MuhamÂmad NaÂzaruddin
MuhamÂmad NaÂzaruddin
RMOL. Mundurnya sejumlah pengacara dalam kasus suap pembangunan Wisma Atlet, Palembang, layak dicermati. Murni karena profesionalisme atau ada udang di balik batu?
Dalam kasus Wisma Atlet, KPK telah menetapkan empat terÂsangka, yakni bekas Bendahara Umum Partai Demokrat MuhamÂmad NaÂzaruddin, bekas Manajer MarÂkeÂting PT Anak Negeri MinÂdo RoÂsalina Manullang, bekas Manajer Pemasaran PT Duta GraÂha Indah (DGI) Mohammad El Idris dan Sekretaris Menpora (non-aktif) Wafid Muharram.
Pengacara Otto Hasibuan meÂnyaÂtakan mundur dari tim pemÂbela Nazaruddin karena ada konÂflik kepentingan mengingat diriÂnya sebagai Ketua Umum PerÂhimÂpunan Advokat Indonesia (PeÂradi).
“Saya mundur tidak membuat Nazaruddin telantar, karena peÂngaÂcaranya banyak. Saya memiÂlih di luar tim, sebab di luar tim saya lebih berguna, dan kerja-kerÂja Peradi lebih maksimal,†ujar Otto.
Menurut Otto, sebagai Ketua Umum Peradi, dirinya harus kritis terhadap proses penegakan hukum tanpa harus melihat kasus per kasus. Dengan pertimbangan itu dirinya lebih memilih berada di luar tim. “Banyak yang perlu diÂkritisi terkait KPK. Saya tidak mau ada konflik kepentingan dalam mengkritisi karena saya berada dalam tim pembela NaÂzaruddin,†ujarnya.
Otto mengaku masih ditahan Nazaruddin agar tidak mundur, tapi dia menjelaskan posisinya. “Dia sebenarnya masih menahan saya. Sebaiknya jangan mudur, katanya. Tetapi saya telah menÂjelaskan alasan dan posisi saya, dia mengerti. Saya sampaikan, saya tidak boleh egois,†ujarnya.
Tidak hanya Otto yang mundur dari tim pembela para terdakwa kasus suap Pembangunan Wisma Atlet itu. Sebelumnya, pengacara Mindo Rosalina Manullang, Kamaruddin Simanjuntak juga mundur.
Sejak ditangkap, Rosa sudah diÂdampingi kuasa hukumnya, KaÂmarudin Simanjuntak. Akan teÂtapi dalam prosesnya, KamaÂruÂdin mengaku, bahwa Rosa diÂanÂcam dan dipaksa agar tidak mengÂgunakan jasa dirinya sebaÂgai pengacara.
Kamarudin juga mengaku menÂdapat teror dan ancaman fisik karena membela Rosa. “Saya diÂceÂgat segerombolan orang. Saya akan dipukuli. Mereka mencegah saya untuk jadi pengacara Rosa, agar tidak banyak bicara,†ujarnya.
Dijelaskan Kamarudin, peÂrisÂtiÂwa itu terjadi seusai dia bertemu Rosa di Rumah Tahanan Pondok Bambu. “Mereka mengatakan di depan Pondok Bambu, katanya Ini akan mempersulit kamu,†ceritanya.
Kamaruddin mengatakan, diÂrinya juga banyak menerima kiriÂman SMS untuk mundur sebagai pembela Rosa. “Saat kita antar Rosa ke Pondok Bambu ada seÂgeÂrombolan orang mencegat, minÂta cabut surat kuasa hukum. Mereka juga mengancam akan membunuh,†katanya.
Namun, Kamarudin tidak meÂngetahui siapa saja yang meÂmerintahkan orang-orang yang mengintimidasinya itu. “Tidak tahu siapa yang mengutus mereÂka,†ucapnya.
