituntut bekerja cepat, ditambah lagi adanya standar operasional pro­sedur (SOP) yang meng­ha­ruskan penyidik meny­elesaikan pe­nyidikan selama 100 hari kerja. “Kasus ini sudah terlanjur keluar dari Kejagung. Mungkin ka­rena takut malu, Kejagung kembali menyelidiki saksi-saksi.”

Selain itu, Suhartono menya­rankan Kejagung untuk selektif mengumumkan seseorang se­bagai tersangka sebelum fakta hu­kumnya kuat. “Penetapan tersangka ada tahapannya, kalau datanya masih dangkal, se­baiknya jangan,” ucap dia.

Dia berharap, Kejagung ber­hati-hati menetapkan seseorang se­bagai tersangka. Meski kha­watir pelaku suatu kasus ko­rupsi kabur, menurut Su­har­tono, Kejaksaan Agung tetap harus melengkapi bukti lebih da­hulu sebelum melakukan penetapan tersangka.

“Minimal mengambil tindak­an setelah me­ncium dan men­dapatkan indikasi kuat, jangan seolah-olah sudah lengkap pa­dahal belum. Nanti Kejagung sen­diri yang malu,” katanya.  [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya