RMOL. Suasana ramai langsung terasa ketika menginjakkan kaki di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jalan Imam Bonjol 29, Jakarta Pusat. Deretan mobil tampak parkir di bahu jalan persis di depan gedung bercat putih ini. Teras kecil di depan pagar juga berubah menjadi lahan parkir dadakan bagi pengendara sepeda motor.
Di depan gerbang, tiga orang peÂtugas keamanan berseragam hiÂtam tampak santai berjaga. Meja dan kursi kayu berukuran panjang diletakkan persis di depan gerÂbang kecil sebagai tempat duduk. NaÂmun, tak mengurangi kesiagaÂan mereka mengawasi setiap orang yang ingin memasuki tempat ini.
Memasuki pekarangan Kantor KPU, puluhan mobil tampak berÂjejalan di tempat ini. Hampir tak ada ruang kosong yang tersisa. Para petugas tampak kewalahan mengatur mobil yang ingin keluar, karena terhimpit di antara mobil-mobil lainnya.
Kendaraan pimpinan KPU mendapat tempat parkir khusus, di teras depan lobby. Saat Rakyat Merdeka ke sini kemarin tak terÂlihat Toyota Altis, mobil dinas KeÂtua KPU Abdul Hafidz AnsÂhary. Nissan X-Trail menempati lahan parkir itu. Mobil itu adalah kendaraan Sekjen KPU Suripto Bambang Setyadi.
Beberapa hari terakhir Hafidz dikabarkan menjadi tersangka pemalsuan rekapitulasi suara peÂmilu di Provinsi Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Barat. Kasus itu dilaporkan Muhammad Syukur Mandar, calon anggota DPR dari Partau Hanura di dapil Maluku Utara.
Status tersangka bagi Hafidz itu tertuang dalam Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterima Kejaksaan Agung dari kepolisian.
Adalah Wakil Jaksa Agung DarÂmono yang mengungkapkan status Hafidz. Namun kepolisian membantahkan. Tak mau diangÂgap asbun atau asal bunyi, KeÂjagung kemudian memÂperÂliÂhatÂkan SPDP itu.
Selasa lalu, Hafidz sempat munÂcul untuk menggelar konÂfeÂrensi pers yang meminta klariÂfiÂkasi mengenai statusnya. KeÂmaÂrin dia tak terlihat di kantornya. Ke mana dia?
Beberapa staf KPU yang diÂtemui kompak menyebut Hafidz ke luar kota. “Bapak (Hafidz) sedang pergi ke luar kota. Jadi hari ini nggak masuk kantor. Berangkatnya tadi malam,†kata Zainal, petugas keamanan yang berpakaian safari.
Menurut dia, beberapa anggota KPU juga tak ngantor. “Yang keÂliatan masuk Pak Syamsul (BahÂri) sama Bu Endang (Sulastri). Yang lainnya ada yang tugas ke luar kota.â€
Seorang pegawai KPU lainnya menuturkan hal sama. “Bapak sedang dinas luar kota. Tapi saya nggak tahu keman. Kelihatannya sih Bapak santai-santai aja nangÂgapinya,†ujar pria yang tak mau disebutkan namanya ini.
Menurutnya, status tersangka yang disematkan kepada Hafidz tak sampai menganggu kinerjaÂnya sang bos. Begitu juga enam komisioner lainnya.
“Pak Hafidz orangnya cuek-cuek aja. Dari dulu karakternya suÂdah seperti itu. Komisioner yang lainnya juga santai-santai aja tuh. Sebagian sedang tugas ke luar kota, sebagian lagi jaga gaÂwang di sini,†ujarnya.
Pendapat berbeda justru diÂungkapkan salah satu staf KPU. MeÂnurutnya, status tersangka yang diberitakan cukup meÂngangÂgu Hafidz secara psikologis.
“Dari raut mukanya keliatan, kalau beliau menutupi kekeceÂwaannya. Setingkat ketua KPU dikasih status tersangka, wajar saja kalau beliau kaget dan malu,†ujarnya.
Namun, lanjutnya, Hafidz mencoba bersikap profesional. Ia tetap menjalankan tugas seperti biasa. “Pergi ke luar kota kan baÂgiÂan dari tugas beliau sebagai KeÂtua KPU. Pak Hafidz bisa aja nggak mogok masuk kerja. BeÂliau sangat profesional, kalau kerja ya kerja,†ujarnya.
Disebut sedang ke luar kota, Abdul Hafidz Anshary muncul di Restoran Kampoeng Bangka, Blok M. Dia ikut dalam Dialog Kebangsaan, Penegakan Hukum dan Demokrasi.
Dalam dialog itu dia meÂnyingÂgung kasus yang menyeÂremÂpet dirinya dan komisioner KPU lainÂnya. Hafidz menilai Muhammad Syukur Mandar tidak pernah puas terhadap keputusan rekapitulasi akhir Pemilu 2009 di Provinsi Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Barat.