Pengacara terdakwa Wafid MuÂharram, Ferry Amahorseya pun menyatakan mengundurkan diri. Hal itu dilakukan Ferry kaÂrena merasa dirinya sudah tidak sejalan dengan Wafid dalam peÂngusutan perkara itu. Ferry berÂsikukuh agar Nazaruddin diÂhaÂdirkan sebagai saksi dalam perÂsiÂdangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Namun, Wafid tak setuju.
Dia resmi mengundurkan diri pada Rabu (12/10). “Buat saya, pengusutan perkara tindak pidana bukanlah soal menang atau kalah, tetapi mengungkap kebenaran seÂutuhnya. Berbeda dengan perkara perdata, memang menang atau kalah,†ujarnya.
Ferry mengatakan, keputusan mundur tersebut telah dibiÂcaÂraÂkanÂnya dengan Wafid. “Terdapat ketidaksesuaian paham dan pemikiran tentang arah kebijakan pembelaan yang harus saya lakukan dengan yang diinginkan terdakwa,†kata dia.
Menurut Ferry, kehadiran NaÂzaÂruddin dalam persidangan penÂting untuk mendukung keteÂraÂngan Wafid yang menyebut cek senilai Rp 3,2 miliar sebagai dana talangan. Hanya saja, Wafid tak sepakat karena khawatir Nazar tidak konsisten mengungkap kaÂsus suap proyek Wisma Atlet SEA Games ini.
Kendati begitu, Ferry mengaku menghormati pendapat berbeda dari bekas kliennya itu. “Ini seÂmua kan yang menyatakan Wafid tidak terima suap, tinggal NaÂzaÂruddin. Kita periksa dong NazaÂruddin. Tapi, Wafid tampaknya agak terganggu, ragu-ragu dan tak yakin,†ujarnya.
Menurut Ferry, dalam pemeÂriksaan Rosa sebagai saksi bagi WaÂfid, Rosa mengakui bahwa pemberian uang kepada Wafid adaÂlah atas perintah Nazar. “Rosa bilang itu sepengetahuan NazaÂrudÂdin. Makanya wajib dihaÂdirÂkan Nazaruddin itu. Saya sudah serahkan kepada jaksa dan hakim agar Nazaruddin dihadirkan. KaÂlau tidak, maka putusan perÂkara ini akan prematur, akan abÂnormal,†ujarnya.
Kata Ferry, termasuk dirinya, dari tim pembela Wafid MuharÂram ada empat pengacara yang mengundurkan diri. “Ada tiga orang lagi yang pada akhirnya munÂdur. Bersama saya jadi empat orang. Saya tidak etis menyebut nama mereka. Biarlah itu menjadi pertimbangan masing-masing saja,†ujarnya.
REKA ULANG
“Apakah Ini Tim Pembela Saudaraâ€
Pada awal persidangan NaÂzaruddin, di kalangan wartawan beredar surat pencabutan kuasa hukum dari M Nazaruddin atas OC Kaligis tertanggal 30 NoÂvemÂber 2011. Namun, saat diÂkonÂfirÂmasi terkait hal tersebut, NaÂzaÂrudÂdin mengaku bahwa OC KaliÂgis masih menjadi kuasa hukumnya.
“Surat itu ditarik kembali, apa ini adalah tim saudara?†tanya hakim Darwati kepada NazarudÂdin di Pengadilan Tipikor. DarÂwati ingin mengetahui secara pasÂti, apakah empat pengacara yang hadir dalam sidang perdana NaÂzaruddin pada Rabu (7/12), yakni Hotman Paris, Elza Syarief, OC Kaligis dan Afrian Bonjol adalah pengacara bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu.
Menjawab pertanyaan tersebut, Nazaruddin menyatakan, persidaÂngan bisa dilanjutkan karena seÂmua kuasa hukumnya sudah lengÂkap. “Iya, pengacara saya. MaÂjelis hakim bisa memulai perÂsidangan,†ujarnya.
Dalam perkara ini, dua orang terÂdakwa sudah divonis, yaitu Mindo Rosalina Manullang diÂjatuhkan hukuman penjara seÂlama 2,5 tahun dan Mohammad El Idris dijatuhkan hukuman penjara dua tahun.
