Berita

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

Negara Berpotensi Kehilangan Penerimaan Migas 103,4 Miliar

Petinggi Kementerian ESDM Lamban Lakukan Penagihan
SENIN, 07 NOVEMBER 2011 | 08:44 WIB

RMOL.Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum menagih jaminan pelaksanaan wilayah kerja minyak dan gas bumi kepada tujuh kontraktor kontrak kerjasama (KKKS).

Akibatnya, negara berpotensi kehilangan penerimaan negara dari pencairan jaminan pelak­sa­anaan atas KKKS sebesar 11,7 ju­ta dolar AS atau setara dengan Rp 103,4 miliar.

Hal itu diketahui dalam Lapo­ran Hasil Pemeriksaan Badan Pe­meriksa Keuangan (LHP BPK) se­mester I-2011. Dalam LHP itu dise­butkan, satuan kerja (satker) Di­rektorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) ESDM menyajikan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam Laporan Realisasi Ang­garan 2010 sebesar Rp 362,8 miliar.

PNBP tersebut antara lain ber­asal dari pendapatan jasa tenaga, pekerjaan, informasi, pelatihan, teknologi, penerimaan kembali belanja lainnya dan pendapatan denda keterlambatan penyele­saian pekerjaan pemerintah.

Salah satu kegiatan pada Ditjen Migas yang dilaksanakan Sub Di­rektorat Pengembangan Wila­yah Kerja Migas Konvensional ada­lah melakukan penawaran wila­yah kerja migas. Setiap badan usaha yang memenangkan lelang wilayah kerja, pada saat penan­datanganan kontrak kerjasama wajib menyerahkan bonus tanda tangan (signature bonus) dan me­nyerahkan Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond) yang masa berlakunya 3 (tiga) tahun.

Nilai dari jaminan pelaksanaan ini akan dikurangi setiap tahun­nya sesuai dengan komitmen yang telah dilaksanakan berdasar­kan rencana kerja dan anggaran ta­hunan badan usaha yang di­setujui BP Migas.

Dari hasil pemeriksaan BPK selama 2009 dan 2010 diketahui, ter­dapat 42 KKKS dalam bentuk PSC (Product Sharing Contract) dan 16 KKKS CBM (Coal Bed Methan) dan telah dilakukan tanda tangan kontrak. Dari 58 KKKS tersebut, masih terdapat tujuh KKKS belum menyerahkan Jaminan Pelaksanaan minimal sebesar 11,7 juta Dollar AS.

Ketujuh perusahaan KKKS itu adalah, PT Brilliance Energy dengan nilai jaminan pelaksanaan 1,5 juta Dollar AS, PT Northern Yamao Technology Oil Re­sour­ces (1,5 juta Dollar AS), PT Ener­gi Mineral Langgeng (1,5 juta Dollar AS), Sarmi Papua Asia Oil Ltd (2,72 juta Dollar AS), PT Har­pindo Mitra Kharisma (1,5 juta Dollar AS), PT Bumi Hasta Mukti dan Fortune Empire Group Ltd (1,5 juta Dollar AS), dan Ams­telco Karapan Pte Ltd sebe­sar 1,5 juta Dolar AS.

Berdasarkan dokumen yang ditemukan BPK, ketujuh kon­trak­tor tersebut belum melakukan kegiatan eksplorasi sesuai komit­men pada rencana kerja yang ada di dalam kontrak. Ditjen Migas baru melakukan penagihan Jami­nan Pelaksanaan untuk 2 KKKS yaitu kepada Konsorsium PT Bumi Hasta-Fortune Empire Group Ltd atas Blok Mandala me­lalui surat nomor 13496/13/DME/2010 pada 3 Juni 2010, dan kepada Amstecol Karapan Pte  Ltd atas Blok Karapan melalui su­rat nomor 13494/13/DME/2010 pada 3 Juni 2010.

Selain itu, atas pengelolaan ja­minan pelaksanaan KKKS yang telah diterima Ditjen Migas be­lum diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

BPK menyatakan, hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Men­teri ESDM No 35 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pene­tapan Dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi. Bab VI pasal 41 ayat 2 menye­butkan, jaminan pe­laksanaan wajib diserahkan kepa­da Direktur Jenderal (Dirjen) pa­ling lambat pada saat penanda­tanganan kon­trak kerja sama.

