RMOL.Secara beruntun, sejumlah lembaga survei merilis hasil jajak pendapat mengenai beragam isu. Hasilnya mengejutkan. Walaupun mengklaim hasil ini menggambarkan persepsi publik, tapi bertolak belakang dengan logika orang kebanyakan.
Kecurigaan bahwa survei-survei itu adalah pesanan pihak tertentu pun mencuat. DPR diÂdeÂsak menelurkan Undang-Undang (UU) mengenai survei yang meÂngatur kode etik lembaga survei.
Bagaimana lembaga survei menjalankan bisnisnya? Berikut liputan Rakyat Merdeka.
Widdi Aswindi memelototi tumÂpukan berkas di atas meja kerÂjanya. Direktur Eksekutif JaÂringan Suara Indonesia (JSI) ini membaca-baca lagi hasil survei yang dilakukan lembaganya.
“Setahun, kami bisa melaÂkuÂkan 190 survei,†katanya saat diÂteÂmui di kantor JSI di Jalan WaÂrung Jati Timur Nomor 8AS, KaÂlibata, Jakarta Selatan.
Kebanyakan mengenai pilÂkaÂda, baik untuk tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. JSI, kata dia, juga melakukan survei meÂngenai anggota legislatif di tingÂkat nasional maupun daerah.
Untuk menggelar survei, JSI diÂdukung 38 staf di kantor di JaÂkarta, 33 koordinator wilayah yang bertempat di ibu kota proÂvinsi dan 14 ribu relawan.
MeÂnurut Widdi, dengan modal itu pihaknya bisa menggelar survei atau jajak pendapat secara nasional.
Sebagian besar staf itu pinÂdaÂhan dari beberapa lembaga survei yang telah lebih dulu berdiri. JSI berdiri tahun 2008. Sebelum menÂdirikan lembaga survei senÂdiri, Widdi bekerja sebagai diÂrekÂtur riset di Lingkaran Survei InÂdoÂnesia (LSI) milik Denny JA.
“Karena melakukan cara-cara yang mengganggu hati nurani, akhirnya kami memilih keluar demi integritas diri,†ujar Widdi.
Dengan modal patungan, WidÂdi dan kawan-kawan menÂdiÂriÂkan JSI. Widdi menegaskan, lembaga survei yang dipimpinnya meÂngeÂdepankan kejujuran.
Walaupun memiliki sumber daya untuk menggelar survei seÂcara nasional, JSI lebih senang berÂmain di daerah. Mereka mengÂgarap survei pemilihan bupati/walikota dan pemilihan gubernur.
“Kalau tingkat bawah sudah kuat baru main di tingkat nasioÂnal,†kata Widdi.
Tahun ini, JSI mulai mengÂgaÂrap survei secara nasional. Isu yang dijadikan obyek survei adaÂlah kinerja lembaga penegak huÂkum. Hasil survei dirilis belum lama. Kesimpulannya menÂceÂngangkan: polisi lebih dipercaya daripada KPK.
Dalam waktu dekat, JSI akan merilis hasil survei lagi. Isunya tak jauh-jauh dari pilkada. Yakni keinginan masyarakat mengenai pemilihan gubernur.
“Apakah maÂsyarakat ingin peÂmiÂlihan langsung atau dipilih oleh angÂgota DPRD,†kata Widdi.
Untuk menggarap survei nasioÂnal, JSI mematok tarif Rp 400-600 juta. Tingkat provinsi Rp 200-350 juta. Sedangkan untuk kabupaten/kota Rp 100-200 juta.
Menurut Widdi, wajar semakin besar cakupan survei makin besar pula tarifnya. “Untuk tiket pesaÂwat staf ke lapangan, kami meÂngeluarkan Rp 200 juta setiap buÂlan,†ungkapnya.
Selain bergerak di bidang survei, JSI juga menawarkan jasa seÂbagai konsultan politik. KlienÂnya calon kepala daerah, anggota legislatif dan parpol.
Widdi menyebutkan 16 calon yang didampingi JSI memeÂnangÂkan pilkada. Delapan belas caleg tingkat nasional maupun daerah berhasil lolos.
“Kami juga menÂjadi konsultan Parpol seperti GolÂkar, Demokrat maupun PAN,†kata Widdi.
Berapa tarif yang dipatok? MeÂnurut Widdi, bervariasi. “BiaÂsaÂnya para calon memilih satu paÂket antara survei dengan konÂsulÂtan politik,†katanya tanpa meÂnyeÂbutkan besar tarifnya.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo salah satu pengÂguna jasa JSI. Fauzi memilih satu paket. “Setiap enam bulan sekali kami melakukan survei untuk melihat tingkat kepercayaan dan kepuasÂan publik terhadap Fauzi Bowo,†katanya.