Dalam kasus ini, empat orang dijadikan tersangka oleh KPK, yaitu yakni bekas Bendahara Umum Partai Demokrat MuÂhamÂmad Nazaruddin, bekas Manajer Marketing PT Anak Negeri MinÂdo Rosalina Manullang, bekas Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris dan bekas Sekretaris MenÂpora Wafid Muharram. DaÂlam perkembangannya, Otto HaÂsibuan (pengacara Nazar), KÂaÂmarudin Simanjuntak (pengacara Mindo Rosalina) dan Ferry Amarhoseya (pengacara Wafid) mengundurkan diri.
Menurut Otto Hasibuan yang juga Ketua Perhimpunan AdÂvoÂkat Indonesia (Peradi), pengacara tidak boleh menyatakan mundur dari pembelaan terhadap kliennya dengan alasan-alasan yang tidak prinsipil.
Dia mengakui, dalam beberapa pengalaman, ada saja pengacara yang mundur karena bayarannya tidak sesuai. Namun, hal itu tidak diperbolehkan.
“Persoalan honor tiÂdak boleh dijadikan alasan unÂtuk mundur. Ataupun gara-gara siÂkap politik, seorang advokat tidak boleh mundur,†ujarnya.
Hal prinsip yang menjadi alaÂsan seorang pengacara mundur, menurut Otto adalah karena hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani. “Kedua, tidak ada keÂcocokan dalam hal strategi pemÂbelaan. Alasan paling kuat adalah alasan hati nurani,â€ujarnya.
Bahkan, bila pun ada tekanan-tekanan atau intimidasi terhadap pembela, kata Otto, hal itu tidak boleh dijadikan alasan untuk munÂdur. “Itu tidak boleh, dia haÂrus bertahan, tidak boleh meningÂgalkan perkara. Kalau saya ini mundur dari tim pembela NaÂzarudÂdin untuk menghindari konÂflik kepentingan sebagai Ketua Peradi saja,†ucapnya.
Dengan melakukan pembelaan terhadap upaya penegakan huÂkum secara umum, bukan hanya kasus Nazaruddin, Otto merasa sudah turut membantu siapa saja yang membutuhkan bantuan huÂkum dalam menghadapi perkara. “Saya sampaikan, biarlah saya berada di luar tim. Saya akan meÂnÂgawal proses penegakan huÂkum,†ujarnya.
Berakhir Karena Tak Saling Percaya
Erna Ratnaningsih, Ketua YLBHI
Dalam sebuah perkara, seÂmesÂtinya ada saling percaya antara klien dengan kuasa huÂkumnya. Apabila hal itu tidak tercapai, maka hubungan pemÂbÂÂelaan akan berakhir.
“Ini kan hubungan keperÂcaÂyaÂan. Klien percaya bahwa peÂngacaranya akan berjuang memÂbela hak-haknya dalam perÂkaranya. Pengacara juga berÂkewajiban menyimpan raÂhaÂsia si klien. Tidak boleh ketika keluar dia mengatakan sesuatu rahasia yang berkenaan dengan kliennya itu,†ujar Ketua YaÂyasan Lembaga Bantuan HuÂkum Indonesia (YLBHI) Erna Ratnaningsih.
Menurut Erna, ada berbagai macam hal yang bisa memÂpeÂngaÂruhi hubungan klien dengan pengacaranya, termasuk alasan yang membuat seorang pengaÂcaÂra mengundurkan diri. “Itu seÂmua tentunya sudah tertuang daÂlam kontrak dan surat kuasa yang dibuat. Juga tidak mesti sepanjang proses pengurusan perkara itu seorang pengacara mendampingi dan membela, itu tergantung pada isi kontrak dan surat kuasanya,†ujar Erna.
Jika seorang klien memiliki hak untuk memecat pengaÂcaÂraÂnya, maka seorang pengacara pun memiliki hak untuk tidak melanjutkan pembelaannya.
“Pengacara bisa mundur. Hal itu tentu dengan sejumlah alaÂsan. Mungkin alasan-alasan yang dilakukan dan diÂteÂrangÂkan kliennya tidak sesuai dengan fakta-fakta di lapangan. Atau kaÂrena dasar hukumnya tidak kuat untuk melakukan pemÂbeÂlaan,†ujarnya.
Dalam pemutusan hubungan itu, lanjut Erna, seorang pengaÂcara dan klien harus saling memÂberitahukan. “Tentu saja itu harus diberitahukan ke klienÂnya. Ketika pengacara keluar, secara kode etik tidak boleh memÂbongkar rahasia kliennya. WaÂlaupun sudah tidak jadi peÂngacaranya,†ujar Erna.
Diingatkan Erna, pengacara juga tidak boleh berebut klien dengan pengacara lainnya. Hal itu melanggar kode etik. “Jika ada yang melakukan hal itu, maka dia harus diinformasikan, dia sudah melanggar kode etik,†ujar Erna.
Bisa Mundur Karena Honor
Harry Witjaksana, Anggota Komisi III DPR
Menurut Anggota Komisi III DPR Harry Witjaksana, munÂdurnya seorang pengacara dari pembelaan hukum terhaÂdap kliennya adalah hal yang lumrah. Sebab, selain klien memÂpunyai hak untuk memÂbuat surat kuasa dan memÂbeÂriÂkan surat kuasa kepada peÂngaÂcaranya, si pengacara juga meÂmÂiliki hak untuk meÂngunÂdurkan diri.
“Dua-duanya memiliki hak untuk meneruskan atau tidak. Soal alasannya mengapa munÂdur atau dicabut kuasanya, ya hanya mereka masing-masing saja yang tahu,†ujar Harry.
Politisi Demokrat itu meÂnyamÂpaikan, dalam urusan pemÂbelaan tentunya ada keseÂpaÂkatan-kesepakatan dan moÂdel hubungan kerja yang diÂseÂtujui antara pengacara dengan kliennya. Apabila kesepakatan-kesepatakan itu sudah tidak bisa dijalankan oleh salah satu piÂhak, tentunya hubungan klien dengan kuasa hukumnya pun bisa berakhir.
“Ada kontrak antara mereka, terkait hubungan kerja, posisi perkara dan strategi hukum yang akan dilakukan. Nah, bisa saja sudah tidak ada lagi keÂcocokan dalam kontrak itu bagi kedua belah pihak, ya bisa munÂÂdur dong. Sama saja prinÂsipnya seperti kerja di peruÂsaÂhaan,†ujar Harry.
Harry menduga, dalam baÂnyak perkara, alasan-alasan yang sangat subyektif pun bisa mempengaruhi pengacara untuk mundur. “Misalnya soal honor, bisa saja memang itu tidak seÂsuai. Bukan tidak mungkin maÂsalah honor itu membuat peÂngaÂcara mundur. Ada banyak lagi alasan yang mungkin dimiliki masing-masing. Hanya mereka yang tahu itu,†katanya.
Menurut Otto Hasibuan yang juga Ketua Perhimpunan AdÂvoÂkat Indonesia (Peradi), peÂngaÂcaÂra tidak boleh menyatakan mundur dari pembelaan terÂhaÂdap kliennya dengan alasan-alasan yang tidak prinsipil.
Dia mengakui, dalam bebeÂraÂpa pengalaman, ada saja peÂngaÂcara yang mundur karena baÂyaÂrannya tidak sesuai. Namun, hal itu tidak diperbolehkan.
“Persoalan honor tidak boleh dijadikan alasan untuk mundur. Ataupun gara-gara sikap politik, seorang advokat tidak boleh mundur,†ujarnya.
Hal prinsip yang menjadi alaÂsan seorang pengacara mundur, menurut Otto adalah karena hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani. “Kedua, tidak ada keÂcocokan dalam hal strategi pembelaan. Alasan paling kuat adalah alasan hati nuraÂni,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32
Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59