Berita

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

On The Spot

Ditaruh Di Lemari Kaca, Disimpan Untuk Pajangan

Melihat Gratifikasi Untuk Pejabat Yang Disita KPK
MINGGU, 09 OKTOBER 2011 | 08:15 WIB

RMOL. Dua Nokia E90 Communicator lengkap dengan kardusnya dipajang di lemari kaca. Tampilan ponsel canggih berwarna cokelat itu masih mulus. Maklum, belum pernah sekalipun digunakan.

Ponsel kelas atas di eranya itu dipajang bukan untuk dijual. Ke­dua benda itu juga bukan ter­sim­pan di toko handphone, melain­kan di kantor Komisi Pemb­era­n­tasan Korupsi (KPK).

Ponsel itu merupakan salah satu dari puluhan barang yang disita KPK karena dianggap se­bagai gratifikasi.

Rencananya, pada 11 Oktober 2011 Direktorat Jenderal Keka­ya­an Negara Kementerian Ke­uangan melelang benda-benda gratifikasi sitaan KPK. Uang di­peroleh dari lelang akan dim­a­suk­kan ke kas negara.

Bagaimana kondisi barang-ba­rang sitaan itu? Rakyat Me­r­deka pun berkunjung ke kantor KPK di Kuningan, Jakarta Selatan.

Kantor KPK kemarin tampak sepi. Hanya beberapa keamanan yang terlihat berjaga-jaga. Pintu masuk ke hanya dibuka di bagian kiri. Bagian kanan dibiarkan ter­tutup rapat.

Masuk ke dalam melalui pintu kiri, disambut dengan metal de­tec­tor berbentuk pintu. Alat de­teksi ini akan menyala jika pe­ngunjung membawa barang-ba­rang yang mengandung logam. Pemeriksaan tidak terlalu ketat.

Setelah melewati metal detec­tor kemudian bertemu meja re­sep­sionis setinggi dada orang de­wasa yang dijaga satu petugas ke­amanan. Setiap orang yang ingin masuk ke ruangan dalam harus meninggalkan kartu identitas berupa KTP atau SIM untuk di­ganti dengan “Kartu Tamu”.

Dari meja resepsionis, Rakyat Merdeka beranjak ke kiri menuju pintu kaca. Pintu itu menuju ke ruangan Humas, Gratifikasi dan Pengaduan.

Pintu itu terbuka. Di belakang pintu itu terdapat lemari kaca setinggi 2,5 meter dengan lebar 1,5 meter. Di bagian atas lemari dilapisi dengan kayu warna cok­lat muda. Di papan kayu itu ter­dapat tulisan “Komisi Pem­be­ran­tasan Korupsi (KPK). Direktorat Gratifikasi”.

Lemari yang terdiri dari lima am­balan yang juga dari kaca itu da­lam keadaan terkunci. Di sini­lah dipajang puluhan benda gra­tifikasi sitaan KPK.

Di depan benda-benda yang dipajang itu terdapat kertas putih kecil. Isinya informasi kapan ben­da ini disita. Tapi tak disebutkan dari siapa benda ini disita.

Di ambalan paling atas diletak­kan uang kertas pecahan 100 ribu yang belum dipotong, satu gan­tu­ngan kunci mobil warna hitam, dua cup dari tembaga bermerek Large Bos.

Semua barang itu tidak dike­tahui kapan disita dan dari siapa barang tersebut diserahkan. Se­lain itu terdapat plakat yang ber­asal dari Ministry of Super­vision People Republic of China dan juga tas tangan mewah yang di­serahkan ke KPK pada 26 De­sember 2006.

Ambalan bawahnya diisi de­ngan jam tangan merek Longines. Pena pemberian Ministry of Supervision People Pepublic of China. Tak disebutkan kapan ben­da ini diserahkan.

Benda yang juga dipajang di sini adalah arloii berlogo KPK Ru­sia yang didapat pada 18 Sep­tember 2006. Kemudian ponsel merek Huawei 3G U120 yang di­serahkan 29 Mei 2008, serta dasi merek CPIB, dua ponsel merek Esia dan satu ponsel Nokia tipe 1650 yang tidak sertai tanggal penyerahan.

Di ambalan tiga diletakkan satu pena merek Parker yang dise­rah­kan pada 27 Desember 2006. Lima koin mas yang diserahkan 30 Maret 2007. Satu merek Mont­blanc dan merek de Cambridge yang tidak sertai keterangan tanggal penyerahan.

Kemudian, pigura yang berisi foto lima mobil Mitsubishi Strada yang tidak diketahui sertai de­ngan tanggal penyerahan, sepu­luh 10 voucher belanja di Giant Hypermarket masing-masing ber­nilai Rp 100 ribu. Voucher belanja ini diserahkan pada 28 November 2006.

Di ambalan empat diletakkan tiga pena merek Montblanc yang diserahkan ke KPK pada 27 De­sember 2006. Dua Nokia E90 yang diserahkan 24 Maret 2008, USB Modem E270 yang dise­rahkan bulan Mei 2008, dan dua cincin. Tak ada keterangan me­ngenai cincin ini.

Ambalan paling bawah diisi kemeja batik Keris warna putih yang diserahkan pada 18 Sep­tem­ber 2006. Patung Gajah pem­be­rian Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas  Ekonomi Uni­versitas Lampung yang didapat tahun 2009.†

Benda berikutnya kain ulos khas Sumatera Utara, miniatur ru­mah adat Timor Leste, plakat kristal merek Oio. Plakat dari Ko­rea Selatan dan tempat stationari berbentuk kapan Phinisi yang tidak disertai tanggal penyerahan.

Beberapa benda-benda yang dipajang di sini adalah pemberian maupun kenang-kenangan ke­pada pimpinan KPK. Benda itu lalu diserahkan sebagai benda gratifikasi.

Tak jauh dari lemari pajang itu terdapat ruang penyerahan ba­rang gratifikasi. Ruangan ber­uku­ran 3x5 meter ini memiliki pintu di sebelah kanan. Pintu masuk berukuran satu meter ini dilapisi de­ngan kaca putih yang dige­lap­kan. Pintu ini dikunci rapat ka­rena hari libur. Di kaca pintu ma­suk ditempelkan kertas berukuran A4 yang bertuliskan “Direktorat Gratifikasi”.

Selain di sini, barang-barang gra­tifikasi sitaan KPK juga dipa­jang di ruang tamu. Ruang tamu ini terletak di sebelah meja resepsionis.

Lemari pajang berukuran 2x25 meter diletakkan di pojok ruangan. Di depan lemari ditem­pat­kan 10 kursi yang ditata ber­deret untuk tempat tunggu se­hingga tamu yang hadir bisa me­lihat dengan jelas barang-barang gratifikasi tersebut.

Di bagian atas lemari diper­cantik dengan kayu warna coklat muda yang bertuliskan “Komisi Pemberantasan Korupsi dan Di­rektorat Gratifikasi”. Di tengah-tengah tengah kedua tulisan dipasang lambang KPK.

Lemari kaca ini dibagi menjadi lima tingkat. Ambalannya juga terbuat dari kaca. Paling atas dile­takkan tiga set tempat minum yang terbuat dari keramik. Ba­rang tersebut tidak disertai tang­gal penyerahan dan pemilik asal.

Di bawahnya diletakkan buku, kaos dan mangkok yang terbuat dari keramik. Juga tidak ada tidak ada keterangan apapun mengenai benda ini.

Di ambalan ketiga, ditem­pat­kan tiga parcel yang berisikan ba­rang-barang keramik. Lagi-lagi KPK tidak menyebutkan kapan benda ini disita dan siapa yang menyerahkannya..

Di ambalan kedua diletakkan tas anyaman dan seperangkat alat minum yang terbuat dari kristal. Ambalan paling bawah diisi CPU komputer berikut monitor model tabung.

Barang-barang gratifikasi yang dipajang di KPK tak diikutkan dalam lelang. “Yang di dua lemari itu hanya sebagai pajangan dan contoh saja,” kata  Johan Budi SP, Kepala Humas KPK.

Ia menjelaskan barang-barang gratifikasi sitaan KPK yang akan dilelang Kementerian Keuangan sudah sah menjadi milik negara. Barang-barang itu dihimpun sejak 2009 sampai 2011.

Johan mengungkapkan, ba­rang-barang gratifikasi hasil KPK disimpan secara khusus. Tujuan­nya agar barang tak rusak yang bisa menyebabkan harganya ja­tuh ketika dilelang.     

Berapa uang terkumpul dengan dilelangnya barang-barang gra­tifikasi? Johan belum tahu pasti.  “Semua tergantung dari proses lelangnya,” katanya.

Berminat Beli Jam Rolex? Setor Jaminan Rp 25 Juta

Lelang barang-barang gra­tifikasi sitaan KPK akan digelar 11 Oktober 2011. Bertempat di aula gedung Prijadi Prapto­su­hardjo, Kementerian Keuangan.

Direktur Hukum dan Humas Kementerian Keuangan Purnama P Sianturi menjelaskan, Ditjen Kekayaan Negara akan melelang 84 barang gratifikasi yang telah dinyatakan milik negara.

Menurut dia, pelelangan ini dimungkinkan karena sudah di­atur dalam Peraturan Menteri Ke­uangan Nomor 03/PMK.06/2010 tanggal 5 Januari 2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Ne­ga­ra yang Berasal dari Barang Ram­pasan Negara dan Barang Gra­tifikasi. Barang gratifikasi yang bisa dilelang ini hanyalah barang pemberian yang telah ditetapkan oleh pimpinan KPK sebagai milik negara.

Ke-84 barang yang akan dile­lang itu, kata Purnama dihimpun dalam kurun waktu tahun 2009 hingga Oktober 2011.

Barang-barang itu sudah di­serahkan ke Kementerian Ke­uangan untuk dilelang. Di an­ta­ra­nya, jam tangan merek Rolex, computer jinjing merek Apple Macbook Pro, iPad 32 GB WiFi, Blackberry Onyx 9700 dan Screenguard, iPod Touch 32 GB (Generasi 4), iPod Touch 32 GB (Generasi 3), handycam merek Sony DCR-SR42E.

Kemudian, perhiasan dan lo­gam mulia. Yakni kalung wanita, logam mulia (emas) sebesar 5 gram, emas sebesar 3 gram, dan lainnya.

Purnama mengatakan, lelang akan digelar mulai pukul 10 tepat. Sehari sebelumnya, panitia lelang akan menjelaskan prosedur le­lang kepada calon pembeli. Pen­jelasan disampaikan 10 Oktober 2011 pukul 10.00 hingga 15.00.

Peminat dapat menghubungi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Ja­karta V di Jalan Prapatan Nomor 10 Jakarta Pusat.

Purnama mengungkapkan, uang jaminan untuk jam Ro­lex dite­tap­kan Rp 25 juta. Pa­nitia menetapkan harga limit Rp 59,6 juta.

Uang jaminan untuk komputer jin­jing merek Apple Macbook Pro ditetapkan Rp 4 juta dengan harga limit Rp 13,1 juta.

Uang jaminan lain sebesar Rp 4 juta ditetapkan untuk kalung wanita dengan harga limit Rp 8,2 juta. Sementara untuk jam tangan Longines dengan limit Rp 7 juta, dan sepatu pria merek Aldo Brue (ukuran 7) dengan limit Rp 4,1 juta.

Panitia menetapkan jaminan Rp 1 juta untuk barang lelang yakni iPad 32 Gigabite Wifi de­ngan limit Rp 4 juta, kamera di­gital Canon Power Shoot G10 de­ngan limit Rp 3,533 juta, dan par­sel berupa pajangan kristal de­ngan limit Rp 3,4 juta.

Barang dengan uang jaminan Rp 1 juta juga ditetapkan untuk kom­puter jinjing Sony Vaio de­ngan limit Rp 3,4 juta, sandal wa­nita merek Salvatore Fer­ragamo (ukuran 5) dengan limit Rp 3,4 juta, dan pena Mont­blanc Bo­he­me Rouge dengan limit Rp 2,83 juta. Uang jami­nan disetor paling lambat sejam sebelum lelang.

Hasil lelang, kata Purnama, akan dimasukkan ke kas negara se­bagai penerimaan dari pen­jua­lan lelang barang gratifikasi.

Lapor KPK, Tak Kena Delik Suap

Gratifikasi adalah pembe­rian uang, barang, rabat (dis­kon), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fa­silitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya ke­pada penyelenggara negara maupun pegawai negeri.

Gratifikasi diatur dalam Un­dang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pejabat maupun pegawai negeri yang terbukti menerima gratifikasi diancam pidana pa­ling lama 20 tahun, paling ren­dah 4 tahun. Juga denda paling sedikit Rp 200 juta rupiah dan paling banyak Rp 1 miliar.

Menurut UU 20/2001, setiap gra­­tifikasi dianggap suap. Na­mun delik itu batal bila pene­rima me­laporkannya ke KPK pa­ling lam­bat 30 hari sejak diterima.

Dari Pohon Jati,  Voucher Sampai Mobil Mewah    

Gratifikasi yang berasal dari pejabat negara yang dise­rah­kan ke KPK bermacam-ma­cam bentuknya, mulai dari

voucher belanja dan mengi­nap di hotel, pena, cincin, hing­ga mobil mewah. Bahkan ada pejabat yang melaporkan pohon jati yang diterimanya.

Di antara barang tersebut ada yang nilainya mencapai milia­ran rupiah. Bahkan  menjadi barang gratifikasi terbesar yang diserahkan pejabat negara ke­pada lembaga penegak hukum.

Barang tersebut adalah lima unit mobil double cabin Mit­subishi Strada yang diserahkan Bupati Dharmasraya, Sumatera Barat, Marlon Martua kepada KPK pada 2008.

Menurut Direktur Gratifikasi KPK saat itu, Lambok Huta­huruk, nilai lima unit mobil yang diberikan oleh pengusaha perkebunan tersebut mencapai Rp 1,1 miliar.

Sedangkan nilai gratifikasi ter­besar kedua yang diterima KPK adalah mobil Toyota Hy­brid Prius seharga Rp 500 juta yang diterima Jusuf Kalla—saat menjabat wakil presiden—dari Toyota Astra Motor sebagai Agen Tunggal Pemegang M­e­rek (ATPM) Toyota di Indonesia pada 2008.

MS Kaban mengaku pernah menerima pemberian berupa pohon jati ketika menjabat men­teri kehutanan. “Saya pembina ko­perasi, beberapa kali terima ho­nor tapi tidak saya terima. Saya suruh saja (uang) itu buat ta­nam pohon jati. Belakangan ada sertifikatnya (kepemilikan), ada sekitar 2000 pohon jati,” tuturnya.

Lain lagi cerita bekas, bekas men­teri perindustrian, Fahmi Idris. Ia mengaku pernah men­dapat kiriman tiga telepon geng­gam keluaran terbaru dan lima te­levisi. Semua pemberian itu telah dilaporkan ke KPK.

“Pak Antasari Azhar (ketua KPK saat itu) bilang kalau HP ke­cil, ada tempatnya. Tapi tele­visi ti­dak ada tempatnya. Kata­nya KPK numpang tempat di Dep­pe­rin. Jadilah dari 5 televisi tinggal 3 yang dibawa balik (ke kemen­te­rian) dan digunakan staf,” ujarnya.

Selain menerima hadiah be­rupa barang, fasilitas yang juga seringkali diterima bekas peja­bat adalah biaya perjalanan dan penginapan di hotel berbintang. Pemberian itu yang seringkali diterima bekas Menkumham, Andi Matalatta.

“Saya dapat biaya perjalanan dan hotel waktu diundang jadi pembicara ke Jerman juga di Australia. Saya sudah laporkan ke KPK dan ada balasan surat dari KPK katanya itu halal dan menjadi milik saya,” tukas Andi.

Wakil Ketua KPK Mocham­mad Jassin juga pernah me­neri­ma hadiah yakni uang 10 ribu dolar Singapura itu diterimanya dari Antasari Azhar.

“Hanya sebentar (di tangan). Su­dah saya laporkan ke Pim­pinan KPK dan sudah saya kembalikan ke Direktorat Gra­tifikasi dengan jumlah yang sama,” ujar Jasin.

Rp 16 M Gratifikasi Halal Untuk Penerima

Direktur Gratifikasi KPK Mohammad Sigit mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima 394 laporan gratifikasi selama 2010. Angka pelaporan itu meningkat sig­nifikan sejak 2005.

Sigit menjelaskan, dari jum­lah tersebut, sebanyak 22 lapo­ran gratifikasi berasal dari ang­gota legislatif pusat dan 82 dari legislatif daerah.

Dari pejabat eksekutif, KPK me­nerima lebih 100 laporan. Yakni 39 laporan berasal dari BUMN dan BUMD, dan 58 la­poran berasal dari lembaga in­de­penden seperti komisi dan se­bagainya.“Sisanya berasal dari pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota,” katanya.

Sigit mengungkapkan, dari hasil analisisnya, sebagian di antaranya merupakan gratifikasi yang terindikasi pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Sigit menjelaskan, dari ana­lisis itu gratifikasi yang menjadi mi­lik negara, di antaranya be­ru­pa uang senilai Rp 3,2 miliar, ba­rang senilai Rp 219 juta, dan juga yang berupa mata uang asing.

Sementara laporan yang men­ja­di hak milik penerima adalah uang senilai Rp 13,8 miliar, be­ru­pa barang senilai Rp 1,8 mi­liar, dan mata uang asing seperti 55.000 dolar AS. Totalnya lebih Rp 16 miliar.

Sigit menjelaskan, gratifikasi diatur dalam Undang-Undang 31/1999 junto UU 20/2001 pa­sal 12C bahwa setiap gr­atifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila ber­hu­bungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

“Gratifikasi harus di laporkan maksimal 30 hari kerja. An­ca­mannya didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau pen­jara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda sejumlah uang,” katanya.

Ketua KPK Busyro Mu­qod­das menyayangkan semangat pejabat Badan Usaha Milik Ne­gara (BUMN) untuk mela­por­kan harta kekayaan tidak di­iringi semangat melaporkan pe­ne­rimaan gratifikasi.

Busyro mengatakan sebanyak 7.575 pejabat BUMN sudah me­laporkan harta kekayaan. Yang belum melaporkan hanya 11 persen, yakni 845 pejabat.

“Terus terang kami sangat meng­hargai tingginya kesada­ran pejabat di lingkungan Ke­men­terian BUMN walaupun sampai sekarang angkanya belum sampai 100 persen,” kata bekas Ketua KY ini.

Namun, kata Busyro, catatan itu berbanding terbalik dengan pelaporan gratifikasi. Berda­sar­kan catatan KPK, pada 2004 hingga 2009, KPK hanya me­nerima 31 laporan gratifikasi. Jumlah tersebut sedikit me­ning­kat menjadi 572 laporan pada ta­hun 2010 dengan nilai gra­tifi­kasi mencapai Rp 12,2 miliar.   [rm]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Butuh Sosok Menteri Keuangan Kreatif dan Out of the Box

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:44

KPK Masih Usut Keterlibatan Hasto Kristiyanto di Kasus Harun Masiku dan DJKA

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Kesan Jokowi 10 Tahun Tinggal di Istana: Keluarga Kami Bertambah

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Segini Potensi Penerimaan Negara dari Hasil Ekspor Pasir Laut

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:22

Main Aman Pertumbuhan 5 Persen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:19

Gagal Nyagub, Anies Makin Sibuk

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:08

Predator Seks Incar anak-anak, Mendesak Penerapan UU TPKS

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:41

Dukung Otonomi Sahara Maroko, Burundi: Ini Solusi yang Realistis

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:39

Digelar Akhir Oktober, Indocomtech 2024 Beri Kejutan Spesial

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:29

WTO Perkirakan Perdagangan Global Naik Lebih Tinggi jika Konflik Timteng Terkendali

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:15

Selengkapnya