Sedangkan ayat 5 menyatakan, peserta lelang wilayah kerja atau pe­nawaran langsung wilayah ker­ja yang telah menandatangai kon­trak kerja sama yang tidak dapat me­me­nuhi kewajibannya melak­sanakan komitmen tiga tahun pertama masa eksplorasi (firm commitment), atau komitmen dua tahun pertama masa eks­ploitasi dan kewajiban keuangan lainnya berdasarkan kontrak ker­ja sama. Maka berdasarkan pem­beritahuan dari Badan Pelaksana, Dirjen mencairkan Jaminan Pe­lak­sanaan dan wajib disetorkan ke kas negara sebagai Peneri­ma­an Negara Bukan Pajak (PNBP).

Kementerian ESDM juga di­nilai melanggar peraturan dalam Per­nyataan Standar Akuntansi Pe­merintah (PSAP) nomor 4, CaLK, paragraf 55 yang me­nyatakan, Ca­ta­tan atas Laporan Keuangan harus menyajikan informasi yang diharuskan dan di­anjurkan Per­nyataan Standar Akuntansi Peme­rintahan lainnya, serta pengung­kapan-pengung­kapan lain yang diperlukan untuk pe­nyajian wajar atas laporan ke­ua­ngan, seperti kewajiban kon­tinjensi dan ko­mitmen-komitmen lain. Peng­ung­kapan informasi da­lam CaLK ha­rus dapat mem­beri­kan informasi lain yang belum disajikan dalam bagian lain laporan keuangan.

Menurut BPK, tindakan Ke­men­terian ESDM meng­akibat­kan, Ditjen Migas berpo­tensi ke­hi­langan penerimaan ne­gara dari pencairan jaminan pe­laksanaan atas KKKS yang tidak melak­sanakan komitmen pasti 3 tahun pertama masa eksplorasi, dan La­poran Keuangan (LK) Dit­jen Mi­gas dinilai belum meng­ung­ kap­kan informasi keuangan sig­nifi­kan yang dikelolanya.

Hal tersebut disebabkan, Di­rek­tur Pembinaan Usaha Hulu Mi­gas tidak menarik jaminan pe­laksa­naan dari para KKKS, dan Dirjen Migas kurang optimal dalam me­la­kukan pembinaan atas pengelolaan jaminan pelak­sa­naan.

Atas temuan tersebut, BPK me­rekomendasikan Menteri ESDM supaya memerintahkan Dir­jen Migas terus menagih ja­minan pelaksanaan kepada tujuh KKKS tersebut, dan mengung­kapkan pengelolaan jaminan pe­laksanaan pada CaLK Kemente­rian ESDM 2010.

Soal Waktu, Lima Kontraktor Ngeles

Atas permasalahan tersebut Dir­jen Migas menyatakan, keter­lambatan pemberian Jaminan Pelaksanaan dikarenakan, untuk PT Brilliance Energy, pengumu­man pemenang tender dengan pe­nandatanganan kontrak kerja sa­ma hanya berjarak 5 hari, se­hing­ga Performance Bond tidak dapat diserahkan sebelum atau pa­da saat penandatanganan kon­trak kerja sama karena masih dalam proses pembuatan di bank.

Untuk PT Northern Yamano Tech­­nology East Pamai, PT Ener­gi Mineral Langggeng, Sar­mi Papua Asia Oil Ltd, dan PT Har­­pin­do Mitra Kharisma, pengu­­muman pemenang tender dengan penandatanganan kon­trak kerja sama hanya berjarak 6 hari, se­hingga Performance Bond tidak dapat diserahkan sebelum atau pada saat penan­datanganan kon­trak kerja sama karena masih da­lam proses pem­buatan di bank.

Tak tinggal diam, Ditjen Migas te­­­­lah melaksanakan pena­gihan ke­­pa­­da tujuh perusa­haan KKKS ter­­­se­but dan mengi­rim­kan surat pem­­­be­­ritahuan ke­pada BP Migas un­­tuk melaporkan pe­laksanaan ko­­mit­­men eksplorasi tujuh KKKS tersebut.

Menteri ESDM telah mem­buat rencana aksi dalam rangka me­nindaklanjuti masalah ini, yaitu memerintahkan Dirjen Mi­gas me­lalui nota dinas nomor 0300/07/SJN/2011 pada 12 Mei 2011, su­pa­ya terus menagih ja­minan pe­lak­­sanaan kepada tujuh KKKS ter­se­but, dan meng­ung­kapkan penge­­lolaan jaminan pe­laksanaan pada CaLK Kemen­terian ESDM 2010.

Saat dikonfirmasi, Kepala Di­nas Humas dan Hubungan Ke­lem­bagaan BP Migas, Budi Han­­doko mengaku tidak menge­tahui ten­tang ma­salah ter­­­sebut.

Dika­takan­nya, diri­nya masih me­nung­­gu ja­wa­ban dari atasan­nya terkait ma­sa­lah ini. “Belum ada ja­wa­ban dari yang mengerti mas. Saya su­dah mengi­rim pe­san singkat (SMS/Short Message­ Service),”

Sudah Ditagih nggak ada Laporannya

Ramzil Majdi, Koordinator PAN

Tidak tertagihnya duit ja­mi­nan pelaksanaan dari tujuh pe­rusa­haan Kontraktor Kontrak Ker­jasama (KKKS) sebesarkan 11,7 juta dolar AS membukti le­mah­nya pemerintah terhadap KKKS.

“Apalagi terhadap perusa­haan asing. Nyali kita langsung ciut terhadap asing. Semestinya ini jadi pendapatan bangsa kita dari Migas, tapi kenapa kesan­nya didiamkan, padahal duit itu kan memang hak negara kita,” kata Koordinator Pengawas Anggaran Negara (PAN) Rizal Majdi, akhir pekan lalu.

Sepengetahuannya, banyak perusahaan kontraktor Migas yang bermain curang dalam mengekplorasi migas Indo­nesia. Dia khawatir, potensi mi­gas Indoensia lama-kela­maan akan habis dikeruk perusahaan asing, sementara kontribusi kepada negara sangat kecil.

“Bangsa kita selalu dirugikan dalam banyak, dari ekonomi sam­pai politik internasional. Ke­rugiannya pun semakin banyak. Karena itu, secepatnya selesaikan tagihan KKKS, ka­lau tidak, ini bisa menjadi ma­salah besar, bahkan bisa diseret ke jalur hukum,” ujarnya.

Ramzil mencurigai, ada kong­kalingkong antara pejabat terkait dengan perusahaan KKKS, dan ada unsur kesenga­jaan dari pejabat terkait untuk ti­dak menagih duit jaminan pelaksanaan tersebut.

“Ada kesengajaan tidak dita­gih, atau bisa jadi, sudah ditagih tapi tidak ada laporan ke­ua­ngan­­nya. Duitnya pasti untuk kepentingan pribadi dan go­lo­ngan. Bukan hal aneh, nam­pak­nya hal tersebut sudah menjadi budaya pejabat-pejabat di ne­gara kita,” sesalnya.

Tidak Segan Panggil ke Senayan

Muhammad Syafrudin, Anggota Komisi VII DPR

Anggota Komisi VII DPR, Mu­hammad Syafrudin memin­ta agar pemerintah segera menagih uang penjamin pelak­sanaan yang belum tertagih di tujuh KKKS .

“Pemerintah sebaiknya se­gera perintahkan agar ketujuh KKS tersebut segera meluna­si­nya dengan memberikan waktu sesingkat-singkatnya,”katanya, akhir pekan lalu.

Anggota Fraksi PAN ini mengungkapkan, untuk mela­kukan eksploitasi dan ekplo­rasi migas, sebuah perusahaan ter­­lebih dahulu harus mengu­rus perizinan, sesuai dengan aturan yang berlaku. Artinya, se­belum me­lakukan pekerjaan­nya, se­tiap perusahaan harus me­nye­lesai­kan seluruh kewa­jibannya. Apa­bila tidak dilaku­kan, bisa dicap telah me­lang­garan pera­turan.

Adanya temuan BPK ini membuat anggota Badan Uru­san Rumah Tangga (BURT) DPR ini curiga, adanya oknum yang bermain dalam proyek tersebut. Ia mencium pembia­ran dalam tujuh KKS ini.

