RMOL. Ratusan calon penumpang berkumpul di bawah tenda di depan pintu masuk Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, Kamis sore. Mereka sedang menanti dibukanya loket penjualan tiket kereta sejumlah jurusan di Pulau Jawa.
Loket penjualan tiket di stasiun ini dibagi menjadi dua. Yakni tiket kereta yang melewati jalur selatan dan tiket kereta jalur utara. Sebuah tenda berukuran besar disediakan di setiap loket penjualan tiket. Di bawah tenda ditempatkan deretan kursi plastik.
Tenda itu tak melindungi calon penumpang dari terik matahari maupun hujan saat menunggu loket dibuka, juga bisa dijadikan tempat ngaso sejenak sebelum masuk ke stasiun.
Bagiyo, 34 tahun duduk di pojok sebelah kanan tenda. KeÂpalanya menyender ke bangku plasÂtik. Sesekali dia menengok ke sebelah kiri. Pandangannya terÂtuju ke loket tiket kereta jalur utaÂra. Loket itu masih tutup.
Loket ini sempat buka pukul 15.00 WIB. Tak sampai setengah jam, petugas kembali menutup loket dengan papan warna putih.
“Saya berencana ke Surabaya naik kereta Kerta Jaya. Saya suÂdah di sini sejak pagi, tapi belum juga dapat tiket,†kata Bagiyo.
Kepergiannya ke Surabaya unÂtuk merayakan Natal bersama orang tua, istri maupun anaknya. Di Jakarta Bagiyo bekerja seÂbaÂgai pegawai toko. Selama tujuh tahun tinggal di ibukota, ia selalu pulang kampung setiap Natal.
Bersama teman-temannya, Bagiyo mengontrak sebuah ruÂmah di Kramat Sentiong, Jakarta Pusat. Teman-temannya sudah leÂbih dulu pulang ke kampungnya masing-masing pada Selasa lalu.
“Saya menyesal kenapa tidak dari dua minggu lalu ikut pesan tiket bersama teman-teman di ruÂmah kontrakan. Sekarang jadi bingung mau naik apa,†tuturnya sambil menaikkan resleting jaket hitam yang dipakainya.
Bagiyo tetap sabar menanti loÂket dibuka. Ia berharap bisa menÂdaÂpÂat tiket kereta ke Surabaya.
Bagaimana bila tak dapat tiket kereta? Bagiyo masih bingung mau naik apa ke Surabaya. Ia ragu beralih ke moda transportasi lain. Misalnya, bus.
“Yang saya tahu, biasanya kaÂlau tiket kereta habis, maka di terÂminal juga akan susah dapat tiket. Karena banyak orang langsung berburu tiket bus begitu tahu tiket kereta habis,†katanya.
Hal yang sama juga dialami Yoyo, 35 tahun. Pria berambut gonÂdrong ini duduk di lantai keÂramik di depan loket penjualan tiket. Agar pakaiannya tak kotor, dia duduk di lantai beralaskan koran bekas.
“Kami akan tetap berada di sini sampai mendapatkan tiket keÂreta jurusan Surabaya. Kalau perlu, kami akan buka tenda di sini,†kata Yoyo, sambil sesekali meÂninabobokan anak peremÂpuanÂnya yang baru berusia setahun.
Yoyo menuturkan, dia dan keÂluarganya sudah berada di StaÂsiun Pasar Senen sejak 3 hari lalu. Tapi hingga Kamis sore belum juga mendapat tiket.
Yoyo dan keluarganya datang dari Palembang. Mereka hendak perÂgi ke Surabaya naik kereta. NaÂmun transit dulu di Jakarta. LanÂÂtaran tak memiliki kerabat di ibuÂkota, keluarga ini meÂmuÂtusÂkan menginap di Stasiun Pasar Senen.
“Kalau ada saudara tinggal di sekitar sini saja, tentu saya lebih memilih menunggu di rumahnya selama cari tiket. Ada saudara tapi jauh di Tangerang sana,†katanya.
Kendati bersikeras bertahan di stasiun untuk mendapatkan tiket, Yoyo mulai khawatir dengan kondisi kedua anaknya. Menurut dia, anak-anak tak tahan berlama-lama tinggal di ruang terbuka sampai berhari-hari.
