Berita

ilustrasi/ist

X-Files

Dilaporkan Memeras, Kajari Diperiksa Jaksa Agung Muda

Minta Rp 500 Juta Kepada Orang yang Diduga Korupsi
SENIN, 26 DESEMBER 2011 | 09:01 WIB

RMOL.Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy mengakui tengah menangani kasus pemerasan yang diduga dilakukan Kepala Kejaksaan Negeri Takalar, Sulawesi Selatan Rakhmat Harianto.

Kajari Takalar Rakhmat Ha­rianto dan Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Takalar, Tuwo dila­porkan ke Jaksa Agung karena memeras seseorang yang diduga terlibat perkara korupsi. Ke­dua­nya juga dilaporkan karena me­la­kukan intimidasi, menekan, me­maki, menakut-nakuti, me­ngan­cam dan menyerang pribadi ser­ta kehormatan keluarga seseorang.

Ketika dikonfirmasi, Jaksa Agung Muda Pengawasan Mar­wan Effendy menyatakan dirinya kesal sekali karena masih saja ada jaksa yang memeras. “Jaksa Agung memerintahkan agar ka­sus yang sedang ditangani Kajari Takalar itu segera diambil alih Ke­jaksaan Tinggi. Kajari dan Kasi Pidum Kejari Takalar sudah menjalani pemeriksaan fung­sio­nal. Jabatan fungsional mereka su­dah dinonaktifkan,” ujar Mar­wan kepada Rakyat Merdeka.

Lebih lanjut, Marwan menga­ta­kan, Jaksa Agung sudah menge­luarkan Surat Peringatan kepada dua jaksa tersebut. “Saat ini telah ditunjuk Pelaksana Tugas Kajari Takalar, menggantikan Kajari itu. Kajarinya juga sudah ditarik ke Ke­jaksaan Tinggi,” ujar bekas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus ini.

Lantaran Rakhmat dan Tuwo masih dalam proses pengawasan dan pemeriksaan, Marwan belum bisa memastikan, hukuman apa yang bakal dijatuhkan kepada dua jaksa itu. “Kalau perlu seberat-be­ratnya. Tapi, saya belum bisa pas­tikan akan diberi sanksi apa, sebab masih dalam proses,” kata dia.

Marwan membenarkan, Rakh­mat berupaya memeras seseorang di Takalar. Rachmat mengancam akan menjadikan orang itu se­ba­gai tersangka kalau tidak di­berikan uang sebesar Rp 500 juta. “Kalau diberikan, katanya tidak akan dijadikan tersangka. Kacau yang begini ini,” tandasnya.

Upaya pemerasan itu, bermula saat seseorang bernama Rommy Hartono Theos meminjamkan Rp 160 juta kepada sahabat ka­ribnya yang bernama William pada 2009 untuk modal usaha. Uang itu di­gu­nakan William un­tuk membuat kapal.

Selanjutnya, pada 25 No­vem­ber 2011, William bersama se­se­orang bernama Sirajuddin Andi Ismail diduga melakukan korupsi proyek pengadaan kapal penye­be­rangan (bus air) sebanyak 2 unit pada Di­nas Perhubungan Kabupaten Takalar. Proyek terse­but bernilai Rp 1,5 miliar. Kasus ini ditangani Kejaksaan Negeri Takalar.

Rommy kemudian mendapat panggilan dari Kejari Takalar un­tuk diperiksa terkait kasus pe­ngadaan dua unit kapal tersebut. “Klien kami tak tahu menahu me­ngenai pengadaan kapal itu, tak mengenal Sirajuddin, tak pernah ber­hubungan dengan Dinas Per­hu­bungan dan tak mengerti me­nga­pa dipanggil. Dia hanya tahu meminjamkan uang kepada sa­ha­batnya, William, yang katanya akan dipakai sebagai modal usa­ha,” ujar kuasa hukum Rommy, Anang Yuliardi Chaidir ketika dihubungi.

Kendati begitu, lanjut Anang, Rom­my bersedia datang untuk meng­hormati kejaksaan, guna mem­berikan keterangan. “Tapi, awal kedatangan klien kami ini­lah yang menjadi awal peme­rasan, intimidasi dan makian Ka­jari Ta­ka­lar Rakhmat Harianto,” ujarnya.

Menurut Anang, Rommy dikait-kaitkan ikut terlibat kasus pengadaan dua buah kapal terse­but. Untuk pengamanan, Rakh­mat meminta uang Rp 100 juta ke­pada Rommy. “Tetapi klien kami tidak menanggapinya,” ujar Anang.

Karena tidak memenuhi per­min­taan Rakhmat, Rommy pun se­ring ditelepon dan dimaki-maki. Bahkan, lanjut Anang, kata-kata kasar dan tidak senonoh kerap disampaikan Rakhmat kepada Rommy.

