Berita

BPOM RI

X-Files

Tersangka Kasus BPOM Disidang Sebelum 2012

Disangka Rugikan Keuangan Negara Rp 10,8 Miliar
SABTU, 17 DESEMBER 2011 | 09:12 WIB

RMOL. Kejaksaan Agung akan menyeret para tersangka dugaan korupsi pengadaan alat laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM tahun anggaran 2008 ke pengadilan sebelum tahun baru 2012.

“Berkasnya sudah lengkap dan kami sedang proses ke pe­nun­tutan. Paling lama pada akhir Desember ini sudah masuk ke penuntutan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejak­sa­an Agung (Kapuspenkum Ke­ja­gung) Noor Rachmad kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung sudah menetapkan empat ter­sangka, yaitu Ketua Panitia Le­lang Pengadaan Alat La­bo­ra­to­rium Irmanto Zamahir Ganin dan Pejabat Pembuat Komitmen Pe­ngadaan Alat Laboratorium Siam Subagyo, Direktur PT Ramos Jaya Abadi, Surung H Si­man­jun­tak dan Direktur  CV Masenda Put­­ra Man­diri, Ediman Si­manjuntak yang me­rupakan rekanan BPOM.

Dijelaskan Noor Rachmad, penyidik Kejaksaan Agung masih melakukan penelusuran dan pe­ngembangan kasus tersebut. Me­mang, kata dia, belum ada ter­sangka baru dalam kasus ini. Akan tetapi, lanjut Noor, tidak ter­tutup kemungkinan akan ada tersangka baru.

“Belum ada tersangka baru. Da­lam menetapkan tersangka baru itu tidak atas praduga se­mata, harus ada fakta-fakat dan te­muan bukti-bukti yang kuat yang me­nunjukkan keterlibatan melaku­kan tindak pidana,” ujarnya.

Noor juga membantah pihak­nya bekerja lelet. Menurut dia, proses penyelidikan dan pe­nyidikan hingga penuntutan ka­sus seperti ini tidak bisa selesai ha­­nya dalam satu dua hari. “Ini be­lum berhenti, masih terus di­kembangkan,” ujarnya.

Mengapa tersangkanya hanya pejabat kelas teri? Apakah Kejak­saan Agung tidak berani me­ngu­sut kasus ini hingga ke tingkat atas? Noor menyampaikan, pi­hak­nya tidak pernah takut me­ngusut perkara tindak pidana ko­rupsi apapun.

“Bukan persoalan apakah ada pejabat tingginya yang dijadikan tersangka, tetapi dalam upaya pe­negakan hukum harus jelas bukti-bukti dan keterlibatan seseorang. Kalau ada bukti-bukti kuat yang sudah ditemukan, ya pastinya akan jadi tersangka. Tidak peduli apakah dia atasan atau bukan. Intinya adalah upaya penelusuran dan menemukan bukti yang cu­kup itu belum berhenti. Masih ter­b­uka adanya tersangka baru, tergantung bukti yang dite­mu­kan,” urai Noor.

Dalam kasus ini, diduga telah terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 10,8 miliar. Ka­re­nanya, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pada Jumat (4/11), penyidik Pi­dana Khusus (Pidus) Kejagung menangkap dan menahan dua pe­jabat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), yakni Pejabat Pembuat Komitmen Siam Su­bagyo dan Kepala Panitia Pe­nga­daan Irmanto Zamahir Ganin.

Penyidik menahan mereka un­tuk memastikan, penyidikan ka­sus korupsi pengadaan alat la­bo­ratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM tahun anggaran 2008, tidak ter­ganggu. “Mereka ditahan karena ada kekhawatiran akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya,” ujar Noor.

Kemudian, pada Kamis (10/11), Kejagung menahan dua ter­sangka lagi. Keduanya, adalah rekanan BPOM dalam pengadaan alat laboratorium itu. Mereka, Di­rektur PT Ramos Jaya Abadi, Su­rung Hasiholan Simanjuntak dan Direktur CV Masenda Putra Mandiri, Ediman Simanjuntak. “Mereka kami tahan di Rutan Sa­lemba cabang Kejagung, “ ujar Noor Rachmad.