“Kalau kami mungkin sudah terbiasa dan bisa bertahan. Tapi saya khawatir anak saya nanti saÂkit karena kebanyakan tidur di lantai,†tuturnya.
Yoyo menuturkan ke Surabaya untuk menengok ibunya. “Ibu saya sakit keras. Tadinya saya ingin tinggal beberapa hari di JaÂkarta setelah datang dari PaÂlemÂbang. Tapi karena ibu sakit, saya terÂpaksa harus segera ke SuÂraÂbaya,†jelasnya.
Wita, istri Yoyo juga tidak bisa berÂbuat banyak selain mengikuti keÂputusan suaminya. Apalagi, uang dimiliki keluarganya minim.
“Kalau kami ada uang lebih, tentunya sudah dari kemarin kami ke Surabaya. Tidak dengan kereta tapi naik pesawat. Tapi uang tranÂsport yang kami punya memang pas-pasan,†tutur Wita.
Tiket kereta api di Stasiun Pasar Senen untuk semua kelas dan jurusan sudah habis terjual hingga tanggal keberangkatan tanggal 28 Desember 2011. MaÂsyarakat diimbau untuk mencari moda transportasi lain untuk bepergian.
“Berbeda dengan tahun sebeÂlumnya, untuk saat ini sistem keÂberangkatan disesuaikan dengan kapasitas rangkaian kereta. Dan hingga tanggal 28 Desember, seÂluÂruh tiket kereta untuk semua keÂlas sudah habis,†kata Kepala StaÂsiun Senen Yuskal Setiawan keÂpaÂda Rakyat Merdeka, Kamis sore.
Tapi masih banyak calon peÂnumpang yang masih antre tiket? Yuskal menegaskan bahwa piÂhakÂnya tidak mungkin memakÂsaÂkan seluruh calon penumpang bisa terangkut pada rangkaian keÂreta yang telah disediakan. Setiap rangkaian kereta dari kelas ekoÂnomi, bisnis dan eksekutif sudah memiliki kapasitas penumpang seÂsuai dengan tempat duduk.
“Tiket yang kami jual itu suÂdah sesuai dengan kapasitas temÂpat duduk untuk masing-masing kelas. Dan kenyataannya meÂmang sampai tanggal 28 DeÂsember, tiket sudah habis dipeÂsan,†tegasnya.
Karena itu, Yuskal menjamin kalau pihaknya tidak akan lagi menjual tiket kereta untuk meÂmakÂsakan seluruh calon peÂnumpang bisa terangkut. Apalagi, Stasiun Senen sudah memuÂtusÂkan untuk tidak lagi menambah rangkai kereta pada mudik Natal dan Tahun Baru kali ini.
“Mereka itu kan baru calon penumpang, bukan penumpang keÂreta. Jadi, tidak ada aturan atau perundang-undangan yang meÂmaksa kami harus bisa meÂmakÂsakan agar seluruh calon peÂnumÂpang bisa terangkut.â€
“PT KAI sudah berjanji untuk menciptakan kenyamanan saat berpergian dengan kereta. Untuk meÂwujudkannya, tentu kebeÂrangÂkatan harus sesuai dengan kaÂpaÂsitas rangkaian yang disediakan,†tegas Yuskal.
Bila Kereta Kecepetan Berangkat
Sudah biasa bila kereta terÂlamÂÂbat berangkat. Tapi bila beÂrangkat lebih cepat itu baru aneh. Gara-gara berangkat tak sesuai jadwal, sejumlah penumpang keÂtinggalan kereta.
Para penumpang harus mengÂhadapi kenyataan pahit: tiket yang sudah dibeli tidak bisa diguÂnakan. Seperti yang dialami WahÂyu, 30 tahun. Pria yang tinggal di KraÂmat Jati, Jakarta Timur ini terÂliÂhat marah-marah di depan salah satu loket yang berada di lintas utaÂra, Stasiun Senen Jakarta Pusat.
Dia menunjukan empat tiket KeÂreta Kerta Jaya jurusan JaÂkarta-Surabaya kepada petugas loÂket. “Tentu saja saya kesal, di tiket dan jadwal pemberangkatan dijelaskan kalau kereta berangkat pukul 15.55 WIB. Saya sampai sini pukul 15.40 WIB ternyata keÂreta sudah berangkat lima menit yang lalu,†terangnya dengan miÂmik wajah penuh kekesalan.
