Berita

REFLEKSI MILAD

Tantangan dan Peluang Muhammadiyah

Oleh: Hery Sucipto
JUMAT, 04 NOVEMBER 2011 | 11:41 WIB

HARI ini Persyarikatan Muhammadiyah genap berusia 102 tahun (8 Dzulhijjah 1332 H-8 Dzulhijjah 1432 H). Untuk ukuran manusia, 102 tahun adalah umur yang sangat langka, hanya pernah dialami manusia asal Jepang, yang tercatat sebagai manusia tertua di dunia. Tentu bukan soal usia yang sangat senja tersebut. Bagi Muhammadiyah, 102 tahun memiliki makna strategis tersendiri.

Pertama, usia yang panjang itu membuktikan bahwa persyarikan Islam ini telah mampu melewati masa-masa paling sulit dan mengalami pasang surut dalam sejarah perjalanan baik dalam konteks perjalanan persyarikatan maupun dalam konteks sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Sejak kelahirannya misalnya, KH Ahmad Dahlan, yang tak lain pendiri ormas ini, merasakan betul bagaimana mendakwahkan Islam melalui ’barang’ baru bernama Muhammadiyah.

Di tengah kondisi sosio-kultural masyarakat yang sangat kuat memegang tradisi kejawen, dan sebagaian besar menganut ajaran animisme serta doktrin-doktrin lokal yang sarat penyakit TBC (takhayul, bid’ah, churafat) saat itu, Dahlan tak sedikit mendapat tentangan keras warga setempat. Dakwah kultural tersebut terus mendapatkan ujiannya. Namun dengan ketelatenan dan keteladanan, serta pendekatan kultural yang bijak, dakwah Kiai Dahlan bersama ’bendera baru’ Muhammadiyah pelan namun pasti semakin dapat diterima masyarakat, hingga berkembang luas sampai hari ini.

Kedua, dalam konteks pergerakan, tak mudah memposisikan persyarikatan di tengah pergolakan menghadapi koloni Belanda dan Jepang yang menjajah Indonesia saat itu. Berbagai strategi dilakukan para pemimpin Muhammadiyah kala itu agar eksistensi dan keberlangsungan Muhammadiyah dapat terjaga demi misi pengembangan dakwah Islam dan sosial. Strategi mensinergikan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah dengan gerakan nasionalisme pun diambil sebagai cara terbaik, minimal saat itu, dengan mendirikan Hizbul Wathan (HW), sebuah gerakan pandu yang dimaksudkan untuk mendukung perjuangan heroik melawan penjajah Belanda.

Sekali lagi, ini membuktikan bahwa antara Islam-nasionalisme tak perlu dipertentangkan, karena Muhammadiyah telah lama memberikan contoh konkret bahwa keduanya (Islam dan nasionalisme) dapat bersanding untuk kemaslahatan kemanusiaan dan perjuangan kemerdekaan. Bakti ini membuktikan bahwa kiprah nyata Muhammadiyah di usianya yang kian matang ini harus terus dijaga, dipupuk, dan dikembangkan di tengah kemajuan global saat ini.

Ketiga, semakin tinggi pohon, semakin kencang angin menerpanya. Usia yang lanjut dan terus bertambah menjadikan Muhammadiyah akan semakin mendapatkan momentum-momentum sejarah. Jika mampu mengelola momentum tersebut, maka berkah dan kemajuan akan berimpak kepada persyarikatan. Sebaliknya, jika tak mampu memanage momentum yang ada, maka tak saja bakal ketinggalan, tapi juga bisa membuat kemunduran persyarikatan di berbagai bidang garapan. Saat ini, Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang paling nyata dan berhasil dikembangkan adalah di bidang kesehatan dan pendidikan.

Dengan ratusan rumah sakit dan rumah bersalin-kesehatan, serta ratusan perguruan tinggi dan ribuan unit sekolah yang dimiliki Muhammadiyah, adalah asset berharga. Ini adalah momentum baik bagi pengembangan dan kemajuan persyarikatan saat ini dan masa mendatang. Masalahnya, ini juga dapat menjadi problem serius jika banyakanya AUM ini tak dapat dikelola secara modern, profesional dan independen. Dapat dikatakan, hanya hitungan jari saja AUM yang berhasil dikelola secara baik dan profesional, selebihnya cenderung bermanagemen konservatif dan stagnan. Fakta AUM ini bisa menjadi salah satu tantangan sekaligus peluang, tinggal bagaimana kita mengelolanya.

Keempat, dalam realitas politik Indonesia modern, Muhammadiyah tak lepas dari tarik menarik kepentingan politik tertentu. Di masa Orde Baru, politik akomodatif yang diterapkan para pemimpin persyarikatan saat itu teruji dan terbukti membawa perjalanan ormas ini sangat disegani dan diperhitungkan pemerintah. Masa paling sulit barangkali di era asas tunggal Pancasila tahun 1985. Meski akhirnya Muhammadiyah mengikuti kemauan pemerintah untuk berasas tunggal, namun tokh tak berarti Muhammadiyah di posisi subordinasi penguasa. Kai AR Fakhruddin tepat ketika mengatakan bahwa Pancasila hanya sebagai helm, agar perjalanan lebih selamat.