Hafidz menduga, Syukur tidak puas karena gugatannya meÂngeÂnai perkara dugaan hilangnya suaÂra ditolak Mahkamah KonsÂtitusi (MK). MK menolak secara keseluruhan karena dalil-dalil pemohonan tidak memenuhi syaÂrat atau lemah.
“Menggugat ke MK karena suaranya yang katanya berkurang dari yang dihitung KPU setemÂpat,†terangnya.
Hafidz meyakini status diriÂnya bukanlah tersangka dalam kasus yang dilaporkan Syukur Mandar ke polisi, tapi baru terÂlaÂpor. Kata dia, Bareskrim MaÂbes Polri sudah memberikan klarifikasi bahwa dirinya masih berstatus terlapor.
Menurut Hafidz, seharusnya kasus ini sudah selesai setelah keÂluar putusan MK. “Apa yang diÂsampaikan itu sebenarnya tidak seÂsuai,â€kata dia.
Lagi Dikejar Kasus Sulsel I, Eh Muncul Maluku Utara
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2007-2012, Abdul Hafidz Ansyari diÂumumÂkan WaÂkil Jaksa Agung Darmono seÂbaÂgai tersangka kaÂsus pemalÂsuan suÂrat pada pemilu 2009, SeÂnin (10/10). Bagaimana komiÂsioÂner KPU menanggapi hal status terÂsangka terhadap hafidz tersebut?
Komisioner KPU,I Gusti Putu Artha bingung atasannya Abdul Hafiz Anshary menjadi tersangka surat palsu Pemilu 2009. Putu meminta Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri menjelaskan seÂcara utuh sebagai pihak pertama yang menyampaikan informasi bahwa Hafiz menjadi tersangka.
“Nah, saya juga masih biÂngung, saya belum tahu. Saya baru tahu dari media. Harusnya keÂjaksaan menjelaskan
Pak Ketua jadi tersangka untuk kasus mana, kasus surat palsu MK atau Halmahera Barat. TeÂman-teman wartawan juga harus tanyakan itu,†ujar Putu.
Putu menyatakan, tak tahu-menahu kepolisian menelusuri Hafiz untuk kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK) untuk Dapil Sulsel I, sebaÂgaimana pengaduan MK yang belakangan menjadi perhatian masyarakat.
Namun, Putu menilai aneh jika kepolisian menetapkan Hafiz seÂbagai tersangka untuk kasus surat palsu Pileg 2009 untuk Dapil HalÂmahera Barat, Maluku Utara, sebagaimana laporan caleg dari Partai Hanura Muhammad SyuÂkur Mandar pada Juli 2011 lalu.
“Kalau untuk kasus Dapil Halmahera Barat Pak Hafiz jadi tersangka, kok bisa. Kan saya saja dan yang lain belum diperiksa. Kok cepat benar,†ujar pria asal Bali ini.
Kejaksaan Agung telah meneÂrima Surat Pemberitahuan DiÂmulai Penyidikan (SPDP) kasus pemalsuan surat Pemilu 2009 deÂngan tersangka Ketua KPU AbÂdul Hafiz Anshary.
Penetapan tersangka terhadap Hafidz telah dilakukan pihak Bareskrim Polri sejak 15 Agustus 2011 sebagaimana SPDP yang diÂterima Kejaksaan Agung. “Sesuai SPDP yang kita terima tanggal 15 Agustus lalu,†kata Wakil Jaksa Agung, Darmono, Senin (10/10).
Darmono tak menjelaskan seÂcara rinci kasus surat palsu PemiÂlu yang dimaksud. Surat PembÂeÂritahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterima Kejaksaan Agung dari Polri bernomor Spdp.No.B./81-DP/VII/2011/Dit.Tipidum, Hafiz ditetapkan terÂsangka sejak 15 Agustus 2011 lalu.
Dalam SPDP itu, Hafidz diÂkenakan Pasal 263 dan Pasal 266 KUH-Pidana tentang pemalÂsuan dan memberikan keterangan palÂsu pada akta otentik. Namun, piÂhak kejaksaan belum menÂjelasÂkan kasus surat Pemilu 2009 yang menjerat mantan atasan politisi Partai Demokrat Andi Nurpati itu.
Polri membenarkan telah meÂngirimkan Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) terÂtanggal 15 Agustus 2011 ke KeÂjaksaan Agung RI, perihal kasus pemalsuan surat hasil Pemilu LeÂgislatif 2009 untuk Daerah PeÂmiÂlihan Halmahera Barat, Maluku Utara, dengan tersangka Ketua KPU Abdul Hafidz Anshary.
“Itu baru SPDP sementara, kaÂsus masih dalam proses sidik. KaÂrena dalam laporan polisi, pelapor mencantumkan terlapornya KeÂtua KPU Dkk,†kata Direktur I Tipidum Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Agung Sabar Santoso.
Menurut Agung, penyidikan kaÂsus ini masih dalam pengemÂbangan dan tidak menutup keÂmungÂkinan akan ada tersangka dari pihak KPU, sebagaimana laÂporan pihak pelapor. “Karena maÂsih proses, kita tunggu hasil siÂdiknya,†ucapnya.