REKA ULANG

Proyeknya Malah Disubkontrakkan

Kejaksaan Agung mena­nga­ni kasus dugaan korupsi pe­nga­daan alat laboratorium Pusat Pe­ngujian Obat dan Makanan Nasio­nal BPOM tahun anggaran 2008.

Dalam pengusutan, penyidik Ke­jaksaan Agung telah mene­tap­kan dua pejabat BPOM sebagai ter­sangka dan sudah menahan mereka sejak, Jumat, 4 No­vem­ber 2011. Kedua pejabat itu ada­lah Ketua Panitia Lelang Pe­nga­daan Alat Laboratorium tahun 2008, Irmanto Zamahir Ganin dan Pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Alat Laboratorium ta­hun 2008, Siam Subagyo.

Keduanya diduga melakukan tindak pidana korupsi yang me­nyebabkan kerugian negara Rp 10,8 miliar.

Peristiwa ini berawal pada 2008, saat Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI memiliki proyek pe­nga­daan alat laboratorium dalam be­berapa paket. Paket itu antara lain pengadaan alat laboratorium Pu­sat Pengkajian Obat dan Ma­ka­nan Nasional (PPOMN) dengan anggaran Rp 4,5 miliar untuk 66 item barang.

Paket kedua yaitu pe­ngadaan alat Laboratorium Pusat Riset Obat dan Makanan Nasional (PROMN) dengan jumlah dana Rp 15 miliar untuk 46 barang.

“Dana pengadaan alat labo­ra­torium berasal dari APBN untuk paket 1 dan paket 2. Anggaran ter­sebut berada di bawah Satuan Kerja Pusat Pengujian Obat dan Ma­kanan Nasional (PPOMN) Badan POM RI,” ujar Kap­us­pen­kum Kejaksaan Agung Noor Rachmad.

Setelah melakukan proses pe­le­langan, diperoleh pemenang dari masing-masing paket. Dua pe­rusahaan itu adalah CV Ma­senda Putra Mandiri untuk paket 1 dengan kontrak nomor PL. 01.02.71.1885A tanggal 18 Sep­tember 2008 dengan nilai kontrak Rp 43.490.736.956. Paket 2 yaitu PT Ramos Jaya Abadi dengan kontrak nomor L PL.01.02.­71.­1854A tanggal 16 Sep­tember 2008 dengan nilai kontrak Rp 13.028.480.420.

Persoalannya, lanjut Noor, pe­ngadaan alat laboratorium paket 1 dan paket 2, disubkontrakkan CV Masenda Putra Mandiri dan PT Ramos Jaya Abadi kepada PT Bhineka Usada Raya (PT BUR), sehingga terjadi selisih harga. “Terjadi kemahalan harga,” tandasnya.

Noor mengatakan, perbuatan itu telah menimbulkan kerugian ne­gara untuk paket 1 sebesar kurang lebih Rp 8.315.137.530, sedangkan paket 2 sebesar kurang lebih Rp 2.526.870.392.

Selain menahan dua pejabat BPOM, Kejaksaan Agung juga telah menetapkan dan menahan dua tersangka lainnya, yaitu Di­rektur CV Masenda Putera Man­diri, Ediman Simanjuntak dan Direktur PT Ramos Jaya Abadi, Surung Hasibuan Simanjuntak. Total baru empat orang tersangka dalam kasus ini.

Mesti Transparan Dan Tuntas    

Dewi Asmara, Anggota Komisi III

Anggota Komisi III DPR Dewi Asmara meminta Ke­jak­sa­an Agung agar memroses ka­sus ini secara transparan. Hal itu diperlukan agar bisa dite­lu­suri keterlibatan sejumlah pihak lain yang terindikasi kuat turut me­lakukan tindak pidana korupsi.

“Kejaksaan harus mengusut tuntas dan transparan. Proses yang transparan itu perlu dalam memberlakukan hukum kepada siapa pun,” ujar Dewi, kemarin.

Politisi Golkar itu pun me­minta Kejaksaan Agung agar menelusuri setiap detail pe­nga­daan untuk mengetahui, apakah ada pejabat tinggi BPOM yang terlibat di dalamnya. “Secara per­tanggungjawaban apakah berhenti pada pejabat sekelas panitia lelang atau sampai ke atas? Itu semua harus dite­lu­suri,” ujarnya.