Menurutnya, tidak mungkin sebuah perusahaan bisa begitu saja melakukan pekerjaannya, padahal masih ada kewajiban yang belum dilunasi. “Apalagi jumlahnya itu kan tidak kecil, dan pekerjaannya dilakukan pada 2010. Masak sampai BPK melakukan audit pada semester I 2011 masalah ter­sebut belum selesai,” ujarnya.

Anggota DPR dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB) ini meminta agar peme­rintah segera memanggil ketu­juh perusahaan yang ter­libat KKS tersebut, dan me­na­nyakan alasan keterlam­batan pembaya­ran tersebut. Kalau tidak, lan­jutnya, Komisi VII tidak akan se­gan memanggil sendiri ketu­juh KKS tersebut untuk mem­berikan pen­je­lasan.

“Masalah ini harus segera di­tuntaskan. Kita perlu tahu be­rapa yang harus mereka setor­kan ke kas negara. Kalau memang pemerintah tidak mau segera memanggil, biar Komisi VII sendiri yang panggil ketu­juh KKS tersebut ke Senayan. Hasil temuan ini akan saya ja­dikan catatan kepada Ketua Komisi,” terangnya.

Awalnya Bernama Chisitsu Chosajo

Sekilas Kementerian ESDM

Pada tahun 1945, lembaga per­­tama yang menangani ma­salah pertambangan di Indo­nesia ada­lah Jawatan Tambang dan Geo­logi yang dibentuk pa­da tanggal 11 September 1945. Jawatan ini, se­mula bernama Chisitsu Cho­sajo, bernaung di Kementerian Kemakmuran.

Pada tahun 1952, Jawatan dan Geologi yang pada saat itu ber­ada di Kementerian Perin­dustrian, ber­dasarkan SK Men­teri Pere­ko­nomian no. 2360a/M Tahun 1952, di ubah menjadi Direktorat Per­tambangan yang terdiri atas Pusat Jawatan Per­tambangan dan Pusat Jawatan Geologi.

Kemudian pada tahun 1957, ber­­dasarkan Keppres nomor 131 Ta­hun 1957, Kementerian Pere­ko­no­mian dipecah menjadi Ke­men­te­rian Perdagangan dan Ke­men­terian Perindustrian. Ber­­da­sarkan SK Menteri Perin­dustrian nomor 4247 a/M tahun 1957, Pusat-pusat di­ba­wah Di­rektorat Pertambangan be­rubah menjadi Jawatan Pertam­bangan dan Ja­watan Geologi.

Tahun 1959, Kementerian Pe­­rindustrian dipecah menjadi De­­partemen Perindustrian Da­sar / Pertambangan dan Depar­te­men Pe­rindustrian Rakyat, di­mana bi­dang pertambangan minyak dan gas bumi berada dibawah Depar­temen Perindus­trian Dasar dan Pertambangan.

Pada tahun 1961, peme­rin­tah mem­bentuk Biro Minyak dan Gas Bumi yang berada dibawah De­partemen Perin­dus­trian Da­sar dan Pertam­bangan. Ta­hun 1962, Jawatan Geologi dan Ja­watan Pertam­bangan diubah menjadi Direk­torat Geologi dan Direkto­rat Per­tambangan.

Selanjutnya tahun 1963, Biro Mi­nyak dan Gas Bumi diubah men­jadi Direktorat Minyak dan Gas Bumi yang berada dibawah kewenangan Pembantu Menteri Urusan Pertambangan dan Pe­rusahaan-perusahaan Tambang Negara. Tahun 1965, Depar­te­men Pe­rindustrian Dasar/Per­tam­ba­ngan dipecah menjadi ti­ga depar­temen yaitu, Departe­men Perin­dustrian Dasar, Depar­temen Per­tambangan dan Departemen Uru­san Minyak dan Gas Bumi.

Pada tanggal 11 Juni 1965 Men­­­teri Urusan Minyak dan Gas Bumi menetapkan berdiri­nya Lembaga Minyak dan Gas Bu­mi (Le­migas). Tahun 1966, De­par­temen Urusan Minyak dan Gas Bumi dilebur menjadi Ke­men­terian Pertambangan dan Migas yang membawahi Depar­temen Minyak dan Gas Bumi. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya