RMOL.Selasa besok, dokter spesialis di Rumah Sakit Budi Asih berencana kembali mogok praktik. Aksi ini dilakukan sampai tuntutan mereka dipenuhi pihak manajemen rumah sakit pemerintah itu.
“Selama (tuntutan) belum terÂpenuhi dan masih dalam posisi tiÂdak nyaman, kami memilih tidak bertugas setiap Selasa. Apa yang kami inginkan sudah jelas,†ujar dr Asep Syaiful Karim, SpPD keÂpada Rakyat Merdeka.
Asep adalah Ketua Ketua KoÂmiÂte Medis Rumah Sakit Budi Asih. Dokter spesialis penyakit daÂlam itu mengatakan aksi moÂgok praktik ini merupakan benÂtuk protes atas minimnya pengÂhaÂsiÂlan yang mereka terima. Juga buÂrukÂnya pengelolaan ruÂmah sakit ini.
Menurut Asep, gaji dokter dan perawat di sini jauh di bawah rata-rata. Seorang dokter spesialis hanya digaji Rp 1,6 juta per bulan. Mereka menuntut agar gaji dinaikkan.
“Jangan sampai karena gaji yang kecil itu membuat kinerja pegawai tidak maksimal, dan meÂreka terpaksa mencari pekerja lain di luar jam kerja. Karena terÂbirit-birit mencari nafkah di luar. Akibatnya tidak fokus merawat pasien,†ujarnya.
Para dokter spesialis bukan haÂnya protes kepada pihak rumah saÂkit tempat mereka bekerja, tapi juga ke Badan Kepegawaian DaeÂrah DKI Jakarta. Rumah SaÂkit Budi Asih berada di bawah naungan Pemprov DKI Jakarta.
Protes ke Badan Kepegawaian Daerah sudah disampaikan dua tahun lalu. Tapi tak ditanggapi. KeÂkesalan Asep dan kawan-kaÂwan akhirnya memuncak. MeÂreÂka memutuskan melakukan moÂgok praktik setiap Selasa.
“Kalau tuntutan kami dipenuhi, kami juga tidak ingin sampai meÂlakukan aksi mogok kerja. Tapi percayalah, kalau mogok kerÂja ini demi kepentingan seÂmua, terÂmaÂsuk pasien,†klaimnya.
Maksudnya? Sambil memÂbeÂtulkan jas putih khas dokter, Asep mengatakan, bila tuntutan diÂpeÂnuhi akan berpengaruh terÂhadap semangat dan kinerja para dokter speÂÂsialis. Imbasnya, peÂlaÂyÂanan keÂpaÂda pasien pun menÂjadi lebih baik.
Selasa lalu, sekitar 20 dokter speÂsialis di Rumah Sakit Budi Asih menggelar aksi mogok praktik. Para dokter sengaja meÂmilih hari Selasa agar tak terlalu mengganggu pelayanan terÂhaÂdap pasien. “Kalau hari Senin, pasien banyak dan menumpuk,†terang Asep.
Sebelum melakukan mogok, para dokter memasang penguÂmuÂman di depan pintu poliklinik. IsiÂnya setiap Selasa, dokter spesialis di Rumah Sakit Budi Asih tidak akan memberikan pelayanan. Dengan adanya pemberitahuan ini, pasien bisa mencari rumah sakit lain untuk mendapatkan pengobatan.
Kendati sudah memasang peÂngumuman, banyak pasien yang tak tahu. Mereka kecele lantaran telah datang jauh-jauh ke Rumah Sakit Budi Asih tapi tak menÂdaÂpat pengobatan.
Seperti dialami Ria, 33 tahun. PeÂÂrempuan yang tinggal di MangÂgarai Selatan, Jakarta SeÂlaÂtan mengantar adik peremÂpuanÂnya yang sakit perut. Selasa lalu, Ria dan adiknya sudah tiba di RS Budi Asih yang terletak di Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur, jam delapan. Mereka sengaja datang pagi agar mendapat nomor antÂreÂan kecil, sehingga lebih awal diÂpanggil masuk ke ruang pemeÂrikÂsaan. Begitu di benak mereka.
Namun dua jam menunggu, nama adik Ria tak juga dipanggil. Ria lalu mencari tahu kepada petugas rumah sakit kenapa nama adiknya tak juga dipanggil. “Saya baru ternyata dokternya sedang mogok,†kata dia. “Karena kesal dan lelah meÂnunggu, saya akhirÂnya pulang,†sambung Ria.
Esok hari, Ria dan adiknya kembali datang ke rumah sakit ini. Kali ini mereka bakal menÂdapat pengobatan. Asep dan dokÂter spesialis lainnya sudah meÂmenuhi janji hanya mogok setiap Selasa. Hari Rabu mereka sudah kembali melayani pasien yang datang ke poliklinik.
Lantaran pelayanan poliklinik terhenti sehari, terjadi penumÂpuÂkan pasien yang hendak berobat. Poliklinik dokter spesialis terÂletak di lantai dua. Pasien terlihat mengantre di loket pendaftaran.
Petugas loket memanggil satu per satu pasien berdasarkan noÂmor antrean. Petugas akan memÂberitahukan klinik yang harus dituju pasien sesuai dengan keluÂhan yang diderita.
Hampir sepuluh menit sekali, pasien keluar-masuk ke ruangan pemeriksaan. Umumnya mereka yang berobat sudah berusia lanjut. Ada juga pasien anak-anak yang didampingi orangtuanya.
“Kalau dibanding kemarin (Selasa) dan hari sebelumnya, sampai siang ini pasien yang datang untuk berobat jauh lebih besar. Saya tidak tahu apakah ini pengaruh dari aksi kemarin atau tidak,†jelas perempuan petugas loket pendaftaran saat ditemui Rakyat Merdeka, Rabu lalu.
Menurut Asep, banyak pasien yang tak tahu aksi mogok praktik dokter spesialis karena kertas pemberitahuan ada yang menÂcopot. “Kami mengimbau pasien tak datang hari Selasa demi mencegah terjadinya penumÂpuÂkan pasien,†kata dia.
Direktur RSUD Budi Asih, dr Nanang Hasani SpOG, MARS mengatakan, pihaknya sudah menamÂpung aspirasi para dokter spesialis yang melakukan moÂgok praktik.
“Kami berjanji akan memÂperÂjuangkan tuntutan para dokter. Tapi kan tidak bisa dikeÂbut seÂperti jalan tol. Harus ada tahapan penyelesaian,†kata Nanang.
Untuk itu, Nanang berharap para dokter dapat memahaminya dan tetap melayani pasien seperti biasa. Namun bila para dokter spesialis itu ngotot untuk mogok praktik setiap Selasa, ia tak bisa melarang.
“Pada aksi mogok kerja perÂtama, kami juga mengizinkan. KaÂlau para dokter sudah meneÂtapkan hari Selasa sebagai hari mogok kerja, itu hak mereka,†katanya.
Dari Urusan Laundry Sampai Ruangan Kurang Dingin
Minimnya gaji hanya salah satu faktor penyebab dokter-dokÂter di Rumah Sakit Budi Asih meÂlakukan aksi mogok praktik.
Menurut Ketua Komite Medis Rumah Sakit Budi Asih dr Asep Syaiful Karim, SpPD, fasilitas yang disediakan untuk para dokter spesialis yang bertugas di sini juga minim. Ia lalu menyeÂbutkan, minimÂnya linen atau baju operasi. LanÂtaran jumlahnya terÂbatas, operasi diÂbatasi hanya deÂlaÂpan kali sehari.
Selain itu, pihak rumah sakit tak menyediakan mesin cuci (laundry) untuk linen. Sehingga proÂses pencucian dikerjakan piÂhak luar atau outsourcing. Proses pencuciannya pun lama.
Asep juga mengeluhkan ruang opeÂrasi yang kurang dingin. MeÂnuÂrut dia, temperatur di ruang opeÂrasi disetel pada kisaran 20-25 deÂrajat Celsius. KelembaÂbanÂnya 68 persen. Kata dia, idealnya suhu ruang operasi 19-20 derajat Celsius.
