Berita

Palestina

Dunia

Melongok Sejarah Konflik Israel-Palestina

MINGGU, 25 SEPTEMBER 2011 | 03:45 WIB

RMOL. Sepekan ini isu tentang ke­anggotaan Palestina menjadi polemik, khususnya selama pe­nyelenggaraan Sidang Majelis Umum PBB di New York, AS.

Presiden Mahmoud Abbas telah mengajukan keanggotaan penuh Palestina di PBB yang tak tahu kapan bakal terwujud. Bia­salah pro-kontra muncul karena berge­sekan dengan kepentingan Israel.

Palestina dan Israel adalah dua negara yang saling berebut wila­yah di Timur Tengah. Selama dua dekade, keduanya terus berne­gosiasi untuk membentuk sebuah perdamaian, selama itu pula kegagalanlah yang dihasilkan.

Konflik Palestina-Israel ber­langsung sejak lama, tepatnya sejak 1948 saat gerakan zionis Israel mulai menguasai Palestina. Meskipun telah memiliki catatan sejarah dalam dokumentasi se­perti Alkitab dan Alquran, Negara Israel belum terbentuk hingga 1948.

Eksistensi Imperium Ottoman di kawasan Timur Tengah ber­akhir ketika kekalahan mereka pada Perang Dunia I. Kekalahan Ottoman bukan saja disebabkan serangan Inggris dan Prancis, namun juga akibat pem­beron­takan bangsa Arab yang berada di wilayah Ottoman. Bangsa Arab ini dijanjikan Ing­gris dapat mem­bentuk sebuah pemerintahan Arab yang independen apabila bangsa Arab mau melawan Ottoman.

 Janji dari Inggris ini tertuang dalam korespondensi antara Sir Henry MacMahon (Pejabat Ting­gi Inggris di Kairo) dengan Sharif Hussein (pemimpin Arab Has­hemite), yang dikenal dengan sebutan Hussein-MacMahon Correspondence, dikutip dari  Arab-Israel Untuk Pemula, ka­rangan Ron David.

Inggris Bagi-bagi Wilayah

Namun, janji Inggris terhadap Arab untuk membantuk pem­bentukan pemerintahan Arab tidak segera diwujudkan. Inggris dan Prancis justru membuat perjanjian bilateral yang mem­bagi bekas wilayah Imperium Ottoman untuk negara-negara Eropa, yang dikenal dengan Sykes-Picot Agreement.

Dengan adanya kesepakatan tersebut, bangsa Arab tidak men­dapatkan wilayah bekas Impe­rium Ottoman, yang secara oto­matis membuat mereka tidak mung­kin untuk bisa membentuk pe­merintahan Arab yang independen.

Dalam perjanjian tersebut, Ing­gris mendapatkan Yordania, Irak, dan sebagian wilayah Haifa, se­men­tara Prancis mendapatkan Tur­ki, Irak bagian utara, Suriah, dan Lebanon. Sedangkan negara-nega­ra lain dibebaskan untuk memilih wilayah yang akan dikuasainya.

Ketika dibuatnya Sykes-Picot Agreement, wilayah Palestina belum diserahkan kepada negara manapun, sehingga dijadikan sebagai sebuah wilayah inter­nasional yang dikelola secara bersama-sama di antara negara-negara pemenang perang.

Hampir bersamaan dengan de­ngan pembuatan Sykes-Picot Agreement, Inggris mengumbar janji kepada bangsa Yahudi de­ngan mendukung pendirian ne­gara Yahudi di tanah Palestina. Doku­men ini dikenal dengan nama Balfour Declaration, yang menjadi landasan bagi gerakan Zionisme untuk me­wujudkan visi terben­tuknya negara Yahudi yang eksklu­sif dengan kembali ke tanah Palestina.

 Lahirnya janji-janji dari Inggris kepada Yahudi dan Arab telah melatarbelakangi konflik antara Arab dan Yahudi, yang merasa berhak dan didukung Inggris.

Berdasarkan Konferensi San Remo, wilayah Palestina dikelola Inggris hingga penduduk di wilayah tersebut dapat me­me­rintah secara otonom.

Dalam kurun waktu hampir 30 tahun selama pemerintahan Man­dat Inggris, telah terjadi beberapa bentrokan di antara bangsa Arab dan Yahudi yang berada di wi­layah Palestina.

Lahirnya PBB sebagai penerus tugas dari LBB, tidak banyak membantu penyelesaian konflik yang terjadi di wilayah Palestina.

PBB, khususnya Majelis Umum, berinisiatif untuk membuat sebuah proposal perdamaian untuk Arab dan Yahudi di Palestina, yaitu dengan membuat pembagian wilayah Palestina, sehingga ter­bentuk negara Arab dan Yahudi secara terpisah.

Proposal menjadi Resolusi 181 Majelis Umum PBB, atau lebih dikenal dengan UN Partition Plan, memberikan 55 persen wilayah Palestina untuk dijadikan negara Yahudi, dan 45 persen sisanya untuk negara Arab.

Se­cara demografis, komunitas Ya­hudi hanya ada sekitar 7 persen dari seluruh penduduk Palestina, dan 93 persen sisanya merupakan Arab. Dengan adanya ketidak­seimbangan antara jumlah pen­duduk dan wilayah yang dibe­rikan oleh PBB, protes dari bang­sa Arab pun bermunculan.

 Israel Klaim Merdeka

Gagalnya Mandat Inggris dan UN Partition Plan di Palestina, tidak menghambat bangsa Yahudi untuk mewujudkan visi dari Zionisme. Bersamaan dengan berakhirnya Mandat Inggris, David Ben-Gurion yang mewa­kili Yahudi, memproklamirkan berdirinya Negara Israel, dan hanya dalam hitungan jam, Uni Soviet dan Amerika Serikat memberikan pengakuan terhadap negara yang baru lahir tersebut.

Proklamasi kemerdekaan Israel telah memicu perang antara Arab dengan Israel yang dikenal de­ngan nama Al Nakba pada 1948. Israel menang setelah selama lebih dari satu tahun bertempur.

Berakhirnya perang Al Nakba ini ditandai dengan dibuatnya perjanjian perdamaian antara Israel dengan negara-negara Arab disekitarnya pada Juli 1949. Dan pada tahun itu pula, eksistensi Israel sebagai negara ditegaskan dengan diterimanya Israel se­bagai anggota PBB.  [rm]


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya