Berita

Albertina Ho

On The Spot

Albertina Ho Dijauhkan dari Godaan Duit Jakarta

Bersyukur Dimutasi ke Bangka Belitung
SENIN, 17 OKTOBER 2011 | 02:47 WIB

RMOL. Di tengah buruknya dunia peradilan, masih ada hakim yang patut dibanggakan. Salah satunya, Albertina Ho. Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan ini meroket setelah menyidangkan Gayus Halomoan Tambunan dan Jaksa Cirus Sinaga.

Namun bulan depan, Alber­ti­na tak lagi memegang palu di PN Jakarta Selatan. Mah­ka­mah Agung (MA) me­min­dah­kannya ke Bangka Belitung. Ba­nyak pi­hak menya­yang­kan mutasi tersebut.

Sebab, Albertina dianggap se­ba­gai hakim yang moncer. Ke­tekunannya menguliti satu per satu kejahatan Gayus Tambunan menunjukkan bahwa dirinya bu­kan tipe hakim yang hanya me­nunggu jaksa penuntut umum (JPU) membeberkan alat bukti.

Albertina dikenal sebagai ha­kim yang paling susah dimintai bocoran. Sebab, dia benar-benar merahasiakan putusan. Bahkan, dia rela sampai harus mengetik sen­diri setiap putusan. Itu dila­ku­­kan agar pertimbangan ma­jelis ha­kim tidak bocor karena pani­tera ber­sekongkol dengan mafia perkara.

Lantas, mengapa dia dimutasi? “Saya tak pernah memper­ma­sa­lahkan mutasi. Kita ini kan hanya prajurit, harus nurut,” katanya saat ditemui di sela-sela agenda sidang di PN Jakarta Selatan pekan lalu.

Albertina memang enggan berpolemik terkait dengan mutasi yang harus dijalaninya. Dia per­caya bahwa semua keputusan MA adalah yang terbaik bagi organisasi. Yang dia pikirkan hanya sejumlah tanggungan ka­sus yang mesti diselesaikan se­belum bertugas sebagai wakil ke­tua Pengadilan Negeri Sungailiat, Bangka Belitung.

Kasus-kasus itu, antara lain, pe­lecehan seksual dengan terdak­wa Anand Khrisna, kasus peng­gelapan dengan terdakwa Daniel Sinambella, dan kasus korupsi di Pe­ngadilan Tipikor Jakarta de­ngan terdakwa jaksa Cirus Si­na­ga.

Albertina sangat berharap bisa menangani kasus tersebut sampai putusan. “Tapi, kalau diganti di tengah sidang, itu terserah ketua pengadilan,” katanya.

Sehari-hari, perempuan yang masih melajang tersebut tinggal di rumah dinas di Perumahan Ha­kim, Gang Sri Sulastri, Jalan Am­pera. Tak sampai 1 kilometer ke arah selatan dari pengadilan tem­pat dirinya bertugas.

Karena jarak yang sangat dekat itu, hakim ke­lahiran Maluku Tenggara tersebut sangat jarang naik mobil pribadi saat berangkat tugas. Dia lebih suka naik angkot. Kadang-kadang, beberapa orang melihatnya berjalan kaki.

Tapi, tidak berarti Albertina tak memiliki mobil pribadi. Mereka yang biasa berurusan di PN Ja­karta Selatan sudah mafhum bah­wa mobil Nissan Livina yang di­parkir di halaman pengadilan ada­lah milik perempuan 51 tahun tersebut. Mobil silver itu biasanya diparkir di halaman depan kan­tor pengadilan dan diapit dua traffic cone.

Rutinitas pengadil itu juga sa­ngat simpel. Tiap akhir pekan, dia lebih suka pulang ke Jogjakarta. Ia memiliki rumah pribadi di sini. Jumat sore, biasanya dia sudah di­jemput agar bisa terbang atau naik kereta ke Jogjakarta. Tujuan­nya, Sabtu pagi, dia sudah ber­ak­tivitas di rumah.

Karena itu, begitu dipindah ke Kota Sungailiat, Albertina sejati­nya kurang sreg. Bukan karena apa-apa, rute perjalanannya ke Kota Gudeg itu menjadi tidak simpel. Malahan cenderung ru­wet. Sebab, dia harus ke Jakarta dulu untuk bisa naik kereta atau pesawat terbang ke Jogjakarta.

“Kalau pulang ke Jogjakarta, saya harus ke Jakarta dulu, baru me­lanjutkan ke Jogja. Biaya pu­lang akan relatif lebih mahal. Ka­lau hanya dari Jakarta kan beda, langsung saja naik kereta atau pesawat,” ujarnya enteng.

Lulusan Fakultas Hukum Uni­versitas Gadjah Mada 1985 ter­sebut berusaha berbesar hati atas mutasi yang harus dijalani. Dia justru beranggapan bahwa ke­pin­dahan ke Sungailiat itu meru­pa­kan blessing in disguise alias ber­kah yang tersembunyi.

Sebab, dia justru dijauhkan dari jangkauan para mafia perkara. Hal itu mem­buat integritasnya se­bagai hakim tetap terpelihara.