JSI terus melakukan survei hingÂga sebulan sebelum pemiliÂhan. Rencananya, Pilgub JakarÂta digelar pertengahan 2012.
“Pada saat itu pilihan orang tidak akan beÂrubah lagi. Kalau masih jauh hari pilihan orang masih berubah teÂrus tergantung keadaan,†katanya.
Dengan menyasar klien peserta pilkada, Widdi optimistis lembaÂgaÂnya bisa eksis. “Dulu, kami diÂramalkan berumur pendek, tak lebih dari dua tahun. AlhamÂdulilÂlah kami makin besar,†ujarnya.
Dari keuntungan bisnis ini, JSI bisa memiliki kantor sendiri seÂharga Rp 6,5 miliar. “Baru lunas tahun ini,†kata Widdi.
Kantor JSI di Kalibata berÂlantai dua dilengkapi basement. Bangunannya modern dan meÂgah. Halamannya disesaki puÂluhan mobil milik para staf.
Logo dan tulisan “Jaringan SuaÂra Indonesia†dipasang di teras kantor. Masuk ke dalam kanÂtor, interiornya gaya minÂiÂmalis.
Lantai bawah digunakan untuk ruang menerima tamu dan ruang rapat. Ruangan pimpinan dan staf berada di lantai dua.
Ruang kerja Widdi berada di pojok kiri dari tangga. Memasuki ruang kerjanya terlihat pengÂharÂgaÂan dari Museum Rekor InÂdoÂneÂsia (MURI) yang diberi bingkai.
Penghargaan diberikan karena hasil survei JSI soal hasil pilkda Konawe Utara, Sulawesi Utara, paling presisi dibanding lembaga lain. Hanya berbeda 0,01 persen dibanding hasil perÂhitungan suara KPUD setempat. Ruang direktur eksekutif diÂlengÂkapi meja kerja yang diletakkan di tengah dan sofa untuk meÂneÂrima tamu.
KPK Minta Survei Apel Lawan Apel
Belum lama ini, JSI merilis hasil survei mengenai kinerja lembaga hukum. Hasilnya tingkat keÂperÂcayaan publik terhadap keÂpoÂlisian lebih tinggi dibandingÂkan KPK maupun MA, MK dan Kejaksaan Agung.
Dalam survei yang melibatkan 1.200 responden itu, tingkat keÂpercayaan KPK hanya 53,8 perÂsen. Sementara kepolisian 58,2 persen. Peringkat ketiga MA deÂngan 47,8 persen. Selanjut MK 47,3 persen. Kejaksaan Agung beÂrada di posisi juru kunci deÂngan 46,0 persen.
Survei itu juga menyimpulkan keÂpuasan publik terhadap kepoÂliÂsian cukup tinggi. Sebanyak 53,6 persen responden puas terÂhadap kepolisian.
Responden yang menyatakan puas terhadap KPK 45,0 persen. Tingkat kepuasan terhadap MK sebesar 43,5 persen, MA sebesar 42,1 persen dan Kejaksaan Agung sebesar 41,1 persen.
Untuk tingkat ketidakpuasaan, KPK ditempatkan dalam posisi teratas dengan 42,7 persen. BeriÂkutÂnya Kejaksaan Agung 42,1 persen. Kepolisian di peringkat ketiga dengan 39,7 persen. SeÂtelah itu, MA sebesar 37,5 persen, dan MK sebesar 35,3 persen.
Widdi menjelaskan, tingkat keÂtiÂdakpuasan terhadap KPK sangat dipengaruhi rendahnya kinerja lembaga itu dalam menangani kaÂsus-kasus besar. Misalnya, kasus korupsi proyek wisma atlet SEA Games, dugaan suap di KeÂmenÂterian Tenaga Kerja dan TransÂmigÂrasi, serta kasus Bank Century.
Tingkat kepuasan terhadap keÂpolisian cukup tinggi karena lemÂbaga penegak hukum memiliÂki aparat sampai ke tingkat keÂcaÂmaÂtan. Itu tak dimiliki KPK.
“Kalau di daerah-daerah kecil masyarakat kadang meminta banÂtuan polisi dalam berbagai benÂtuk, kadang ingin melahirkan anak juga mintanya di sana (poÂlisi),†kata Widdi.
Widdi mengatakan, survei ini tak dibiayai siapa-siapa, murni dari kantong lembaganya. “Kami lakukan survei itu selama seÂminggu di seluruh Indonesia dan menghabiskan dana hingga ratusan juta,†katanya.
Survei ini dirilis tak lama seteÂlah mencuat isu dana pengaÂmaÂnan 14 juta dolar AS yang diÂteÂrima Polri dari Freeport.
Wakil Ketua Komisi PemÂbeÂranÂtasan Korupsi (KPK) M Jasin mengkhawatirkan hasil survei ini akan digunakan untuk memoÂjokkan lembaganya.
“Saat ini banyak yang ingin meÂnyudutkan KPK, membonsai keÂwenangannya. Bahkan ada yang ingin membubarkan,†katanya.
Jasin mempertanyakan metode survei yang digunakan JSI. MeÂnurut dia, KPK tak bisa diÂbanÂdingkan dengan kepolisian. “HaÂrusya apple to apple. Kalau insÂtansi lain punya terorisme, pidana umum. Kalau KPK hanya koÂrupsi,†katanya.
Kendati begitu, KPK akan menggunakan hasil survei ini seÂbagai bahan evaluasi. “Ini penÂdoÂrong bagi KPK agar selalu meÂningÂkatkan kinerja. Kita tidak akan iri,†katanya.
Sorry, Tidak Terima Klien Tersangka
Kode Etik Ala JSI
Direktur Eksekutif JSI Widdi Aswindi menegaskan, lembaganya menjunjung tinggi integritas dalam melakukan survei. Ia juga menegaskan tak akan melacurkan diri kepada pihak-pihak tertentu. “Ingatkan bila kami berbuat seperti itu,†pinta Widdi.
Untuk menjaga kemurnian survei yang dilakukan lemÂbagaÂnya, Widdi memisahkan Divisi Riset dengan Divisi Strategi Politik. “Kedua dua divisi tidak boleh bertemu sama sekali. Bila ini dibiarkan bertemu bisa diÂpastikan hasil survei gampang dipengaruhi. Tidak murni lagi.â€
Dalam melakukan survei meÂngenai kepala daerah, pihaknya menghindari mengarahkan resÂponden kepada calon tertentu.
Widdi tak menutupi jika ada survei pesanan. Sebab, tak sÂeÂmua lembaga survei menÂjunÂjung tinggi integritas dan keÂjuÂjuran. “Yang penting kami daÂlam setiap melakukan survei dilaÂkuÂkan secara transparan dan bisa dicek oleh siapa saja.â€
Widdi mengatakan, JSI meÂmegang teguh sejumlah kode etik. Misalnya, hasil survei yang dibiayai pihak tertentu tidak akan diumumkan. Hasil survei hanya untuk kepentingan internal.
“Kalau surveinya mengÂguÂnaÂkan dana lembaga, hasilnya akan diumumkan ke publik,†ujarnya.
Selama ini, quick count (hiÂtung cepat) yang digelar JSI juga menggunakan dana lemÂbaga. “Ini kami lakukan agar hasilnya betul-betul independen dan berdasarkan realitas di lapangan,†tandas Widdi.
Widdi menjelaskan, JSI tidak sembarangan menerima pesaÂnan survei dan pendampingan. Kandidat kepala daerah yang berstatus tersangka maupun bakal tersangka kasus apaÂpun bakal ditolak. “Itu sudah menjadi kode etik kami,†katanya.
Bisa Menyulut Bakar-bakaran
Untuk mencegah survei jadi penggiring opini menjelang pesÂÂta demokrasi, perlu ada akÂreÂditasi terhadap lembaga survei.
Usul itu diutarakan anggota KoÂmisi Pemilihan Umum (KPU) I Gusti Putu Arta. MeÂnuÂrut dia, akreditasi bisa menÂcegah lembaga survei meÂlaÂkuÂkan surÂvei pesanan yang haÂsilÂnya tak bisa dipertanggungjawabkan.
â€Pemantau saja diakreditasi. Bila perlu, sertifikasi lembaga survei. Serahkan ke LIPI (LemÂbaga Ilmu Pengetahuan InÂdoÂneÂsia) sebagai lembaga indeÂpenÂden dan profesional yang meÂlakukan sertifikasi,†katanya.
Putu mengatakan, akreditasi lembaga survei itu berlaku unÂtuk pemilu presiden, anggota lemÂbaga legislatif, ataupun peÂmilu kepala daerah.
Selama ini, banyak muncul lemÂbaga survei menjelang pilÂkada yang kredibilitas diraÂguÂkan. Hasil surveinya sulit diÂperÂtangÂgungjawabkan secara ilmiah.
“(Itu) rentan memicu konflik horizontal. Pemicu konflik PilÂkada Tanah Toraja adalah peÂngumuman oleh lembaga survei lokal. Akibatnya, kotak suara di sejumlah kecamatan dibakar pendukung pasangan calon,†kata Putu. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
UPDATE
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:39
Jumat, 11 Oktober 2024 | 03:13
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:49
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:21
Jumat, 11 Oktober 2024 | 02:00
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:47
Jumat, 11 Oktober 2024 | 01:30
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:59
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:38
Jumat, 11 Oktober 2024 | 00:17