RMOL. Kim Jong Il wafat Sabtu pekan lalu. Nuansa duka akibat kematian pria yang memimpin Korea Utara sejak 1994 ini sampai ke Jakarta.
Bendera Korea Utara di halaman kedutaan besar negara itu Jalan Teluk Betung Nomor 2 Jakarta Pusat, berkibar terkena tiupan angina, Selasa siang. BenÂdera itu tak tersangkut penuh di tiangnya.
Pengibaran bendera tak penuh maupun setengah tiang itu meÂrupakan pertanda duka. Para staf Kedutaan Besar Korea Utara di JaÂkarta seolah ingin menunÂjukÂkan rasa kesedihan mendalam atas kematian pemimpin mereka.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Il meninggal pada Sabtu, 17 Desember 2011, pukul 08.30 pagi waktu setempat. Pria berusia 69 tahun yang memiliki 200 julukan ini meninggal di dalam kereta kaÂrena kelelahan fisik setelah beÂkerÂja terlalu keras.
Kim juga pernah terkena stroke pada 2008 lalu, dan sempat absen beberapa bulan. Kim Jong Un, putÂra bungsu Kim Jong Il yang masih berusia kepala dua naik menggantikan ayahnya.
Saat Rakyat Merdeka berkunÂjung Selasa lalu, halaman KeÂduÂtaÂan Besar Korea Utara dipenuhi karangan bunga duka cita atas waÂfatnya Kim Jong Il.
Karangan bunga itu diletakÂkan berjejer di dinding halaman seÂbeÂlah kiri yang berbatasan dengan rumah sebelah. Hingga tak ada lagi ruang tersisa di dinding itu.
Dua karangan bunga akhirnya diletakkan di depan pintu masuk kantor kedutaan. Karangan-kaÂrangan bunga itu berasal dari sejumlah tokoh.
Di antaranya, dari Ketua MPR Taufik Kiemas, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan adiknya, Rachmawati SoeÂkarÂnoputri. Rachmawati adalah Ketua Perhimpunan PersaÂhaÂbaÂtan Indonesia-Korea Utara (PPIK).
Pihak Kedutaan Besar Korea Utara di Jakarta diwawancarai mengenai kematian pemimpin mereka. “Maaf kami belum bisa berkomentar karena masih berduka,†kata staf kedutaan yang mengaku bernama Kim.
Kedutaan Besar Korea Utara terletak persis di seberang halte bus Transjakarta Latuharhary, Jakarta Pusat.
Kantor kedutaan menempati areal seluas 3 ribu meter persegi. Di bagian depan dibatasi dengan pagar warna putih setinggi 2,5 meter. Di atasnya dipasangi besi yang diruncingkan.
Di tengah-tengah dinding disediakan pintu masuk selebar tiga meter warna hijau. Pintu ini digunakan untuk keluar masuk kendaraan milik kedutaan.
Di samping kanan pintu masuk dipasang papan yang dilengkapi kaca. Ukurannya tak terlalu. SeÂpinÂtas mirip majalah dinding (madÂding). Di papan itu ditempel delapan foto tentang aktifitas Kim Jong Il semasa hidup dan ParÂtai Pekerja Korea.
Sebuah pintu masuk juga diseÂdiaÂkan di dinding pagar paling kanan juga. Tapi, pintunya lebih besar. Hanya selebar meter. Pintu ini untuk keluar masuk tamu keÂduÂtaan yang berjalan kaki.
Sebuah papan pemberian berÂwarna merah ditempel di sini. IsiÂnya jadwal menerima tamu. “KunÂjungan tamu, pagi jam 9.00-12.00 WIB. Sore hari 14.00-17.00 WIB. Tidak menerima tamu hari Sabtu dan Minggu,†demikian tulisan di papan itu.
Pintu utama yang berada di tengah selalu ditutup. Pintu ini baru dibuka bila ada kendaraan yang ingin masuk maupun ke luar kedutaan. Pintu dibuka dengan cara digeser.
Saat Rakyat Merdeka datang, pintu ini sering buka tutup. BebeÂrapa mobil bak terbuka (pick up) tampak berdatangan membawa karangan bunga.
Di belakang pintu masuk sebeÂlah kanan dipasang tiang setinggi enam meter. Di samping kanan tiang bendera terdapat pos pengaÂmaÂnan yang tidak terlalu besar.
Tidak ada satupun petugas keÂamanan yang berjaga di pos ini. BeÂberapa staf kedutaan yang mengenakan pakaian jas warna hiÂtam hilir mudik di halaman meÂnaÂta karangan bunga yang datang.
Di halaman sebelah kiri dipeÂnuhi dengan beberapa mobil deÂngan pelat nomor diplomatik. SeÂdangkan halaman sebelah kanan digunakan untuk menempatkan karangan bunga
Di tengah kompleks kedutaan terÂdapat bangunan satu lantai deÂngan bentuk atap mengerucut. SeÂdangkan di belakangnya berÂdiri bangunan tiga lantai. BaÂnguÂnan ini merupakan tempat tinggal para staf kedutaan.
Restoran Pyong Yang Tutup Empat Hari
Hari menjelang siang, Silalahi pelan-pelan menutup pintu paÂgar Pyong Yang Restaurant yang berada di Jalan Gandaria Nomor 58, Jakarta Selatan.
Setelah pagar ditutup, petuÂgas keamanan ini membÂersihÂkan sampah-sampah yang berÂserakan di halaman restoran. “Restoran tutup selama empat hari. Hari Jumat besok baru buka lagi,†katanya.
Pria berumur 60 tahun ini meÂngatakan, restoran tutup seÂjak Senin. “Tempat ini tutup kaÂrena menghormati meningÂgalÂnya pemimpin Korea Utara,†kata pria asli Medan ini.
Nama Pyong Yang sengaja dipakai sebagai petunjuk bahwa restoran ini berasal dari Korea Utara. Pyong Yang adalah ibu kota negara itu.
Menurut Silalahi, restoran ini meÂmang dibangun oleh pemeÂrintah Korea Utara pada 2008. Ini satu-satunya restoran Korea Utara di Indonesia. “Nggak ada di tempat lain,†ujar pria yang meÂngenakan topi merah ini.
Pria berkulit gelap ini meÂngaÂtakan, semua pelanggan resÂtoÂran ini adalah orang Korea UtaÂra, terutama yang bekerja di KeÂdutaan Besar. “Kalau orang InÂdonesia nggak ada yang makan di tempat ini,†katanya.
Silalahi menjelaskan, restoÂran ini buka setiap hari dari puÂkul 11.00-22.00 WIB. “RÂaÂmaiÂnya kalau malam saja. Siang hari nggak ada orang, karena meÂreka masih bekerja,†katanya.
Restoran Pyong Yang berada di pinggir Jalan Raya Gandaria JaÂkarÂta Selatan. Restoran dua lantai ini menempati lahan seÂluas 12x12 meter. Di cat warna merah yang meÂrupakan ikon dari Korea Utara.
Di bagian atas teras di pasang papan nama warna merah yang ditulis dengan bahasa Hangul (KoÂrea) dan bahasa Inggris “Pyong yang Restaurantâ€.
Di bagian depan terdapat paÂgar besi setinggi 80 centimeter daÂlam keadaan tertutup. Pagar warna abu-abu ini bisa dilipat. Di belaÂkangnya terdapat dua tiang peÂnyangga kanopi yang diteÂmÂpatÂkan di tengah-tengah halaman.
Halaman rumah makan ini mamÂpu menampung empat moÂbil. Namun saat itu sedang koÂsong karena restoran libur. BeÂberapa pot bunga diletakkan di halaman untuk memperindah tempat parkir mobil kendaraan.
Masuk kedalam restoran terdapat dinding kaca dengan ukuran cukup lebar. Di dinÂding tersebut ditempel kertas A4 yang bertuliskan huruf HaÂngul yang hanya bisa dibaca orang Korea.
Di samping kanan dinding, terdapat ruang yang sedikit menÂjorok ke dalam yang diguÂnakan untuk pintu masuk. Pintu terbuat dari kaca ini dalam keÂadaan tertutup rapat.
Sedangkan bangunan di lanÂtai dua bagian depannya dilapisi dengan teralis kayu untuk mengÂhalau cahaya matahari. JenÂdela dibalik teralis kayu tiÂdak terlihat dengan jelas dari luar.
Silalahi menjelaskan, peÂlanÂgÂgan yang datang ke resÂtoran ini kebanyakan memesan KimÂchi. Kimchi adalah maÂkaÂnan traÂdiÂsioÂnal Korea. MaÂkaÂnan ini seÂjeÂnis asinan sayur haÂsil ferÂmenÂtasi yang diberi bumÂbu pedas.
Setelah digarami dan dicuci, sayuran dicampur dengan bumÂbu yang dibuat dari udang krill, kecap ikan, bawang putih, jahe dan bubuk cabai merah. “ApaÂlagi harganya cukup murah dibanding restoran yang lain, †katanya.
Selain Kimchi, restoran ini juga sering memasak daging babi sebagai menu utamanya. DaÂging babi diolah menjadi berÂbagai maÂsakan. “Kebanyakan orang Korea suka daging ini,†katanya.
Dari Pakai Gincu Sampai Pegang Palu
Perempuan Korut Di Luar Negeri
Pegawai Pyong Yang ResÂtauÂrant seluruhnya wanita. MeÂreka didatangkan langsung dari Korea Utara. “Sehari-harinya meÂreka tinggal di restoran ini. Tapi sekarang mereka tinggal di keÂdutaan untuk berpartisipasi dalam acara meninggalnya peÂmimpin mereka,†kata Silalahi, penjaga rumah makan ini.
Pria yang telah bekerja sejak restoran dibuka pada 2008 lalu ini menambahkan, pegawai di sini tidak hanya pandai meÂmaÂsak, tapi bisa melakukan sejumÂlah pekerjaan.