Berarti, di PN Jakarta Selatan ba­nyak godaan duit? “Anda ini, sudah tahu tanya. Saya pikir te­man-teman wartawan itu lebih tahu daripada saya,” katanya lantas terkekeh.

Berapa biasanya tawaran duit untuk setiap kasus? “Pasti besar lah. Namanya juga Jakarta, pusat bisnis. Hidup di Jakarta itu biaya hidup tinggi,” imbuhnya.

Tapi, tidak berarti di Sungai­liat tak ada mafia perkara. Na­mun, Albertina bersyukur karena inte­raksi dirinya dengan kasus-kasus korupsi yang rentan de­ngan mafia perkara akan sema­kin jarang. Sebab, di Provinsi Bangka Beli­tung tidak ada pe­ngadilan khusus korupsi.

Bolak-balik dipindah tugas, Al­bertina menganggap biasa. Se­belum di PN Jakarta Selatan, dia pernah bertugas di PN Te­mang­gung, Jawa Tengah (1996-2002), dan PN Cilacap, Jawa Tengah (2002-2005). Pada 2005-2009, dia bertugas ke Jakarta sebagai asisten koordinator MA merang­kap sekretaris wakil ketua MA Bidang Yudisial.

“Jadi hakim di mana saja itu sama. Nggak ada bedanya. Ya, yang beda paling cuma apakah ruang sidangnya ada AC (air con­ditioning/pendingin rua­ngan—red)—atau tidak. Panas atau dingin suasananya,” ungkapnya lantas tersenyum.

Sidangkan Kasus Dukun Santet, Diancam Disantet

Bukan tanpa sebab Albertina menjadi pribadi yang bersahaja. Sejak kecil, dia harus hidup man­diri, jauh dari orang tua, de­ngan pindah dari Dobo, Maluku Teng­gara, ke Kota Ambon. Tujuannya, dirinya tetap bisa bersekolah.

Di Ambon, Albertina tinggal di rumah saudaranya. Setiap se­lesai sekolah, dia menjaga wa­rung kelontong milik sau­dara­nya di pasar Ambon. Dia bah­kan sempat menjadi pelayan wa­rung kopi untuk membiayai hidup dan sekolah.

Kendati lahir di Ambon, Al­ber­tina belum pernah bertugas di tanah kelahirannya setelah jadi hakim. Dia justru lebih ba­nyak ditugaskan di Jawa Tengah.

Lulusan magister hukum dari Universitas Jenderal Soedir­man, Purwokerto, itu sudah ke­nyang pengalaman menyi­dang­kan kasus yang bermuatan kon­flik masyarakat. Ia pernah me­nyidangkan kasus-kasus pem­bu­nuhan orang-orang yang di­anggap dukun santet.

Albertina mengakui, saat itu situasinya memburuk. Apalagi, sebagai hakim, banyak ancaman dan teror. Namun, dia tetap ber­fokus menyidangkan orang-orang yang secara sah dan me­yakinkan menghilangkan nya­wa orang lain. Albertina sama sekali tak gentar meski diancam disantet. Para pelaku kasus itu pun dijatuhi hukuman.

“Saya percaya kepada Tuhan ka­rena saya tidak punya kekua­tan apa-apa. Satu-satunya cara saya pasrah. Saya harus percaya pada pertolongan Tuhan,” ujarnya.

Dia memahami, mutasi diri­nya memantik reaksi di ma­sya­rakat. Bahkan, sejumlah orang membuat dukungan di jejaring sosial Twitter dan Facebook un­­tuk menolak kebijakan tersebut. Albertina mengaku terharu. Tapi, bagaimanapun, itu adalah tugas yang harus dia jalani.

“Masyarakat punya hak untuk menilai dan berkomentar. Bagi saya, semua komentar dan kritik tersebut saya terima dengan se­nang hati karena itu masukan. Kalau ada yang menyayangkan itu, saya terima kasih. Berarti, masih ada yang simpati kepada saya,” katanya. “Tapi, tidak ber­arti saya tidak senang atau ke­cewa lho ya,” imbuhnya me­wanti-wanti.   [rm]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Butuh Sosok Menteri Keuangan Kreatif dan Out of the Box

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:44

KPK Masih Usut Keterlibatan Hasto Kristiyanto di Kasus Harun Masiku dan DJKA

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Kesan Jokowi 10 Tahun Tinggal di Istana: Keluarga Kami Bertambah

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Segini Potensi Penerimaan Negara dari Hasil Ekspor Pasir Laut

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:22

Main Aman Pertumbuhan 5 Persen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:19

Gagal Nyagub, Anies Makin Sibuk

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:08

Predator Seks Incar anak-anak, Mendesak Penerapan UU TPKS

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:41

Dukung Otonomi Sahara Maroko, Burundi: Ini Solusi yang Realistis

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:39

Digelar Akhir Oktober, Indocomtech 2024 Beri Kejutan Spesial

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:29

WTO Perkirakan Perdagangan Global Naik Lebih Tinggi jika Konflik Timteng Terkendali

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:15

Selengkapnya