Pasca reformasi, relatif peran-peran kader Muhammadiyah semakin signifikan. Tampilnya Amien Rais sebagai lokomotif reformasi di puncak kepemimpinan MPR, serta beberapa kader Muhammadiyah menjadi menteri di Kabinet BJ Habibie hingga KIB I SBY, membuktikan politik hanya sebagai sarana penunjang untuk pengabdian lebih luas dalam konteks dakwah Muhammadiyah. Politik kultural, atau meminjam istilah Amien Rais, high politic (politik tingkat tinggi) yang dimainkan Muhammadiyah sudah tepat, karena di situlah sebenarnya ormas ini dapat berkontribusi lebih maksimal dalam konteks bukan saja kepentingan persyarikatan, tapi juga untuk pembangunan bangsa.

Pun demikian, ketika Ketua Umum PP Muhamamdiyah Din Syamsuddin berulang kali menyebut posisi Muhammadiyah yang menjaga jarak yang sama terhadap semua partai politik yang ada. Muhammadiyah adalah ormas alias ’partai rakyat’ (hizbu sya’b), bukan partai politik (hizbu siyasah). Maka hemat penulis, inilah sesungguhnya makna terdalam dari politik kritis-akomodatif Muhammadiyah saat ini. Sebagai partai rakyat, gerakannya adalah kultural, bukan politik.

Memang tak terhindarkan terjadi sedikit benturan dan krikil-krikil di sana sini terkait hubungan antara Muhammadiyah dengan negara. Elit Muhammadiyah seperti Din Syamsuddin dan Syafii Maarif misalnya yang kerap melontarkan kritikan keras terhadap pemerintahan SBY. Kebohongan publik, kritik paling pedas yang dialamatkan kepada rezim SBY, menjadi titik nadir hubungan Muhamamdiyah dan pemerintah, yang lalu merembet pada tingkatan teknis birokrasi pemerintah ketika berhadapan dengan ortom-ortom Muhammadiyah.

Tentu semua ini bagian dari ikhtiar para pemimpin Muhammadiyah. Semua juga ada risikonya. Namanya saja perjuangan. Saya kira, tak perlu disesali apapun keputusan dan kebijakan tersebut. Saya yakin, bahwa apapun yang dilakukan para tokoh dan persyarikatan, baik dalam konteks hubungan dengan pemerintah maupun dengan sesama warga bangsa, adalah dalam konteks amar makruf nahi munkar. Tinggal bagaimana kita menyikapi semua ini, membenahi yang kurang baik, instropeksi internal secara mendalam, dan terbuka terhadap kritikan dan kemajuan yang ada. Dengan ini, saya yakin Muhammadiyah akan dapat terus eksis, berkembang maju, dan berkiprah memberikan yang terbaik bagi umat dan bangsa.

Akhirnya, selamat bermilad ke-102 tahun. Jayalah Persyarikatan, Jayalah Indonesia!

Penulis adalah Wasekjend PP Pemuda Muhammadiyah dan Direktur Pusat Kajian Timur Tengah (PKTT) FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ)

Populer

Pesawat Nepal Jatuh, Hanya Satu Orang yang Selamat

Rabu, 24 Juli 2024 | 15:16

Walikota Semarang dan 3 Lainnya Dikabarkan Berstatus Tersangka

Rabu, 17 Juli 2024 | 13:43

KPK Juga Tetapkan Suami Walikota Semarang dan Ketua Gapensi Tersangka

Rabu, 17 Juli 2024 | 16:57

Walikota Semarang dan Suami Terlibat 3 Kasus Korupsi

Rabu, 17 Juli 2024 | 17:47

Pimpinan DPRD hingga Ketua Gerindra Sampang Masuk Daftar 21 Tersangka Korupsi Dana Hibah Jatim

Selasa, 16 Juli 2024 | 19:56

Kantor Rahim di Depok Ternyata Rumah Tinggal, Begini Kondisinya

Rabu, 17 Juli 2024 | 11:05

KPK Bakal Audit Semua Rumah Sakit Telusuri Dugaan Fraud BPJS Kesehatan

Rabu, 24 Juli 2024 | 18:51

UPDATE

Terbukti Langgar PKPU, Ketua KPU OKU Resmi Dicopot

Jumat, 26 Juli 2024 | 02:00

Porsche Putih Milik Pegawai KPK Gadungan Ikut Diserahkan ke Polres Bogor

Jumat, 26 Juli 2024 | 01:42

PKS Masih Simpan Sosok Calon Walikota Bandung

Jumat, 26 Juli 2024 | 01:22

Bantah Memeras, Pegawai KPK Gadungan Ungkap Banyak Pejabat Pemkab Bogor Main Anggaran

Jumat, 26 Juli 2024 | 00:59

Bisa Ambil Suara Pendukung Ahok, Ridwan Kamil Bakal Jadi Lawan Terberat Anies

Jumat, 26 Juli 2024 | 00:41

Ini Tampang Pegawai KPK Gadungan yang Peras Pejabat Pemkab Bogor

Jumat, 26 Juli 2024 | 00:17

1.965 Pelanggar Lalu Lintas Terjaring Sepanjang Operasi Patuh Krakatau

Kamis, 25 Juli 2024 | 23:59

Peraih Medali Emas Olimpiade Siswa 2022 Berjuang Keras Ikuti Seleksi Akpol

Kamis, 25 Juli 2024 | 23:59

Sarat Pengalaman, Capt. Ali Layak Masuk Jajaran Direksi Garuda Indonesia

Kamis, 25 Juli 2024 | 23:45

TNI AL dan Tim Gabungan Terus Cari Kapal Pembawa Material BTS Kominfo yang Hilang Kontak di Papua

Kamis, 25 Juli 2024 | 23:31

Selengkapnya