Bagi Wahyu, protes yang dilaÂkuÂkannya bukan untuk menuntut ganti rugi atas tiket yang sudah diÂbeÂli, tapi dia menuntut tangÂgung jawab dan sikap profesional PT Kereta Api Indonesia (KAI). ApaÂlagi, dia sudah bersusah paÂyah menÂcari tiket menjelang menÂjelang libur Natal dan Tahun Baru.
“Dan ternyata bukan saya saja yang bernasib seperti ini. Masih ada banyak orang yang tadi juga melapor karena kereta berangkat tidak sesuai jadwal,†tuturnya.
Apakah tiketnya diganti? Kata Wahyu, tadi pihak stasiun sudah membawa tiket miliknya dan beÂberapa penumpang lain untuk diÂcek. “Kami disuruh tunggu disini, nanti dikabarkan.â€
Selang setengah jam, seorang wanita berbadan gemuk menÂdaÂtaÂngi Wahyu dan tiga orang keÂluarÂganya. Dia menanyakan diÂmana Wahyu membeli empat tiket itu.
Wanita berambut panjang seÂbahu itu heran kenapa bisa ada berÂbeda jadwal keberangkatan keÂreta yang tertera di tiket dengan di stasiun. Wahyu mengaku memÂbeli tiket di loket PT KAI yang ada di Tanjung Priok.
“Kami masih cek soal kesalaÂhan jadwal ini. Pokoknya kami berusaha untuk menyelesaikan dan mencari jalan keluar atas maÂsalah ini,†janji wanita itu samÂbil kembali ke arah stasiun.
Harga Tiket Ekonomi Tidak Naik
Pihak Stasiun Pasar Senen menegaskan untuk mudik Natal dan Tahun Baru tidak ada keÂnaikan harga tiket kereta. Harga tiket kelas ekonomi, bisnis dan eksekutif sejumlah jurusan sama seperti hari biasa.
“Dan menurut laporan, tiket pun sudah habis sejak jauh-jauh hari keberangkatan. Karena dijual sejak jauh hari, tentunya tidak ada yang naik dari harga tiket,†kata Kepala Stasiun Pasar Senen YusÂkal Setiawan saat ditemui Rakyat Merdeka di kantornya, Kamis (22/12).
Kendati demikian, untuk tiket kelas bisnis dan eksekutif, PT KAI menerapkan batas bawah dan batas atas. Untuk hari Jumat, Sabtu, Minggu dan hari besar, harÂga tiket mengacu pada batas atas.
“Ini berlaku umum di segala jenis transportasi massal. MuÂlai dari bus, kereta api, kapal laut hingÂga pesawat udara,†jelas Yuskal.
Untuk tiket kelas ekonomi tidak ada kenaikan harga. Harga ditentukan jarak keberangkatan. Semakin jauh kota tujuan, seÂmakin mahal harganya.
Bagaimana dengan calo tiket? Yuskal menegaskan, pihak PT KAI sudah menginformasikan pada para calon penumpang agar membeli tiket di loket-loket resmi yang sudah disediakan. TujuanÂnya agar membatasi gerak para calon.
“Kami tidak tahu siapa saja itu calo, karena dia tidak punya loket dan sifatnya pun ilegal. Kalau kami tahu, tentunya aparat yang suÂdah disiapkan bisa meninÂdakÂnya,†ujarnya.
Namun untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, pihak stÂaÂsiun mendapatkan tambahan 30 petugas keamanan dari pihak keÂpolisian pada musim mudik Natal dan Tahun Baru. Petugas keÂpolisian itu bertugas di luar dan di dalam stasiun, serta tempat-temÂpat yang dianggap rawan terÂjadinya kriminalitas.
Tidak hanya itu, petugas keÂamanan di stasiun pun ditambah 17 orang dari jumlah yang ada seÂkitar 30-an orang. “AlhamÂdulilÂlah, hingga saat ini kami belum mendapatkan laporan terjadinya tindakan kriminalitas di dalam dan sekitar stasiun yang menimpa para calon penumpang. Semoga ini terus terjaga hingga akhir muÂdik nanti,†imbuhnya. n SIS
Masih Berkubang Di Persoalan Klasik
Tradisi mudik saat hari besar keagamaan bukan hanya idenÂtik dengan Indonesia. MaÂsyaÂraÂkat Cina pun kerap pulang kamÂpung untuk merayakan hari beÂsar bersama keluarga.