Pada 13 Desember 2011, Rakh­mat menelepon Rommy dan me­nyuruh untuk datang diperiksa jam 9 pagi. Tapi, Rommy baru dite­­mui Rakhmat pukul 4 sore. Rommy kemudian merekam per­bin­cangan dan intimidasi yang disampaikan Rakhmat ke­pa­danya.

“Pada hari itu, Rakhmat kem­bali memeras klien kami sebesar Rp 500 juta. Klien kami diinti­mi­dasi. Rommy sudah tak tahan, dia merekam semua pertemuan itu. Rekamannya sudah disam­paikan ke Kejaksaan Agung,” ujar Anang.  Me­nurut dia, Rom­my juga su­dah di­periksa tim dari Kejaksaan Agung terkait laporan ter­sebut. “Tim dari Kejagung su­dah m­e­me­­rik­sa klien saya,” ujarnya.

Tak Semua yang Dilaporkan Terbukti Salah

Reka Ulang

Menjelang pergantian tahun, Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy menyampaikan, jajarannya sudah memroses ri­buan laporan pelanggaran jaksa dari seluruh Indonesia.

Hingga Desember 2011, papar Marwan, hanya 889 laporan yang tersisa, itu pun masih dikerjakan. “Sampai Desember ini, semua laporan yang masuk sudah kami proses. Yang belum selesai itu kebanyakan dari daerah, masih kami proses,” ujarnya.

Marwan menjelaskan, pada De­­­sember 2010, pihaknya men­da­­pat tanggung jawab mene­rus­kan pe­nyelesaian tunggakan 910 laporan pelanggaran jaksa. Se­dang­kan selama 2011, Jamwas men­da­pat­kan 1.550 laporan lagi. “Yang su­dah terselesaikan pro­ses­nya se­ba­nyak 1.571 laporan, sisanya 889 masih kami kebut,” ujarnya.

Hingga akhir tahun ini, kata Mar­wan, pihaknya sudah men­ja­tuh­kan sanksi terhadap 227 terla­por. “Setelah kami proses, tidak se­mua terbukti bersalah. Yang ter­bukti membuat kesalahan, su­dah kami berikan sanksi. Sanksi itu tergantung jenis pelang­ga­rannya,” ucap dia.

Kejaksaan Agung meng­kl­a­si­fi­ka­sikan pelanggaran dalam em­pat jenis, yaitu perbuatan in­di­sip­liner, penyalahgunaan we­we­nang, urusan perdata dan per­bua­tan tercela lainnya.

Para jaksa dan staf tata usaha (TU) kejaksaan yang terbukti me­lakukan pelanggaran, men­da­pat­kan sanksi atau hukuman sesuai jenis pelanggaran yang dila­ku­kan­nya. Jenis sanksi yang diberi­kan, dibagi tiga kategori, yaitu hu­kuman tingkat ringan, huku­man tingkat sedang dan hukuman tingkat berat.

Marwan menjelaskan, untuk jenis perbuatan indisipliner jaksa dan staf TU hingga  19 Desember 2011 sebanyak 36 kasus, dan yang sudah dijatuhkan sanksi se­ba­nyak 30 orang. Kemudian, pe­nya­lahgunaan wewenang seba­nyak 165 laporan, dan yang kena sanksi sebanyak 87 orang. Pe­lang­garan berupa perbuatan ter­ce­la lainnya sebanyak 26 kasus.

Lebih lanjut, Marwan me­n­je­las­kan mengenai jenis hukuman yang diberikan terhadap pelaku 227 kasus tersebut. Pelaku tin­dakan indisipliner diberikan hu­ku­man ringan, yakni sebanyak 30 orang. “Diberikan sanksi karena ma­salah indisipliner seperti ter­lambat, absensi atau kehadiran dan lain-lain.”

Untuk jenis pelanggaran pe­nyalahgunaan wewenang, ada 165 kasus, yang sudah dijatuhkan sanksi sebanyak 87 orang.

Nah, untuk jenis pelanggaran de­ngan hukuman berat, Kejak­sa­an Agung menghukum pelaku 110 kasus, dengan rincian: pem­ber­hentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS sebanyak 19 orang, pem­ber­hen­tian dengan tidak hormat se­bagai PNS sebanyak 20 orang, pe­nurunan pangkat setingkat lebih rendah sebanyak 28 orang, pembebasan jabatan fungsional jaksa sebanyak 10 orang dan pem­bebasan dari jabatan struk­tu­ral sebanyak 33 orang.

Sedangkan Komisi Pemberan­ta­san Korupsi pada tahun 2011 me­nangkap dua jaksa, yakni Dwi Seno Widjanarko dan  Sistoyo. Dwi Seno ditangkap KPK sesaat setelah bertransaksi memeras pe­ja­bat BRI Cabang Juanda, Ci­pu­tat, Tangerang Selatan. Dwi se­ba­gai pegawai negeri telah mela­kukan perbuatan yang dengan maksud menguntungkan diri sen­diri secara melawan hukum, atau menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang memberikan sesuatu.

Dwi telah divonis pidana pen­jara 1 tahun 6 bulan dikurangi ma­sa tahanan, denda Rp 20.000.000 subsidair 2 bulan ku­rungan dan membayar biaya perkara Rp 10.000. Sedangkan jaksa Sis­toyo ditangkap petugas KPK bersama dua pengusaha, Edward M Bunjamin dan Anton Bambang pada Senin petang (21/11/2011) di halaman Kejari Cibinong.

Masih Berkutat Pada Sanksi Administratif

Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Dasrul Djabar sangat prihatin melihat dan mendengar banyak aparat penegak hukum terbelit kasus. “Pemerasan yang dilaku­kan jaksa sangat menciderai pe­negakan hukum kita,” katanya.

Menurut Dasrul, kejahatan yang dilakukan jaksa di seluruh Indonesia sudah sangat siste­mik. “Sebab, sanksi yang dibe­ri­kan kepada para jaksa nakal tidak jelas,” ujar anggota DPR dari Partai Demokrat ini.

Lantaran itu, dia meminta Jaksa Agung Basrief Arief mem­berikan tindakan tegas bagi jaksa bermasalah. “Jaksa Agung harus memberikan pu­nish­ment yang tegas. Berikan tindakan-tindakan konkret ter­hadap jaksa nakal, jangan ber­lama-lama prosesnya dan ja­ngan seputar masalah etis saja,” ujar Dasrul.

Pengawasan internal Kejak­sa­an Agung, menurut Dasrul, sangat berkenaan dengan kebi­ja­kan Jaksa Agung. Penga­wa­san internal menjadi kurang ber­gigi, sebab ada kesamaan rasa se­bagai sesama satu korps. “Su­lit berharap ketegasan dari da­lam,” ujarnya.

Jika memang jaksa-jaksa di Indonesia sudah sebagian besar bobrok, lanjut dia, maka tidak masalah apabila ada kebijakan yang drastis untuk memecat para jaksa nakal itu. “Di Me­xi­co, mereka berani memecat 900 polisi. Nah, di kita, kalau jak­sa­nya massif bobrok, ya pecat saja. Toh,  negara kita masih me­­miliki putra putri bangsa yang ti­dak bermental bobrok dan ber­potensi untuk direkrut. Mencari dan merekrut seribu jaksa tidak sulit di negara kita,” ujarnya.

Sekali lagi Dasrul mengi­ngat­kan, Jaksa Agung jangan ter­je­bak hanya memberikan sanksi yang sifatnya administratif bagi jaksa nakal.

“Harus dihukum te­gas. Kalau hanya hukuman di­siplin, tidak akan jera. Mungkin dengan di­pecat dan dihukum secara pi­dana, itu lebih berguna m­enim­bul­kan efek jera,” ujarnya.

Sarankan Hukumannya Dua Kali Lipat

Sandi Ebenezer, Majelis PBHI

Perilaku jaksa nakal kian menjadi. Meskipun ada upaya penangkapan jaksa korup oleh KPK, namun perbuatan jaksa nakal tetap saja marak. Karena itu, KPK didesak agar juga fokus membersihkan jaksa-jaksa nakal.

“Jaksa nakal itu tidak akan jera, sebab sudah sangat massif terjadi. Mestinya KPK fokus melakukan pembersihan di kejaksaan dan kepolisian,” saran Majelis Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sandi Ebenezer Situngkir.

Menurut Sandi, walaupun Indonesia memasuki era pe­ne­gakan hukum, namun perilaku aparat penegak hukumnya tak kian bagus. “Perilaku jaksa jus­tru lebih bagus pada masa Orde Baru. Indikatornya, sekarang ini ada indikasi permainan mu­lai dari jaksa bawahan sampai atasan. Kalau dulu, yang berani cuma atasannya,” ujarnya.

Dalam perkara dugaan pe­me­rasan oleh Kepala Kejaksaan Ne­geri Takalar Rakhmat Ha­rianto, Sandi mendesak semua pihak menelisik permainan yang terjadi di dalamnya.

“Du­gaan pemerasan di Kejari Takalar harus dilihat, apakah yang bersangkutan menangani sendiri perkara tersebut atau tidak,” ujarnya. Apabila me­mang ada jaksa pengganti da­lam penanganan perkara ter­sebut, lanjut dia, maka ke­mung­kinannya terlibat pun besar.

Selanjutnya, Sandi menilai, upaya penjeraan berupa pen­ja­tuhan hukuman oleh kejaksaan terhadap jaksa nakal, tidak efek­­tif. Cenderung ala kadar­nya. Karenanya, perilaku jaksa kian menggila. Hukuman berat patut diberikan kepada jaksa-jaksa nakal.

“Idealnya, jangan hanya di­berikan tindakan administrasi ke­pada pelakunya. Harus di-Ci­rus-kan. Hukumannya pun ha­rusnya dua kali lipat dari ma­sya­rakat biasa,” ujar Sandi. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya