Berita

Abdullah He­ha­mahua

On The Spot

Tak Ada Kursi Tamu, Duduk di Lantai Beralaskan Tikar

Ngintip Tempat Tinggal Capim KPK
SABTU, 15 OKTOBER 2011 | 06:39 WIB

RMOL. Bejo tak henti meniup peluit sambil kedua tangannya mengarahkan kendaraan roda empat yang hendak di parkir di pelataran Masjid Al-Barkah As-Syafiiyah, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat siang (14/10).

Setelah mobil terparkir de­ngan rapi, penjaga masjid me­rangkap tukang parkir ini kembali ke posnya untuk ngaso. Rakyat Merdeka menghampirinya untuk bertanya di mana tempat tinggal Abdullah Hehamahua. “Saya ti­dak kenal Abdullah He­ha­mahua,” kata Bejo.

Abdullah Hehamahua meru­pa­kan satu di antara delapan calon pimpinan KPK periode 2011-2015 yang akan menjalani fit and pro­per test di Komisi III DPR. Sko­ring yang dilakukan Panitia Seleksi Pimpinan KPK me­nem­pati Abdullah Hehamahua di peringkat tiga besar.

Setelah disebutkan ciri-ciri Ab­dullah Hehamahua yang selalu mengenakan kopiah hitam dan berjenggot panjang, barulah Bejo mengenali. “Oh... Bapak itu. Ka­lau di sini dia dipanggil Pak Haji Abdullah,” kata dia.

Bejo mengaku kenal Abdullah Hehamahua karena setiap hari mo­bilnya parkir di pelataran mas­jid Al-Barkah.

“Saya nggak tahu peker­jaan­nya apa, cuma dia berangkatnya selalu pagi dan pulangnya mag­hrib,” katanya.

Bejo mengenal Abdullah He­hamahua sebagai sosok yang ra­mah. Begitu pula dengan istri­nya. “Bapak dan istrinya selalu me­nyapa orang bila sedang ber­pa­pasan di jalan,” katanya.

Pembicaraan selesai, Bejo kemudian memberitahu tempat tinggal Abdullah Hehamahua yang berada di Gang Sate tidak jauh dari Masjid Al-Barkah As-Syafiiyah. “Pokoknya pagar ru­mah­nya warna putih, dia ngon­trak disitu,” tutupnya.

Menuju lokasi yang ditun­juk­kan, tak terlihat ada plang nama bertuliskan Gang Satu. Tapi di mu­lut gang terdapat tukang sate. Dagangannya diberi nama “Sate Ca’ Mau” yang ditulis di spanduk kuning yang dipasang di gerobak.

Mungkin inilah gang yang di­maksud Bejo. Jalan gang kurang dari satu meter. Kendaraan yang bisa masuk hanyalah sepeda mo­tor. Kendaraan roda dua itu harus berhenti bila ada ada orang lewat lantaran jalan gang sempit.

Sekitar 50 meter dari mulut gang terdapat rumah bernomor 8. Letaknya di sisi kanan gang. Pa­gar rumah setinggi satu meter. Di­cat warna putih.

Melewati pagar langsung ber­hadapan dengan pintu masuk ru­mah berukuran 4x6 meter itu. Ru­mah yang dicat warna krem ini me­miliki tiga jendela yang di­lengkapi dengan teralis dan kor­den warna putih.

Pintu diketuk, keluar seorang pria dari dalam. Ia adalah Amin, adik ipar Abdullah Hehamahua. “Ba­pak sedang di kantor. Beliau berangkat sejak pagi dan pulang setelah Magrib,” kata dia.

Masuk ke dalam rumah terlihat ruang tamu berukuran 2x4 meter. Tak ada kursi tamu. Hanya terse­dia alas tikar untuk duduk. Di ruang itu diletakkan televisi 21 inci serta dua rak penuh buku. Rak disandarkan ke dinding.

Untuk menghilangkan gerah dipasang kipas angin di langit-langit rumah. Sebuah korden menjadi pembatas ruang tamu dengan ruang lebih dalam.

Amin mengatakan, Abdullah Hehamahua tinggal di rumah kontrakan ini bersama istrinya. Keempat anak mereka tinggal terpisah.

Tiga anaknya tinggal di Port Klang, Malaysia. Satu lagi tinggal di Bandung karena sedang kuliah di Institut Teknologi Ban­dung (ITB).

Menurut Amin, istri Abdullah Hehamahua, Emma Arifin sebu­lan sekali menengok ketiga anaknya di Malaysia. “Mereka disana juga masih ngontrak ru­mah,” katanya.

Amin menjelaskan, Abdullah tinggal di rumah ini sejak 2008. “Dia ngontrak rumah ini jangka waktu dua tahun dan diperbarui terus hingga saat ini,” katanya.

Biaya kontrak rumah Rp 8 juta per tahun. “Itu harga tahun 2008, kalau yang saat ini saya tidak tahu berapa. Mungkin tidak jauh dari angka itu,” katanya.

Amin mengenal Abdullah Hehamahua sebagai sosok yang bersahaja dan sederhana. Kese­der­hanaannya itu ditunjukkan dengan menu makan sehari-hari yang jauh dari mewah. “Setiap masakan istrinya pasti dilaha­p­nya, terutama ikan asin.”

Bila tidak ada makanan di ru­mah, kata Amin, Abdullah He­ha­mahua membeli makanan sendiri di warung di depan rumah. “Ba­pak paling suka beli ikan asin di warung,” katanya.

Yang paling membuat kagum, kata Amin, Abdullah tidak pernah memakai kendaraan dinas untuk kepentingan pribadi.

Sebelum menjadi penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah pernah men­du­du­ki posisi wakil ketua Komisi Pemeriksa Kekayaan Penye­leng­gara Negara (KPKPN) periode 2001-2004. Komisi kemudian dilebuh ke dalam KPK.

Pada 2002, istri Abdullah hendak mudik ke Bandung. Saat itu, seluruh tiket sudah habis. Abdullah tak punya alternatif lain kecuali memakai mobil dinas.

Sebelum memakai mobil di­nas, Abdullah Hehamahua me­minta izin kepada kepala Bagian Umum KPKPN. Ia menyam­paikan ingin menyewa mobil dinas itu untuk mudik.

Permintaan ini tentu saja mem­buat bingung pejabat itu. Sebab, mobil dinas itu memang dise­dia­kan untuk Abdullah Hehamahua. Tak perlu lagi menyewa.

Namun Abdullah tetap ngotot untuk menyewa. Ia beralasan, kendaraan ini digunakan di luar kepentingan dinas.

Kepala Bagian Umum itu ak­hirnya menyiasati agar Abdullah tak perlu menyewa kendaraan di­nas itu. Caranya, ia melakukan per­­jalanan dinas untuk men­je­nguk ketua umum PGRI yang tengah sakit di Bandung.

Abdullah akhirnya bisa me­makai mobil dinas itu untuk mu­dik ke Bandung. Di sana, mobil hanya di parkir di rumah keluarga istrinya. Untuk bepergian ke sa­nak keluarga di Sumedang, Abdullah memilih menumpang mobil familinya.

Lantaran tempat tinggalnya tak bisa dimasuki kendaraan roda empat, Abdullah Hehamahua me­nitipkan mobilnya di Masjid Al-Barkah Assyafiiyah.

Menurut Bejo, keamanan ken­daraan yang parkir di sini ter­ja­min karena dijaga 24 jam. Selain Abdullah, banyak warga yang menitipkan kendaraannya di sini.

Biaya parkir dikenakan Rp 10 ribu per hari untuk kendaraan roda empat. Atau Rp 250 ribu per bulan.

Abdullah Hehamahua, kata Bejo memilih membayar parkir mobilnya secara bulanan. Uang yang diperoleh dari parkir masuk ke Yayasan Assyifiyah.

Jogging 7 Kilometer dari Rumah ke Pasar

Umur Abdullah Hehamahua yang tak lagi muda membuatnya dia harus pintar-pintar jaga kesehatan. Ia memiliki jogging setiap Minggu untuk menjaga kebugaran tubuh.

“Waktu luang saya cuma se­hari, yaitu Ahad. Kalau Sabtu saya pergi kuliah S3 di UNJ me­ngambil Manajemen SDM. Wak­tunya dari pukul 08.00 WIB sam­pai 18.00 WIB. Malam sudah ca­pek dan langsung tidur,” jelasnya.

Setiap Minggu dia rutin jog­ging dengan jarak tempuh sekitar tujuh kilometer. Dimulai dari ru­mah dengan tujuan pasar untuk berbelanja kebutuhan.

Pulang dari pasar, ia naik angkot. Ke­mudian, jalan kaki sejauh satu kilometer untuk sampai ke rumah.

Bagi Abdullah, liburan boleh saja sehari, tapi harus berkualitas. Karenanya, setelah datang ke ru­mah, Abdullah tak segan men­jemur pakaian yang sudah dicuci istrinya. Jika perlu menemani is­trinya membeli kebutuhan hidup.

Semua kegiatan itu dilakukan Abdullah dengan senang. Bahkan untuk urusan menghadiri kenduri akan diusahakan datang bersama istri. Apalagi bila ada sanak atau te­man yang sakit, ia pasti me­ngun­jungi tanpa panjang bulu.

Teman jadi Tersangka, HP Dimatikan Setahun

Abdullah Hehamahua telah empat tahun dipercaya sebagai Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia pun harus pan­dai-pandai mengatur per­gaulan. Ia sempat mematikan ponsel se­lama setahun karena seorang te­mannya ditetapkan sebagai ter­sangka oleh KPK.

“Itu terjadi setahun lalu. Teman saya mantan menteri. Dia teman baik saya. Jadi ketika dia sudah di­tetapkan sebagai tersangka, untuk menghindari konflik ke­pentingan, saya mematikan hand­phone,” katanya.

Jalan ini ditempuh Abdullah agar tak dihantui konflik kepen­tingan, hanya dia memiliki hu­bu­ngan pertemanan dengan seorang tersangka. Ponselnya baru di­ak­tifkan lagi ketika dirinya didapuk sebagai Ketua Komite Etik KPK.

Ia mengaktifkan ponsel karena di­minta rekan-rekannya di Ko­mite Etik. Rapat Komite itu me­mutuskan menunjuk Abdullah un­tuk menyampaikan hasil kerja Komite kepada publik.

“Maka­nya saya diminta me­ngaktifkan kembali hand­phone saya,” kenangnya.

Bukan hanya teman yang men­jadi korban keteguhan prinsip Abdullah. Sampai-sampai keluar­ganya pun merasakan hal sama. Belum lama ini Abdullah mela­ku­kan kunjungan dinas ke Ter­nate. Di sana ia bertemu dengan adik ipar yang lama sudah tak di­jumpai. Saat itu, sang adik me­min­ta Abdullah mampir ke rumah.

Namun, bukan mengiyakan aja­kan itu, Abdullah justru me­nolaknya. Dia beralasan, per­jalanan dinas dibiayai APBN. Ia menganggap telah menggunakan keuangan negara tidak dengan semestinya bila mampir ke tempat adik ipar.

Lantaran sikap kaku itu, Abdullah kerap dianggap aneh oleh keluarganya. Setelah diberi penjelasan panjang lebar bahwa pejabat tak boleh menggunakan keuangan negara secara se­we­nang-wenang, barulah mereka paham. “Ini sudah saya lakukan sejak dulu waktu di KPKPN,” katanya.

Pelihara Kambing, Dibagi-bagikan Saat Idul Kurban

Akhir pekan merupakan hari yang paling ditunggu Abdullah Hehamahua. Pada hari libur kerja itu dia bisa pulang ke ru­mah pribadinya yang berada di Depok, Jawa Barat.

“Bapak setiap hari Sabtu dan Minggu pasti pulang ke Depok. Tinggal di Jakarta hanya saat hari kerja saja,” kata Amin.

Amin mengatakan, Abdullah Hehamahua biasanya berangkat dari kontrakannya yang berada di Jakarta pada Sabtu pagi dan kembali lagi pada Minggu malam. “Kalau mau cari Bapak saat akhir pekan jangan di Ja­karta pasti nggak ada, tapi cari di Depok,” katanya.

Kegiatan akhir pekan Abdul­lah Hehamahua, kata Amin le­bih banyak diisi dengan ber­kebun dan beternak kambing. Saat ini dia memiliki 10 ekor kambing.

Abdullah dibantu tetangga untuk merawat hewan-hewan ternak itu. Karena terbatasnya kandang yang dimiliki, setiap musim kurban Abdullah me­na­warkan kepada famili kambing peliharaannya.

“Bapak ingin sekali berbagi kepada sanak famili dan ma­sya­rakat,” kata Amin.

Menurut dia, kegiatan ber­ke­bun dan beternak sudah jadi impian Abdullah Hehamahua sejak lama. Jika kelak tak lagi jadi pejabat negara, dia akan melakoni kegiatan itu mengisi hari tua.

Yang Lemah-lemah Diganti Dong...

Sebagai calon pimpinan KPK, Abdullah Hehamahua me­miliki pemikiran untuk memberantas korupsi. Semua itu harus ditarik ke akar masa­lahnya. Menurut dia, ada del­a­pan penyebab korupsi.

