RMOL. Oki duduk santai di halte feeder busway di Jalan Abdul Muis, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat siang (21/10). Pria yang mengenakan rompi warna oranye bertuliskan “Feeder Busway†asyik ngobrol dengan dua rekannya.
Ini dilakukan penjual tiket feeder busway untuk mengisi waktu. “Jarang sekali penumpang yang naik dari halte ini,†kata Oki sedikit mengeluh.
Oki mengatakan, penumpang yang naik dari halte ini maksimal lima orang setiap harinya. “BahÂkan pernah nggak ada sama seÂkali,†katanya. Di halte lain, peÂnumpangnya bisa mencapai 50 orang setiap hari.
Bukan tanpa sebab, penumÂpang enggan naik dari halte. MeÂlihat sekeliling tempat ini, banyak tukang ojek yang mangkal. Lima motor diparkir di depan halte. Akibatnya bus feeder tak bisa merapat ke halte. PenumÂpang pun tak bisa naik ke bus dari halte ini.
Di halte berukuran 1x3 meter yang memiliki ketinggian 75 cenÂtiÂmeter ini terlihat sejumlah tuÂkang ojek asyik ngobrol sambil tiÂÂdur-tiduran beralaskan kardus. Dua cangkir kopi menemani meÂreÂka selama menunggu penumpang.
Situasi ini membuat peÂnumÂpang risih dan kurang nyaman menunggu di halte. Terutama dari kaum hawa.
Menurut Oki, petugas Dishub DKI Jakarta setiap hari selalu menertibkan tukang ojek yang mangkal di halte. Biasanya penerÂtiban dilakukan pagi hari. Para tuÂkang ojek itu diminta mangkal di tempat lain. “Setengah jam seÂtelah dirazia, mereka kembali mangkal disini,†katanya.
Para tukang itu sudah mangkal di sini sebelum berdiri halte feeÂder. Pohon yang tumbuh di dekat halte membuat mereka tak keÂpaÂnasan selama menunggu penumÂpang. Mungkin inilah yang memÂbuat para tukang ojek itu enggan hengkang dari sini.
“Sebetulnya kami juga nggak nyaman dengan banyaknya tuÂkang ojek yang tidur-tiduran di sini. Tapi mau gimana lagi meÂreka lebih dulu mangkal di sini,†kata Oki.
Lantaran halte dikuasai ojek, Oki meminta sopir bus feeder berÂhenti beberapa meter dari halte. Lalu penumpang naik dari pintu depan bus. “Kalau tidak naik dari halte sulit masuk dari pintu bus yang di tengah. Karena posisi pintunya tinggi,†katanya.
Pintu bus feeder memang berÂbeda dengan bus kebanyakan. PinÂtu untuk naik dan turun peÂnumpang terletak di tengah. KeÂtinggian pintu dari tanah sekitar 75 centimeter.
Ini disesuaikan dengan keÂtingÂgian halte feeder maupun busÂway. Pintu di bagian depan sebeÂnarÂnya untuk naik turun awak bus maupun digunakan saat keadaan darurat.
Oki berharap Dishub meÂmiÂkirÂkan cara untuk memindahkan pangÂkalan ojek dari halte feeder ini agar tak mengganggu penumÂpang yang hendak naik ke bus. Pengamatan Rakyat Merdeka, beÂbeÂrapa bus feeder busway memiÂlih tak berhenti di halte ini karena tak bisa merapat. Juga karena tak ada penumpang yang naik.
Menurut Oki, banyak penumÂpang yang mengeluhkan tiket seharga Rp 6.500. Harga ini diÂanggap mahal.
“Akhirnya pilih naik angkot yang lewat di depan halte. DeÂngan ongkos Rp 2 ribu sudah bisa sampai Monas.†Jalur feeder ini berakhir di halte busway MoÂnas dan Balaikota.
Mikrolet jurusan Tanah Abang-Kota dan Tanah Abang-Ancol melewati halte ini. Jalur angkutan umum itu tumpang-tindih dengan bus feeder.
Lantaran sepi penumpang, Oki sering diperbantukan ke halte lain yang lebih ramai. “Seperti halte di Jalan Fakhrudin. Tak jauh dari sini,†katanya sambil menunjuk halte yang dimaksud.
Ganggu Jalur Feeder, Diusir
Kepala Dinas Perhubungan DKI Udar Pristono berjanji akan menertibkan para pengojek yang mengganggu operasional feeder busway. “Kalau memang benar kondisiÂnya seperti itu, kami akan usir para pengojek tersebut. Karena itu kan fasilitas umum untuk warga,†katanya.
Pristono menjelaskan, kebeÂradaan halte feeder ini memang masih baru. Sehingga fungsinya pun memang belum maksimal.
Meski begitu, Pristono meneÂgasÂkan akan memfungsikan seÂluÂruh fasilitas tersebut secara makÂsimal untuk warga. Terutama bagi mereka yang akan menggunakan Transjakarta.
Prisono mengimbau para peÂngoÂjek dan warga lainnya menÂjaga fasilitas umum busway mauÂpun feeder.. “Itu kan dibuat sebaÂgai fasilitas umum dan untuk keÂpentingan bersama. Artinya, suÂdah selayaknya dijaga dan diÂpeÂlihara,†kata Pristono.
Tidak Kunjung Dioperasikan, Halte Di Tangsel Dibongkar
Bongkahan semen tergeÂletak di lantai halte feeder busÂÂÂÂway yang berada di depan laÂÂpangan Pamulang, Tangerang Selatan.
Bongkahan seukuran bola seÂpak tapi tak beraturan benÂtukÂnya ini cukup mengganggu pemandangan karena di siniÂlah pusat pemerintahan Kota Tangerang Selatan. Tak hanya itu, bagian belakang halte yang dibangun 2008 ini sudah runÂtuh. Bekas tempelan pamflet mengotori bagian depan di halÂte berukuran 1,5 x 4 meter ini.
Halte ini lebih mirip undaÂkan yang terbuat dari semen setinggi 75 centimeter. Tak ada papan peÂtunjuk yang mengÂinÂformaÂsikan bahwa ini halte feeder. Kondisi tak sama juga terlihat di halte yang berada di seberangnya.
Sejatinya, kedua halte ini merupakan sarana pendukung feeder busway Lebak Bulus-Serpong. Rencananya, feeder ini akan melewati Lebak BuÂlus-Ciputat- Pamulang-BÂaÂbaÂkan-Setu- Puspiptek-Rawa BunÂtu- Serpong-Bundaran WTC Junction-BSD City.
Rute feeder ini sekitar 20 kilometer. Sesampainya di TerÂminal Lebak Bulus, peÂnumÂpang feeder bisa meÂlanÂjutkan naik busway Koridor VIII (Lebak Bulus-Harmoni).
Pemantauan Rakyat MerÂdeka dari Pamulang hingga Lebak Bulus terdapat lima halÂte feeder. Dua halte di depan kantor Pemkot Tangsel. Satu diÂbangun di depan komplek Dosen UIN Syarif HiÂdaÂyaÂtulÂlah. Lalu di Pisangan. Sisanya di Gintung, Ciputat. SeÂmuaÂnya kotor dan berdebu.
Adit (28) warga Pemulang yang sering bepergian ke arah Lebak Bulus mengatakan, pemÂbangunan halte ini terÂkeÂsan hanya menghamburkan uang saja. Sebab hingga kini feeder belum juga beroperasi.
Menurut dia, keberadaan feeÂder Serpong-Lebakbulus belum perlu. Sebab jalan yang dilalui feeÂder masih sempit. Idealnya, jalannya dilebarkan lebih dulu agar bisa dilalui bus feeder.
Para sopir angkot pun keberÂaÂtan adanya feeder di jalur ini. MeÂreka khawatir penghasilan akan turun karena penumpang mÂeÂmiÂlih naik bus feeder yang lebih nyaÂman. “Sekarang setoran Rp 90 ribu saja sulit untuk memeÂnuhiÂnya. Bisa-bisa kami tidak menÂdapat uang sama sekali,†katanya Bambang, sopir angkot trayek Pondok Labu-Ciputat.
Saat ini, jumlah angkot trayek itu sudah mencapai 100 armada. “BaÂgaiÂmana kalau ditambah feeder busway, Bisa bertambah paÂrah,†kataÂnya. Beberapa bulan lalu, seÂjumÂlah orang membongÂkar bebeÂrapa halte feeder yang suÂdah jadi. TinÂdakan ini dilakuÂkan karena feeder ini tak kunjung dioperasikan.
Halte yang dibongkar yang terÂletak persis di depan kantor PemÂkot Tangsel. Pagar halte yang dicat biru dipotong dengan gergaÂji besi. Kanopi yang terbuat dari stainless steel dirobohkan. PonÂdaÂsinya yang menyatu dengan lantai dibongkar.
Salah orang yang melakukan pembongkaran mengenakan seragam biru Perum PPD. “Kami disuruh atasan dari Perum PPD membongkar shelter ini. Ada sembilan shelter yang harus diÂbongÂkar,†kata petugas berseÂragam itu. Perum PPD ditunjuk untuk menjadi operator jalur feeÂder busway Serpong-Lebak Bulus.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BapÂpeda) Kota Tangsel, Eddy Adolf Malonda memastikan feeder busway beroperasi 2012.
“RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) Kota Tangsel saÂngat mendukung untuk diÂopeÂraÂsikannya feeder. Ditambah lagi pemerintah pusat mendukung peÂnuh, bahkan telah meminta keÂsiapan kami,†katanya. [rm]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
UPDATE
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:44
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:22
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:19
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:08
Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:41
Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:39
Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:29
Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:15