RMOL.Seminggu lagi umat Kristiani akan merayakan Natal. Pernak-pernik seperti pohon cemara, sinterklas maupun lonceng dipasang di pusat keramaian maupun rumah-rumah untuk menambah semarak peringatan hari raya itu.
Namun, semarak Natal tak terÂlihat di rumah Pirto Hutagalung di Kavling Tambun RT 2 RW 4 Desa Pahlawan Setia, Tambun, Kabupaten Bekasi. Tak terlihat pohon cemara dengan lampu hias kerlap-kerlip di rumah ini.
“Sepertinya tahun ini kami tiÂdak merayakan Natal. Istri saya yang biasanya sudah sibuk perÂsiapkan segala hal yang berÂhuÂbuÂngan dengan Natal masih dalam keadaan berduka,†kata Pirto.
Pirto adalah ayah Sondang HuÂtagalung, mahasiswa yang meÂlakukan aksi bakar diri di deÂpan Istana, 7 Desember lalu. Tak berapa lama setelah meÂlakukan aksi nekat itu, Sondang dilarikan ke Rumah Sakit Cipto MangunÂkusumo.
Pria yang genap berusia 22 tahun pada 12 November lalu itu menderita luka bakar 98 persen. Lantaran kondisinya paÂrahnya, dokter pun tak mampu berbuat banyak.
Sempat dirawat selama tiga hari, nyawa mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno itu tak tertolong. Ia meninggal Sabtu (10/12). Jenazahnya diÂmakamkan di TPU Pondok KeÂlapa keesokan hari.
Sondang adalah bungsu dari empat bersaudara. Setelah SonÂdang tiada, Pirto tinggal di rumah itu bersama istrinya, Dame SiÂpahutar dan seorang kakak SonÂdang. Dua kakak lainnya sudah berkeluarga dan tinggal terpisah.
Saat Rakyat Merdeka berÂkunjung ke kediaman keluarga Sondang kemarin, suasana duka masih menyelimuti. Sebuah kaÂrangan bunga diletakkan di haÂlaman rumah.
Di karangan bunga itu diseÂmatkan kain putih sebagai tanda duka cita. Pengirimnya bekas ketua DPR Akbar Tandjung.
Kediaman keluarga Sondang menempati tanah seluas 120 meÂter persegi. Pagar dari bamÂbu meÂmisahkan tanah keÂluarga SonÂdang dengan milik tetangga di samÂping kiri mauÂpun kaÂnannya.
Rumah yang ditinggali keluarÂga Sondang terletak di bagian belakang. Jalan menuju rumah terbuat dari plesteran semen. Di samping kiri jalan terdapat halaman yang ditumbuhi rumput hijau. Di sinilah karangan bunga diletakkan.
Rumah keluarga Sondang terÂdiri dari dua bangunan yang meÂnyatu. Bangunan di bagian depan digunakan untuk warung. BaÂnguÂnan belakang untuk tempat tingÂgal. Atapnya dari asbes. Cat dinÂding rumah sudah memudar terÂmakan usia.
Masuk ke dalam rumah, terÂlihat ruangan yang cukup luas. Ruangan ini menjadi tempat menerima tamu sekaligus ruang kumpul keluarga. Lantainya dilapisi keramik putih bersih.
Dua kamar tidur terletak di samping ruang keluarga. Kain gordin menjadi pemisah ruang tidur dengan ruang keluarga.
Tak ada kursi maupun sofa di ruang tamu maupun ruang keÂluarga ini. Sebuah televisi 21 inci diletakkan di atas meja di tengah ruangan.
Tikar warna hijau menghampar di depan meja televisi. Tiker ini jadi alas untuk menonton televisi. “Dulu, di atas tikar itu, Sondang biasa tertidur sampai pagi setelah menyaksikan acara televisi. Acara yang biasa dia tonton adalah berita,†tutur Pirto.
Dua kipas angin diletakkan meÂngapit meja televisi. Kedua mata kipasnya diarahkan ke tikar alas menonton. Di samÂping kiri meja televisi diletakÂkan dispenser.
Di sebelah kiri ruangan ini terdapat dua lemari plastik tanpa pintu. Lemari itu diletakkan berÂjejer hingga mirip seperti buffet. Di bagian bawah lemari diisi tumÂpukan buku-buku tentang huÂkum. Buku-buku itu milik Sondang.
Sementara di atas lemari diletakkan beberapa foto yang diberi bingkai. Salah satunya foto Sondang yang mengenakan jaket almamater merah sedang berpose bersama Andi F Noya, pembaca acara Kick Andy di Metro TV.
“Dulu dua foto Sondang ini tidak ada di sini. Setelah kejadian itu, saya sengaja letakkan di sini untuk memberitahu kepada tamu yang datang sekaligus untuk mengenang saja,†terang Pirto yang sudah lebih dari 8 tahun menjadi supir taksi Blue Bird.
Sebelumnya, foto Sondang dipajang di dinding ruangan ini. Berderet dengan gambar Yesus Kristus yang dibingkai.
Bagi Pirto, Natal kali ini sangat berbeda setelah kehilaÂngan Sondang. Biasanya keluarga ini merayakan Natal bersama-sama. Setelah kebaktian di gereja, mereka berkumpul di rumah.
“Walaupun tidak mewah, perayaan Natal sangat terasa. SeÂhingga keluarga kami selalu ruÂkun dan saling mengasihi,†kata Pirto.
Baju-baju Sondang Dikasih ke Tetangga
Hingga kini tak ada yang tahu pasti motivasi Sondang HutaÂgalung melakukan aksi bakar diri di depan Istana. Sejumlah kaÂlaÂngan meyakini aksi nekat ini diÂlakukan Sondang sebagai bentuk protes terhadap pemerintah.
Sondang memang kerap ikut dalam berbagai aksi unjuk rasa. Lewat aksi-aksi teaterikalnya yang kreatif, suasana demonstrasi menjadi lebih hidup dan menarik.
Lantas bagaimana kehidupan Sondang di rumah? Kepada RakÂyat Merdeka, Pirto Hutagalung, ayah Sondang menuturkannya si bungsu berkepribadian ramah, peÂkerja keras, religius dan meÂmiliki jiwa sosial yang tinggi.
Lantaran sifatnya tersebut, tak heran kalau kemudian Sondang begitu akrab di internal keluarga dan juga tetangga di sekitar rumah.
“Dia tidak malu untuk menÂdorong gerobak berisi lima jerÂiÂgen air dari depan untuk keÂperÂluan minum sekeluarga. Maklum di sini airnya kurang baik, jadi unÂtuk minum kami harus memÂbeli dari luar,†tutur Pirto.
Tak hanya itu, kalau sedang tiÂdak ada kegiatan di kampus, SonÂdang kerap membantu ibunya menÂjaga warung. Ini dilakukan SonÂdang bergantian dengan kaÂkakÂnya. Sambil menunggu waÂrung, biaÂsanya Sondang memÂbaca buku.
“Hal lain yang membuat saya bangga adalah dia mengajarkan anak-anak kecil di sini membaca dan menulis. Ada lebih dari 10 anak kecil yang menjadi muÂridnya dan selalu rajin belajar di rumah,†tuturnya.
“Makanya setelah Sondang tiada, bukan hanya keluarga yang merasa kehilangan, anak-anak itu pun juga kehilangan. Bahkan maÂsih ada anak yang bertanya pada saya, guru mereka ada di mana,†kata Pirto dengan eksÂpresi wajah menahan sedih.
Bagaimana dengan barang-barang Sondang? Menurut sang ayah, hingga kini barang-barang milik Sondang masih tersimpan rapih di rumah. Namun, kata PirÂto, kalau ada tetangga, kerabat maupun teman-teman yang meÂminta, ia akan diberikan.
“Kemarin beberapa baju milik Sondang saya kasih ke tetangga di dekat sini. Kalau barang-barangnya berguna untuk orang lain, untuk apa juga kami simpan. Toh, Sondang semasa hidupnya sudan melakukan ini juga,†tegasnya.
Pamit Pergi Untuk Bikin Skripsi
Selain menuntut ilmu di kampus, Sondang Hutagalung akÂtif di Badan Eksekutif MaÂhaÂsiswa (BEM) Universitas Bung Karno. Ia juga terlibat di bebeÂrapa organisasi di luar kampus.
Sondang menjadi Ketua Bidang Organisasi Himpunan Aksi Mahasiswa Marhaenis Untuk Rakyat Indonesia (HamÂmuÂrabi). Ia juga bergabung daÂlam Komunitas Sahabat Munir.
Kendati terlibat dalam berÂbagai organisasi, keluarganya tak tahu menahu aktivitas SonÂdang di luar kampus. “Saya meÂmang tidak tahu. Tapi saya tidak pernah melarang Sondang ikut organisasi. Yang penting, kuÂliahÂnya lancar dan bisa segera jadi sarjana hukum,†kata Pirto Hutagalung, ayah Sondang.
Apalagi, menurut Pirtu, keÂgiatan Sondang di berbagai organisasi itu tak mengganggu kuliah hingga menjelang lulus. Prestasi akademiknya cukup memuaskan keluarga sejak dari semester pertama hingga akhir.
Prestasi inilah yang memÂbantu meringankan beban Pirto dalam menguliahkan Sondang. “Sondang dapat beasiswa dari Blue Bird tempat saya bekerja sejak semester awal. Itu karena nilainya bagus sehingga saya bisa ajukan beasiswa ke peruÂsaÂhaan,†ungkap Pirto.
Sejak awal, Pirto menasihati Sondang agar mendapat nilai yang bagus agar bisa jadi sarÂjana. “Dia selalu memÂperÂhaÂtiÂkan nasihat saya itu,†kenangnya.
Namun takdir berkata lain. Sondang yang lahir di Bekasi 12 November 1989 itu meningÂgal kaÂrena bakar diri. KeneÂkatan SonÂdang ini menyisakan berbaÂgai perÂtanyaan di benak keluarganya.
Sebelum bakar diri, keÂluarÂganya tak menangkap keanehan dalam perilaku Sondang sehari-hari. Pirto mengingat tiga hari sebelum kejadian, Sondang izin tak pulang karena ingin meÂramÂpungkan skripsi bersama teÂman-temannya.
Pirto tak menaruh curiga. SeÂbab, Sondang pernah beberapa meminta izin tak pulang dengan alasan sama. “Kalau dulu sebeÂlum skripsi, Sondang selalu puÂlang setiap hari ke rumah. Tapi sejak skripsi ini, memang dia terÂkadang tidak pulang 2 samÂpai 3 hari,†terangnya.
Kecewakah Pirto atas tinÂdakan Sondang? Pirto yang beÂkas sopir Kopaja ini mengaÂtakan merasa kehilangan atas meninggalnya Sondang. “Tapi Sondang sudah dewasa, dia suÂdah tahu apa yang terbaik unÂtuknya,†ujar Pirto yang terlihat mencoba tabah.
“Kita manusia tentunya haÂnya bisa berencana, Tuhan juga yang menentukan. Itulah yang kami alami. Saya sendiri sudah bisa menerima kenyataan ini, haÂnya tinggal ibunya yang maÂsih terlihat syok,†kata Pirto. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17