“Delapan penyebab utama ko­rupsi yang diambil tiga uta­ma. Yakni niat, kesempatan dan kemampuan untuk melak­sana­kan niat dan kesempatan itu,” katanya.

Abdullah mengatakan, pe­nye­bab terjadinya korupsi juga berasal dari kecilnya gaji PNS, pejabat yang bermasalah dan masyarakat yang apatis atau cuek dengan adanya tindak ko­rupsi di sekitarnya.

Karenanya, Abdullah pun memberikan solusi untuk me­ngatasi tindakan korupsi yaitu pencegahan, penindakan dan pemiskinan.

Dari segi pencegahan, Abdul­lah melihat pentingnya pen­di­dikan untuk mencegah korupsi. Dalam penindakan, Abdullah menilai hukuman yang diberi­kan kepada koruptor harus lebih berat. Pelakunya juga perlu diberi sanksi sosial agar malu.

“Pendidikan terdiri dari tiga jenis, pendidikan rumah, se­ko­lah, dan masyarakat. Pen­di­di­kan rumah bagaimana mem­ba­ngun perilaku, cinta ling­ku­ngan, kasih sayang,” paparnya.

Berikutnya, penindakan. Hu­kuman minimal 5 tahun dan maksimal hukuman mati. Bila di­hukum satu tahun tidak perlu ada undang-undang khusus soal pemberantasan korupsi.

“Pakai KUHP aja. Kemu­dian, sanksi sosial. Kalau ko­ruptor mengundang hajatan kita jangan datang. Kita juga jangan undang koruptor ke hajatan,” katanya.

Tak hanya itu, Abdullah men­dorong perlunya pemiskinan koruptor. Hartanya harus disita untuk memberi efek jera bagi koruptor.

Selain itu, Abdullah ingin anggaran KPK ke mendapat prioritas. Dia bakal meminta ang­garan Rp 20 miliar untuk penindakan. “Penindakan mi­nimal Rp 20 miliar ke atas kalau di bawah Rp 20 miliar serahkan saja ke kepolisian dan kejak­saan,” katanya.

Abdullah Hehamahua juga meminta revisi terhadap Un­dang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Tapi bukan untuk memangkas kewenangan lembaga antikorupsi itu, tetapi memperkuatnya.

“Saya kira 90 persen Un­dang-undang KPK bagus. Ka­lau pun mau direvisi yang le­mah-lemahnya saja,” katanya.

Menurutnya, dalam men­ja­lan­kan tugas mem­berantas ko­rupsi, KPK memiliki beberapa kelemahan. Salah satu soal penggeledahan yang harus izin pengadilan negeri.

“Penggeledahan itu tidak per­lu izin pengadilan negeri. Cu­kup diberi tahu saja. Kalau pa­kai izin, menimbulkan kesulitan dan prosesnya lama. Bagaimana kalau yang mau digeledah ketua pengadilan negeri? Jadi cukup pemberitahuan saja,” jelasnya.

Selain itu soal jabatan pim­pi­nan KPK yang tidak jelas harus diperjelas dalam revisi. Ia pun mengusulkan revisi bisa men­jangkau soal ini.

“Sekarang polemik pemi­li­han capim KPK karena ada pu­tusan MK. Misalnya apakah ada pergantian seperti DPR ketika menggantikan Pak Antasari Az­har yang bermasalah, atau ba­gaimana. Itu menjadi problem, sehingga diperlukan kete­ga­san,” usulnya.   [rm]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Butuh Sosok Menteri Keuangan Kreatif dan Out of the Box

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:44

KPK Masih Usut Keterlibatan Hasto Kristiyanto di Kasus Harun Masiku dan DJKA

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Kesan Jokowi 10 Tahun Tinggal di Istana: Keluarga Kami Bertambah

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Segini Potensi Penerimaan Negara dari Hasil Ekspor Pasir Laut

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:22

Main Aman Pertumbuhan 5 Persen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:19

Gagal Nyagub, Anies Makin Sibuk

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:08

Predator Seks Incar anak-anak, Mendesak Penerapan UU TPKS

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:41

Dukung Otonomi Sahara Maroko, Burundi: Ini Solusi yang Realistis

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:39

Digelar Akhir Oktober, Indocomtech 2024 Beri Kejutan Spesial

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:29

WTO Perkirakan Perdagangan Global Naik Lebih Tinggi jika Konflik Timteng Terkendali

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:15

Selengkapnya