Airlangga Hartarto
Airlangga Hartarto
RMOL. Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto mengkritik Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 147 Tahun 2011 tentang Kawasan Berikat. Dampak dirasakan sejumlah pabrik tekstil dan alas kaki di Bandung.
“Investasi industri berupa tanah dan bangunan tidak wajar dipindah, apalagi sektor tekstil dan alas kaki merupakan sektor unggulan untuk penyerapan tenaga kerja,†kata Airlangga Hartarto kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Peraturan Menteri Keuangan tentang Kawasan Berikat mengÂharuskan pengusaha di kawasan berikat berada di dalam kawaÂsan industri. Jika tidak dipindah ke kawasan industri, status kaÂwasan berikat akan dihapus. Fasilitas pembebasan pajak pun hilang.
Dia mengingatkan, peraturan itu bisa menimbulkan kerawaÂnan sosial karena menyangkut peminÂdahan tenaga kerja. Di tengah membanjirnya barang impor dari China, pemerintah seharusnya memberi insentif kepada industri tekstil dan alas kaki untuk ekspor.
“Terkesan tidak ada koordinasi mendalam dengan kementerian teknis lainnya,†ujar politisi Partai Golkar itu.
Berikut petikan wawancara.
Betul, Menkeu mengeluarÂkan PMK tanpa berkoordinasi deÂngan kementerian terkait dan DPR?
PMK kewenangan pemerintah, tentunya perlu berkoordinasi dengan Kementerian PerindusÂtrian, Kementerian Perdagangan serta BKPM. Ini terkait erat iklim investasi bagi perusahaan yang telah melakukan investasi di kaÂwasan berikat maupun yang akan berinvestasi.
Dengan penandatanganan ACFTA banyak fasilitas yang semula diberi fasilitas menjadi disinsentif apabila perusahaan ingin mengalihkan pasar, dari pasar ekspor menjadi lebih dari 50 persen di pasar lokal.
Bila tidak direvisi?
Dampak negatif iklim yang tidak kondusif pemerintah seÂdang mendorong kegiatan projob. Sedangkan di sini outÂsourcing linkages dilarang jadi tidak menÂdorong keterkaitan industri, teruÂtama industri garÂmen dan alas kaki yang dapat melibatkan industri kecil dan menengah (IKM). Lalu aturan terlalu ketat terhadap minimal jumlah ekspor, sehingga bila peÂrusahaan akan memanfaatkan pasar domestik maka kawasan berikat bagi perusahaan besar tidak menjadi persoalan tapi perusahaan kecil jelas meruÂpakan biaya tinggi.
Kalau direvisi, apa yang perlu diluruskan?
Mengenai mewajibÂkan exisÂting industri pindah ke kawasan industri, serta pelarangan outÂsourcing linkages antarindustri kecil dengan industri di kawaÂsan. Lalu, minimal volume eksÂpor perlu diturunkan agar mamÂpu meredam persaingan dengan produk sejenis dari serbuan China.
Pada tahun 2011, bagaimana nasib industri lokal?
Industri tekstil berkontribusi terÂhadap ekpor tahun 2011 diproÂyeksikan sebesar 13,6 miliar dolar AS naik 21 persen dibanÂding 2010. Untuk alas kaki 3,2 miliar dolar AS atau naik 31 perÂsen. Industri tekstil berkontribusi 8,7 persen dari Industri Migas dengan total tenaga kerja 10,13 persen tenaga kerja sektor manuÂfaktur tahun 2010, sedangkan alas kaki 1,8 persen berkontribusi terhadap sektor nonmigas.
Anda melihat maraknya baÂrang impor dari China memÂbuat industri kita kewalahan?
Industri China, khususnya teksÂÂtil dan sepatu, bermain pada low cost producer, tentunya mengganggu industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Dari peÂngaÂÂmatan di klaster perseÂpatuan Cibaduyut, industri alas kaki nasional masih bisa bertahan di industri berbahan baku kulit, untuk bahan baku kulit sintetis sudah kalah.
Ada kesamaan antara industri TPT dan alas kaki Indonesia-China, yakni sama sama menÂjadi penjahit industri besar seÂperti, Nike, Rocksport, Hugo Boss tiÂdak mampu mengemÂbangÂkan merk sendiri sehingga diÂjadikan produk substitusi manuÂfaktur oleh prinsipal utama.
Industri China, khususnya teksÂÂtil dan sepatu, bermain pada low cost producer, tentunya mengganggu industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Dari peÂngaÂÂmatan di klaster perseÂpatuan Cibaduyut, industri alas kaki nasional masih bisa bertahan di industri berbahan baku kulit, untuk bahan baku kulit sintetis sudah kalah.
Ada kesamaan antara industri TPT dan alas kaki Indonesia-China, yakni sama sama menÂjadi penjahit industri besar seÂperti, Nike, Rocksport, Hugo Boss tiÂdak mampu mengemÂbangÂkan merk sendiri sehingga diÂjadikan produk substitusi manuÂfaktur oleh prinsipal utama.
Perlu pembenahan dalam industri kita dalam persaingan ACFTA?
Yang perlu dilakukan, mendoÂrong penguatan struktur industri mulai dari hulu pembuatan beÂnang, revitalisasi industri teÂngah spinning, weaving, knitÂting, printing finishing. Yang utama, biaya energi dan peruÂbaÂhan atau kestabilan exchange rate keÂrugian industri akibat penguatan rupiah sepanjang tahun 2011 mendekati 25 persen, sedangkan biaya energi terkait dengan penguatan rupiah bila dikaitkan dengan kurs untuk ekspor menÂcapai 28 perosen. Untuk sektor hilir, kebijakan keÂtenagakerjaan penentuan UMR seringkali membuat wilayah provinsi terÂtentu menjadi kurang kondusif.
Industri lokal kita selama 2011 tumbuh?
Ya, khususnya produk tekstil. Ekspornya tumbuh sebesar 21,8 persen. Namun, impor juga meÂningkat 39 persen dengan tujuan utama ekspor Amerika Serikat masih mendominasi dengan pasar 36,9 persen. Industri alas kaki pangsa pasar AS mencapai 22,5 persen dan masih tumbuh sebesar 31 persen seiring dengan peningkatan impor.
Secara global Indonesia hanya sebagai eksportir no 11 dengan total ekspor seperdua puluh dari China atau 13 miliar dolar AS. Jadi dari berbagai sisi kewajiban pemerintah untuk membuat keÂberpihakan yang jelas pada industri TPT dan alas kaki nasional.
Komisi VI akan memanggil Menkeu untuk membahas maÂsalah itu?
Komisi tentu akan mendaÂlami ini dengan mengundang kemenÂterian terkait, termasuk KemenÂkeu. Mungkin setelah reses. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06
Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
UPDATE
Minggu, 28 Desember 2025 | 13:46
Minggu, 28 Desember 2025 | 13:17
Minggu, 28 Desember 2025 | 13:13
Minggu, 28 Desember 2025 | 12:45
Minggu, 28 Desember 2025 | 12:27
Minggu, 28 Desember 2025 | 12:02
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:45
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:39
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:33
Minggu, 28 Desember 2025 | 11:05