Ia mengkhawatirkan dengan suhu ruangan yang masih tinggi bisa membahayakan pasien yang menjalani operasi. Pasien bisa terkena infeksi. Sebab, kuman dan bakteri masih hidup pada suhu itu.
Asep juga mempersoalkan ruang rawat inap yang tak nyaÂman lantaran pendingin udara (AC) kerap rusak. KetidakÂnyaÂman ini bukan hanya dirasakan pasien yang dalam proses peÂnyembuhan, tapi juga para dokter yang mengontrol.
Mau Jadi Dokter? Siapkan Rp 300 Juta
Selama ini pendidikan keÂdokÂteran sangat mahal. Inilah yang membuat biaya pengoÂbaÂtan juga mahal.
“Pendidikan kedokteran meÂmang mahal. Karena ilmu keÂdokteran berbeda dengan ilmu non eksakta yang yang tidak meÂmerlukan bahan-bahan unÂtuk praktik. Fakultas KeÂdokÂteran memerlukan tambahan fasilitas seperti rumah sakit,†ujar Dekan Fakultas KeÂdokÂteÂran Universitas Atmajaya Dr Satya Juwana, SpKJ.
Hal senada disampaikan beÂkas dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dr Menaldi Rasmin Sp.P(K) FCCP. “Menyelenggarakan penÂdidikan kedokteran meÂmang butuh biaya tinggi,†ujarnya.
Saat masih menjadi dekan, ia pernah melakukan survei pada 2002. Hasilnya, biaya pendidiÂkan mahasiswa strata dokter per semester Rp 15,5 juta. Saat ini tenÂtu biaya pendidikan lebih membengkak.
Menurut Menaldi, saat itu biaya pendidikan sebesar itu tak semua ditanggung mahasiswa. Setiap semester, mahasiswa FKUI hanya ditarik Rp 1,5 juta. Akibatnya FKUI mengalami defisit Rp 22,8 miliar per tahun.
DPR berencana membuat undang-undang yang mengatur mengenai pendidikan kedokÂteÂran. Komisi X telah membentuk panitia kerja (Panja) untuk meÂrancang aturan itu.
Rohmani, anggota Panja meÂngatakan, pihaknya akan memÂbahas berbagai masalah penÂdiÂdiÂkan kedokteran. Mulai dari cara menekan biaya pendiÂdiÂkan kedokÂteran sehingga akses terÂhadap biÂdang ini lebih luas. Sebab, penÂdiÂdiÂkan kedokteran juga berÂtujuan menempatkan keÂdokteran atau kesehatan sebagai public good.
“Kesehatan adalah kebutuhan dasar setiap warga negara. Oleh karena itu biaya yang dikeluarkan rakyat harus terjangkau dan berÂkualitas,†kata anggota Fraksi ParÂtai Keadilan Sejahteran (PKS) ini.
Rohmani menjelaskan, seorang mahasiswa kedokteran memÂbuÂtuhÂkan Rp 100-300 juta untuk meÂnyeÂlesaikan pendidikannya. Menurut dia, bila biaya ini bisa ditekan akan memengaruhi biaya berobat.
Kesehatan, menurut dia, adalah salah satu indikator kesejahteraan. PeÂmerintah tidak boleh lalai menÂjalÂÂankan kewajibannya menjamin kesejahteraan rakyat.
“Sudah sewajarnyalah bila neÂgara menyediakan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas. Dan ini bisa dimulai dari biaya pendidikan keÂdokteran yang murah. Untuk keÂlompok masyarakat miskin yang memiliki kapasitas akademik bisa diÂgratiskan,†jelas Rohmani.
Menurutnya, RUU yang sedang digarap itu harus bisa mengÂakÂoÂmoÂdasi semua lapisan masyarakat. “SaÂlah satu ruh dari RUU ini adalah pendidikan kedokteran harus bisa dijangkau semua golongan, bukan golongan elite saja. Syaratnya, yang bersangkutan mampu secara akademik, dan secara kepribadian, memiliki jiwa sosial yang tinggi,†ujarnya menandaskan. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17