Namun di China, tradisi muÂdik dilakukan bukan menjelang hari raya keagamaan, melainÂkan untuk menyambut musim semi atau juga disebut tahun baru imlek. Perayaan musim semi tersebut mengikuti peÂnanggalan China yang mengÂguÂnakan sistem lunisolar (perÂpaÂduan lunar dan solar).
Orang-orang yang bekerja atau belajar di berbagai kota pulang ke tempat asalnya untuk merayakan datangnya musim semi dengan berkumpul berÂsama keluarga.
Sesuai tradisi, para pemudik terÂsebut pulang dengan memÂbawa hadiah yang akan diÂbaÂgiÂkan pada orang tua dan kerabat. Kebiasaan ini secara tidak langÂsung menggambarkan tingkat kemakmuran yang dicapai para pemudik di perantauan.
Tak hanya itu, jumlah pemuÂdik yang ada di Indonesia, terÂnyata belum apa-apa jika diÂbanÂdingkan dengan Cina. Di neÂgeri tirai bambu ini, jumlah perÂjalanan mudik yang berÂlangÂsung selama 40 hari tersebut mencapai miliaran perjalanan dan melibatkan ratusan juta penduduknya. Begitu masif seÂhingga disebut sebagai the larÂgest annual migrant travel in the world atau pergerakan taÂhuÂnan manusia paling kolosal di kolong langit.
Seperti halnya Indonesia, suÂlitnya memperoleh tiket terÂmaÂsuk kereta api tersebut ujung-ujungnya memunculkan prakÂtik percaloan yang seringkali meÂliÂbatkan orang dalam. MoÂdus opeÂrandi para calo tiket keÂreta api di Cina adalah dengan memÂbÂorong tiket untuk kemuÂdian menÂjualÂnya dengan harga berlipat.
Nah, untuk mengatasi perÂmaÂsalahan ini, pemerintah ChiÂna mencoba menerapkan sistem tiket berdasar nama seperti yang diterapkan pada pesawat udara. Saat membeli tiket, calon penumpang diharuskan menunÂjukÂkan kartu identitas diri. BeÂgitu juga pada saat calon peÂnumÂpang akan memasuki peÂron. Petugas akan memeriksa nama yang tercantum di tiket dan mencocokkannya dengan nama pada kartu identitas.
Sebenarnya ini sudah diÂterapkan di Indonesia meskipun tampaknya hanya sekadar forÂmalitas. Berbeda dengan prakÂtik di Cina, pembelian tiket di Indonesia tidak mensyaratkan calon penumpang untuk meÂnunjukkan kartu identitas.
Ujungnya dapat ditebak. SiÂapaÂpun dapat membeli tiket dan menjualnya kembali pada calon penumpang sebenarnya dengan harga sampai 2 kali lipat. PeÂnumÂpang dengan tiket atas nama orang lain bukanlah masalah kaÂrena absennya pemeriksaan.
Kebijakan tiket dengan nama diujicoba oleh Kementerian Perhubungan Cina pada peÂrayaan musim semi tahun 2010. Pada tahun 2011, imÂplementasi sistem tersebut berlaku untuk seluruh kereta api berkecepatan tinggi yang melaju dengan kecepatan minimal 200 km/jam. Meskipun kebijakan ini belum diterapkan secara menyeluruh, namun upaya tersebut paling tidak memperlihatkan kesungÂguhan pemerintah Cina untuk mengurai masalah transportasi tahap demi tahap.
Sayangnya saat Cina telah selangkah demi selangkah memperbaiki sistem transÂporÂtaÂsiÂnya, Indonesia masih berkuÂbang dengan kemacetan mudik yang tidak terpecahkan, aksi calo yang memborong tiket, samÂpai pada jumlah kecelakaan lalu lintas yang cukup tinggi.
Akibatnya banyak orang meÂmilih untuk mudik dengan mengÂÂgunakan sepeda motor yang sebenarnya tidak layak unÂtuk perjalanan jauh. Sejauh ini nampaknya para pemudik maÂsih hanya sebatas berharap unÂtuk mendapatkan layanan tranÂsportasi mudik yang nyaman. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17