Perempuan pegawai restoran ini mampu menyanyi dan meÂnari untuk menghibur para tamu. Tentunya, yang mereka baÂwakan adalah nyanyian mauÂpun tarian Korea.
Perempuan-perempuan asal Korea Utara itu juga dituntut bisa merawat restoran. Mereka tak sungkan untuk melakukan pekerjaan yang biasa dilakoni pria. Seperti mengecat dan meÂmasang cone block di halaman restoran.
“Banyak warga di sini heran kok wanita bisa memasang bÂeÂgituan (cone block). Hasilnya rapi lagi,†kata Silalahi.
Banyaknya tugas yang diÂemban pegawai restoran, kata SiÂlalahi, patut dimaklumi kareÂna KoÂrea Utara negara yang tiÂdak kaya. Sehingga tidak bisa memÂberikan fasilitas dana besar unÂtuk perkembangan restoran ini.
Apalagi restoran ini tidak terlalu menguntungkan lantaran hanya melayani orang Korea. “Paling banyak yang datang haÂnya 30 orang. Itu pun pas weeÂkend. Jadi secara hitung-hituÂngan bisnis, rugi,†katanya.
Minimnya pendapatan restoÂran berdampak kepada penÂdaÂpaÂtan Silalahi. “Setiap bulan saya hanya mendapat gaji 1 juta. Itu pun kotor,†katanya.
Sebuah media besar di AusÂtralia pernah menurunkan tuÂliÂsan bahwa restoran Korea Utara di Jakarta diduga merupakan alat propaganda komunis rezim Kim Jong Il. Juga dituding seÂbaga tempat pencucian uang, peÂmalÂsuan, perdagangan senÂjata, perÂdagangan obat terÂlarang.
Diplomasi Bunga Ala Soekarno
Hubungan Indonesia-Korea Utara merupakan salah satu fakÂtor penting untuk memeÂtaÂkan posisi Indonesia pada Orde Lama dalam perang dua kubu: Blok Barat dan Blok Timur.
Soekarno mengusulkan adaÂnya poros poros†Peking (BeiÂjing)-Jakarta-Pyongyang pada 1964 untuk menyambut kedaÂtaÂngan Presiden Korea Utara Kim Il Sung.
Pembentukan poros ini pula yang menjadi salah satu penÂdoÂrong CIA masuk ke Indonesia untuk menghentikan kekuatan Blok Timur di Asia Tenggara.
Masa keakraban Jakarta deÂngan Pyongyang punya sisi romantiknya tersendiri. Bunga Kimilsungia yang menjadi buÂnga nasional Korea Utara adaÂlah bunga anggrek dendrobium asal hutan Makassar
Alkisah, pada 13 April 1965, Kim Il Sung melakukan kunÂjuÂngan diplomatik ke Indonesia. Soekarno lalu mengajak Kim Il Sung melihat-lihat ke Kebun Raya Bogor.
Kim Il Sung sempat berhenti sejenak untuk menikmati dereÂtan anggrek dendrobium yang tengah mekar. Melihat koleÂgaÂnya tertarik dengan bunga itu, Soekarno langsung memÂbeÂriÂkan bunga itu kepada Kim Il Sung. Bunga ini sekaligus seÂbagai hadiah ulang tahun untuk sang tamu.
Tak hanya itu, Soekarno memÂberikan nama bunga itu “KiÂmilÂsungiaâ€. Nama itu perÂpaduan kata “Kim Il Sung†dan “InÂdoÂnesiaâ€. Sejak itulah nama KiÂmilÂsungia diabadaikan sebagai bunga nasional Korea Utara. Sekaligus simbol persahabatan Indonesia dan Korea.
Di Korea Utara, bunga diÂkemÂbangkan varietasnya. AwalÂnya, hanya tiga kuntum bunga di setiap pohon. Belakangan berhasil dikembangkan jadi enam sampai tujuh kuntum. SeÂtelah kejatuhan Soekarno, huÂbuÂngan Indonesia lebih mesra dengan musuh Korea Utara: Korea Selatan.
Perdagangan Indonesia-KoÂrea Selatan terus melonjak niÂlainya dari tahun ke tahun. Bahkan Korea pernah tercatat sebagai negara ketiga terbesar penanam investasi di Indonesia.
Dua mobil produksi Korea Selatan pun sempat hendak diÂjadikan prototipe mobil nasioÂnal. Tapi proyek ini kandas seÂteÂlah Soeharto lengser.
Selama Orde Baru, hubungan dengan Korea Utara tersisihkan. Baru setelah reformasi bergulir, hubungan kedua negara mulai dibina kembali.
Untuk mengenang hubungan baik kedua negara, pemerintah Korea Utara mulai 1999 mengÂgelar “Festival Bunga KimilÂsuÂngiaâ€. Festival ini sekaligus seÂbagai penghormatan terhadap mendiang Kim Il Sung.
IndoÂneÂsia menjadi satu-satunya negara yang mendapat kehormatan memberikan samÂbuÂtan di acara itu. Korea Utara sempat menaÂwarkan bantuan senjata kepada Indonesia. Di antaranya kapal selam dan radar dengan harga murah. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17