Daripada Repot, Cabut Suratnya, Stop Penyidikan
Saran Kejagung:
Simpang-siur penetapan terÂsangka Ketua KPU Abdul Hafidz Ansari antara Kejaksaan Agung dan Mabes Polri memÂbuat Wakil Jaksa Agung DarÂmono angkat bicara. Kejaksaan Agung berdasarkan Surat PeÂrintah Dimulai Penyidikan (SPDP) menyatakan Abdul Hafiz tersangka.
Namun, Kepolisian tetap meÂnyatakan Ketua KPU itu maÂsih berstatus saksi atas kaÂsus peÂmalsuan terkait sengketa peÂmilu Halmahera Barat, MaÂluku Utara.
“Sekali lagi kami mengÂhaÂrapkan kalau penyidik itu meÂnyatakan belum jadi tersangka, saya sarankan surat itu bisa dicabut kembali dan kemudian dilaÂkukan penghentian penyidiÂkan saja, kan tidak repot-repot,†ujar Darmono.
Namun, kata Darmono, seteÂlah pihaknya mendapatkan SPDP maka tindakan-tindakan hukum berupa pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan dan penahanan telah dilakukan.
“Seseorang itu telah masuk tahap penyidikan, yang terÂnyaÂta dengan adanya penetapan seÂÂbaÂgai tersangka secara huÂkum kita memiliki kewajiban mengikuti perÂkembangan huÂkum dan mencatat register SPDP,†ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut DarÂmono, SPDP yang didalamya sudah tertulis nama tersangka maka secara hukum telah diÂcatat dalam register surat terÂsebut. Darmono menilai, surat yang diterima pihaknya buÂkanlah sebuah surat palsu atau surat liar.
“Surat itu resmi dikirimkan seorang Direktur Pidana Umum (Brigjen Agung Sabar Santoso). Kalau menyatakan belum menÂjadi tersangka gampang saja, cabut suratnya, hentikan peÂnyiÂdikan, selesai,†tandasnya.
Sebagaimana SPDP yang diterima Kejaksaan Agung, Spdp.No.B./81-DP/VII/2011/Dit.Tipidum, Hafiz ditetapkan tersangka sejak 15 Agustus 2011 lalu. Dalam SPDP itu, HaÂfiz dikenakan Pasal 263 dan Pasal 266 KUH-Pidana tentang pemalsuan dan memberikan keÂterangan palsu pada akta otenÂtik. Namun, pihak kepoÂlisian memÂbantahnya dan meÂnyaÂtaÂkan Hafiz masih berstatus seÂbagai saksi.
Polisi Ngaku Nggak Cermat
Tak mau lama berpolemik, Mabes Polri pun mengakui adaÂnya kesalahan ketik pada redakÂsional Surat Pemberitahuan DiÂmulainya Penyidikan (SPDP) atas nama Ketua Komisi PemiÂliÂhan Umum (KPU) Abdul HaÂfiz Anshary dan kawan-kawan.
“Kata-kata tersangka harusÂnya tidak tercantum di dalam suÂrat ini. Karena itu format yang sudah biasa digunakan dan tidak wajib mencantumkan tersangka,†kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Polri, Brigjen Ketut Untung Yoga Ana di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jaksel, kemarin.
Dalam SPDP itu, disebut AbÂdul Hafiz dan kawan-kawan diÂlaporkan oleh pelapor MuhamÂmad Syukur Mandar caleg dari Partai Hanura untuk Dapil HalÂmahera Barat, Maluku Utara.
“Terkait dengan SPDP yang diÂkirimkan ke Kejaksaan, terÂkait dengan terlapor. Jelas di sini ada semacam kekuÂrangÂcerÂÂmatan. Bahwa di dalam peÂriÂhal surat itu memang sudah meruÂpakÂan format yang tidak segera disesuaikan dengan substansi,†ujarnya.
Dijelaskannya, dalam surat tersebut dicantumkan perihal kata tersangka atas nama Abdul Hafiz Anshary dan kawan-kaÂwan. “Padahal substansinya berÂdasarkan laporan dari terÂlapor AHA dengan empat koÂmisioner. Jadi memang terlapor statusnya yang artinya masih dalam penyelidikan. Terlapor berarti masih dalam proses diÂselidiki,†kata Ketut.
Menurutnya, SPDP tersebut adalah sah diterima oleh pihak Kejagung pada 15 Agustus 2011 lalu. Namun, Yoga enggan menjelaskan lebih lanjut meÂngenai substansi perkara yang menyeret nama Abdul Hafidz.
“Kemudian langkah-langkah penyidikan ke arah itu dilaÂkuÂkan. Saya tidak mau masuk jauh tentang substansi perkara ini, tapi penting diketahui bahwa yang dilaporkan Muhammad Syukur Mandar adalah bahwa dia merasa hak perolehan suara di Maluku Utara yang semula 41.075 (suara) kemudian menÂjadi 35.591 (suara) ada selisih kurang lebih 5.484 (suara),†jelasnya. [rm]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
UPDATE
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:44
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:22
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:19
Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:08
Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:41
Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:39
Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:29
Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:15