Dia mengingatkan, agar tidak ada upaya mengaburkan sejum­lah fakta dalam pengusutan. “Kalau ada fakta hukum dan se­panjang itu transparan, silakan saja ditetapkan siapa pun, ter­ma­suk atasannya sebagai ter­sang­ka. Proses ini harus ter­bu­ka, jangan ada yang ditutup-tu­tupi. Hukum harus berlaku adil bagi semua orang,” ucapnya.

Dari penyelidikan dan pe­nyi­dikan yang telah dilakukan ke­jak­san, lanjut dia, dapat dite­lu­suri lebih jauh pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pe­nga­daan tersebut. “Detailnya pengadaan itu ada, dan itu harus ditelusuri,” ujarnya.

Dewi pun meminta Ke­jak­saan agung agar bekerja secara profesional. Jika memang ada bukti yang kuat, maka tidak bisa didiamkan begitu saja. “Pengu­su­tan secara tuntas harus dila­ku­kan. Jangan setengah-sete­ngah,” ujarnya.

Ditambahkan Dewi, proses pe­nuntutan dan persidangan yang transparan pun nantinya bisa membuktikan, apakah ma­sih ada pihak-pihak yang ter­libat dalam kasus ini.  

Kelas Teri Jadi Tren

Yenti Garnasih, Pengamat Hukum

Pengajar hukum pidana Yenti Garnasih menyam­pai­kan, kasus pengadaan alat la­bor­a­to­rium Pusat Pengujian Obat dan Ma­kanan Nasional BPOM agak janggal. Sebab, me­nurut dia, de­ngan nilai pro­yek pulu­han mi­liar, patut di­ragukan bahwa pe­lakunya ter­batas pada dua pe­jabat kelas teri dan dua pengusaha.

“Bisa saja memang penga­da­an itu tidak terkait terkait de­ngan petinggi BPOM. Tetapi, me­lihat nilai proyeknya yang menembus angka Rp 43 miliar, rasanya tidak mungkin hanya se­kelas Ketua Panitia yang pa­tut dijadikan tersangka,” ujar Yenti, kemarin.

Karena itu, Yenti berharap, pe­­nyidik Kejaksaan Agung me­­la­kukan penelusuran seca­ra se­rius kepada pihak-pihak lain. “Ha­rus ditelusuri ke­we­nangan ter­tinggi pengadaan ini di ta­ngan siapa, dan ba­gai­mana mungkin petinggi tidak tahu,” ujarnya.

Menurut dia, memang tidak mesti para petinggi terlibat. Soal­nya, dalam beberapa per­ka­r­a, ada juga bawahan yang mem­permainkan atasannya. “Bisa saja petinggi BPOM diti­pu atau ada pemalsuan doku­men oleh pejabat teri itu,” ucapnya.

Namun, agak aneh apabila pe­ngadaan itu terjadi 2008, te­ta­pi para atasan BPOM tidak mengetahuinya. “Lucu juga ka­lau kejadian ini 2008, tapi sam­pai saat ini petinggi tidak tau. Seharusnya penyidik Ke­jak­sa­an menelusuri hal ini,” katanya.

Dia berharap, kejaksaan tidak dengan sengaja menghentikan penyidikan hanya sampai yang terlibat langsung. Dikatakan Yenti, kejaksaan harus berani menindak jika memang petinggi BPOM ditengarai terlibat.

“Jangan jadi tren yang terjerat cuma teri-terinya. Seperti yang dipersepsikan masyarakat ter­ha­dap KPK belakangan ini. Dalam hukum pidana, jika ada ke­ja­ha­tan yang melibatkan bebeberapa orang, sudah ada teori dan pa­sal­nya, yaitu tentang penyer­ta­an. Intinya, semua yang terlibat harus dipidana. Apalagi untuk kasus korupsi, pelaku atau yang ikut serta dan membantu me­lakukan korupsi, pidananya sama,” ujarnya.

Menurut Yenti, melakukan penelusuran hingga ke tingkat atasan bukanlah masalah sulit. “Tapi ini jelas masalah ke­mau­an. Mau atau tidak kejaksaan dan aparat penegak hukum lain­nya menuntaskan kasus korupsi sampai ke akarnya,” katanya.

Tidak jarang pula, lanjut Yen­ti, ada tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan. “Biasalah di Indonesia, peradilan diinter­vensi,” ucapnya.  [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya