Berita

Tenaga Kerja Indonesia

On The Spot

Ditaruh di Kelas III, Tak Bebas Dijenguk

Nengok TKI yang Dirawat di RS Polri
SELASA, 27 SEPTEMBER 2011 | 06:17 WIB

RMOL. Kunesih (24) tidur terlentang di ranjang di Ruang Mahoni II Rumah Sakit Polri Said Sukanto, Kramat Jati, Jakarta Timur, Sening siang (26/9).

Sambil terus menahan rasa sa­kit di kaki, wanita asal Indramayu ini mengambil segelas air putih yang berada di meja samping ran­jang. Sejurus kemudian, air me­ngalir ke mulutnya untuk melepas dahaga.

“Lagi istirahat siang saja,” kata tenaga kerja Indonesia yang sem­pat jadi pembantu rumah tangga (PRT) di Singapura ini.  

Kunesih merupakan salah satu dari 40 TKI yang saat ini dirawat di RS Polri. Sebagian besar dira­wat karena mengalami kece­la­kaan saat bekerja.

Kunesih misalnya, terjatuh dari apartemen majikannya yang ter­letak di lantai enam. “Tulang be­la­kang hancur. Kaki sulit dibuat jalan. Lengan bergeser dan sam­pai sekarang belum kembali se­perti semula,” katanya dengan suara lemah.

Kunesih telah dirawat RS Su­kanto sejak seminggu lalu. “Al­ham­dulillah saat ini keadaannya sudah lumayan membaik,” kata Kunesih.

Kunesih mengatakan, seluruh biaya pengobatan dirinya ditang­gung pemerintah. Tapi, keluar­ga­nya tetap harus mengeluarkan uang untuk biaya hidup penjaga pasien. “Mudah-mudahan pe­me­rintah menanggung se­muanya, agar beban kami tidak terlalu berat,” harapnya.

Kunesih menceritakan keper­gian­nya ke Singapura untuk be­kerja di negara itu. Ia mulai be­kerja sebagai pembantu rumah tangga Maret 2011. Majikannya tinggal di lantai enam apartemen di Yishun Avenue 6, Singapura.

Kunesih menuturkan peker­ja­annya membersihkan setiap sudut ru­mah. Musibah itu datang di akhir Mei. Siang menjelang sore, Kunesih pun bersih-bersih. Mulai dari lantai sampai kaca-kaca apartemen.

Seluruh kaca bagian dalam dilap hingga bersih. Namun kaca belum terlihat jernih karena bagian luarnya masih kotor.

Kunesih pun mencoba mem­ber­sihkannya. Ia memanjat jendela dan berjalan kearah luar jen­dela dengan posisi tangan tetap memegang erat jendela.

Saat berada di luar jendela, tiba-tiba angina bertiup kencang. Angin itu membuat jendela ter­tutup. Kunesih kehilangan pe­gangan. Tubuhnya pun terhempas ke bawah. Ia pun tak sadarkan diri.

Kunesih tersadar sudah berada di rumah sakit. Selama dua bulan dia menjalani perawatan. Biayan­ya ditanggung majikan.

Untuk menyambung tulang belakangnya yang hancur, pihak rumah sakit di Singapore me­masang pen. Bekas pemasangan pen masih bisa terlihat di pung­gung Kunesih.

Setelah kondisi Kunesih mem­baik, agen yang menyalurkannya ke Singapura menghentikan pera­watan. Kunesih pun dipulangkan ke Tanah Air. Perempuan beram­but pendek ini lalu dirujuk ke RS Sukanto Kramat Jati.

Sehari dirawat di rumah sakit milik Polri itu, Kunesih memaksa pulang. “Saya pingin cepat pu­lang karena sudah kangen dengan orang tuanya yang ada di kam­pung,” katanya.

Selang beberapa bulan di kam­pung halamannya, Indramayu, penyakit Kunesih kambuh.  “Tu­lang punggung, kaki dan lengan saya sakit sekali. Tidak kuat menahan rasa sakit ini,” katanya.

Tak menunggu lama, keluarga mem­bawa Kunesih ke RS Sukanto. Namun di tengah per­ja­lanan dari Indramayu ke Ja­karta, Kunesih pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit yang dideritanya.

Kunesih tersadar telah berada di rumah sakit. Hingga saat ini, Kunesih masih terus menjalani perawatan.

Rumah Sakit Said Sukanto me­miliki banyak ruang perawatan untuk pasien. Salah satu ruang pe­rawatan Mahoni yang ter­masuk di kelas III.

Di ruang inilah para TKI yang sakit dirawat. Letaknya di tengah-tengah kompleks rumah sakit. Ge­dungnya dua lantai.

Lantai 1 untuk ruang Mahoni I dan lantai dua untuk ruang Ma­honi II. Para TKI menempati ruang Mahoni II. Tersedia tangga yang cukup lebar untuk naik ke lantai dua.

Sebelum memasuki ruang Ma­honi di bagian depan terdapat ruangan untuk penjaga. Pengun­jung yang ingin masuk kedalam ruangan harus izin terlebih dahulu kepada petugas.

Setelah ruangan untuk penjaga, terdapat lorong. Di depan lorong ditempel kertas A4 yang meng­in­formasikan waktu besuk. Wak­tu besuk siang pukul 11.00-12.00 WIB. Sedangkan sore pukul 17.00-18.00 WIB.

Di depan lorong terdapat pintu besi setinggi 1,7 meter. Pintu terse­but akan dikunci bila jam besuk telah habis.

Ruangan Mahoni II berukuran 8x12 meter dengan kaca-kaca besar sebagai jendela yang berada di samping kanan dan kirinya. Tempat ini mempunyai 23 tempat tidur.

Masuk ke dalam ruangan ter­ham­par luas ruangan jejeran tem­pat tidur di sisi kanan dan kiri ruang­an. Agar tak berdesak-de­sak­an, jarak antara satu tempat ti­dur dengan lainnya diatur tiga meter.

Di antara satu tempat tidur de­ngan lainnya juga dibatasi korden setinggi 2,5 meter yang bisa di­buka dan tutup untuk menjaga privasi pasien.

Ruangan terasa sejuk karena ada fasilitas pendingan ruangan. Televisi diletakkan d ibagian atas ruangan untuk mengusir kejenuhan kerabat yang sedang menunggu pasien.

Selain di Mahoni, para TKI juga dirawat di ruang Eboni. Me­reka ditempatkan di sini karena mengalami gangguan jiwa sete­lah bekerja di luar negeri.

Gedungnya berada di bagian bela­kang rumah sakit. Bangun­annya berlantai satu dan memiliki fasilitas 20 tempat tidur.

Pintu masuk ke dalam ruangan berada di sisi kanan. Di depan pintu terdapat teras. Lantaran tak di­sediakan tempat duduk, be­berapa keluarga pasien duduk di lantai.

Pintu masuk ke ruangan pera­watan ini terbuat dari kaca. Din­ding di samping pintu juga dari kaca. Di dinding itu dipasang sti­ker warna biru yang bertuliskan aturan waktu menjenguk pasien. Siang hari pukul 11.00-12.00 WIB, sore hari 17.00-18.00 WIB. Di luar jam jenguk tidak boleh pengunjung keluar masuk ke dalam ruang perawatan.

Pihak rumah sakit tak mem­per­ke­nankan Rakyat Merdeka me­nengok para TKI yang meng­alami gangguan jiwa.

Kepala Hubungan Masyarakat RS Sukanto, Sarwoto menga­takan, saat ini pihaknya merawat se­banyak 40 TKI yang menga­lami kecelakaan saat bekerja di luar negeri.

Dari jumlah tersebut, 17 TKI me­ngalami sakit fisik dan dirawat di ruang Mahoni I dan Mahoni II. “Empat belas orang di Mahoni II dan tiga orang dirawat di Mahoni I,” bebernya.

TKI yang mengalami gang­guan jiwa dirawat di Ruang Ebo­ni. Umumnya, mereka stres dan depresi.

 Sarwoto menuturkan, ruang Mahoni dan Eboni merupakan ruang perawatan kelas III. Namun memiliki fasilitas seperti kelas II.

Ruangannya dilengkapi AC, kamar mandi di dalam dan antar tempat tidur dipisahkan dengan korden. “Jadi ruangan cukup nya­man tidak seperti barak,” katanya.

Pria berpangkat komisaris besar ini menuturkan, biaya pera­watan di ruang Mahoni dan Eboni Rp 75 ribu perharinya. “Tapi jum­lah itu belum termasuk obat dan tindakan medik dari dokter,” katanya.

Namun para TKI yang dirawat di sini tak dikenakan biaya se­peser­pun. Semuanya ditang­gung pemerintah. “Jadi mereka tidak perlu khawatir terhadap biaya perawatan,” katanya.

Menakertrans: Ada Yang Langgar Moratorium TKI

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, (Menakertrans), Muhaimin Iskandar mencurigai ada pihak yang melanggar moratorium pengiriman TKI ke Timur Tengah.

Ia bisa menyimpulkan itu setelah menengok TKI yang dirawat di RS Polri Sukanto, Kramat Jati, Jakarta Timur.

“Andai yang berangkat itu mematuhi moratorium, maka tidak akan seperti ini. Karena kita tegaskan kembali kita tidak boleh memberangkatkan tenaga kerja ke Yordania, Arab Saudi, Kuwait, dan Suriah. Ini berlaku keras, artinya sama sekali tidak boleh,” katanya.

Mulai Agustus lalu, peme­rin­tah menghentikan pengiriman tenaga kerja di Timur Tengah. Ini dilakukan menyusulkan banyak kasus kekerasan yang dialami TKI.

Penghentian dihentikan se­men­tara menunggu ada komit­men dari negara penerima untuk memberikan perlindungan ke­pada tenaga kerja asal In­do­nesia.

Muhaimin juga menyoroti lam­batnya pengurusan asuransi terhadap TKI yang mengalami kecelakaan maupun kekerasan. “Asuransinya harus bisa cepat diurus. Prosedur dan tata penga­wasannya harus diatur lagi,” kata Muhaimin.

Muhaimin meminta agar Perusahaan Jasa Penyalur Te­naga Kerja Indonesia (PJTKI) tidak memperlambat pengu­rus­an asuransi ini.

Menurut ketua umum Partai Ke­bangkitan Bangsa ini, per­soal­an TKI ini memiliki hu­bungan dengan rendahnya ting­kat kualitas sumber daya ma­nusia Indonesia.

Banyak orang yang bekerja di luar negeri dengan tingkat pen­didikan yang rendah. Muhaimin me­nyebutkan 50 persen dari jum­lah angkatan kerja haruslah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA). “Saat ini, 50 persen ang­katan kerjanya masih lulus­an Sekolah Dasar.”

Demi menanggulangi rendah­nya tingkat pendidikan tenaga ker­ja, Muhaimin mengaku su­dah berkordinasi dengan Ke­men­terian Pendidikan Nasional. Mulai 2012, angkatan kerja yang bermodalkan ijazah SD ha­rus turun menjadi 20 persen.

Penunggu Pasien Dapat Rp 500 Ribu

Direktur Eksekutif Migrant Institute, Adi Candra Utama mengatakan para TKI yang dirawat di RS Polri Sukanto mendapat pelayanan yang baik.

Adi menjelaskan, seluruh bia­ya perawatan TKI yang ditang­gung Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).

Namun dia menyayangkan ke­luarga TKI tetap harus me­nge­­luarkan uang untuk biaya hidup selama menjaga pasien.

“Kebutuhan sehari-hari kera­bat yang menunggu selama perawatan di Jakarta seharusnya juga ditanggung pemerintah, karena mereka umumnya dari kalangan orang yang tidak mam­­pu,” katanya.

Untuk membantu meringan­kan beban itu, kata Adi, pihak­nya mem­berikan bantuan kepa­da keluarga yang merawat dan me­nunggu di rumah sakit. “Ka­mi ban­tu mereka Rp 500 ri­bu,” katanya.

Adi berharap pihak rumah sa­kit memberikan akses bagi pi­hak-pihak yang membantu TKI ya­ng dirawat maupun ke­luar­ganya.   [rm]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Butuh Sosok Menteri Keuangan Kreatif dan Out of the Box

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:44

KPK Masih Usut Keterlibatan Hasto Kristiyanto di Kasus Harun Masiku dan DJKA

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Kesan Jokowi 10 Tahun Tinggal di Istana: Keluarga Kami Bertambah

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Segini Potensi Penerimaan Negara dari Hasil Ekspor Pasir Laut

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:22

Main Aman Pertumbuhan 5 Persen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:19

Gagal Nyagub, Anies Makin Sibuk

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:08

Predator Seks Incar anak-anak, Mendesak Penerapan UU TPKS

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:41

Dukung Otonomi Sahara Maroko, Burundi: Ini Solusi yang Realistis

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:39

Digelar Akhir Oktober, Indocomtech 2024 Beri Kejutan Spesial

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:29

WTO Perkirakan Perdagangan Global Naik Lebih Tinggi jika Konflik Timteng Terkendali

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:15

Selengkapnya