Palestina
Palestina
RMOL. Sepekan ini isu tentang keÂanggotaan Palestina menjadi polemik, khususnya selama peÂnyelenggaraan Sidang Majelis Umum PBB di New York, AS.
Presiden Mahmoud Abbas telah mengajukan keanggotaan penuh Palestina di PBB yang tak tahu kapan bakal terwujud. BiaÂsalah pro-kontra muncul karena bergeÂsekan dengan kepentingan Israel.
Palestina dan Israel adalah dua negara yang saling berebut wilaÂyah di Timur Tengah. Selama dua dekade, keduanya terus berneÂgosiasi untuk membentuk sebuah perdamaian, selama itu pula kegagalanlah yang dihasilkan.
Konflik Palestina-Israel berÂlangsung sejak lama, tepatnya sejak 1948 saat gerakan zionis Israel mulai menguasai Palestina. Meskipun telah memiliki catatan sejarah dalam dokumentasi seÂperti Alkitab dan Alquran, Negara Israel belum terbentuk hingga 1948.
Eksistensi Imperium Ottoman di kawasan Timur Tengah berÂakhir ketika kekalahan mereka pada Perang Dunia I. Kekalahan Ottoman bukan saja disebabkan serangan Inggris dan Prancis, namun juga akibat pemÂberonÂtakan bangsa Arab yang berada di wilayah Ottoman. Bangsa Arab ini dijanjikan IngÂgris dapat memÂbentuk sebuah pemerintahan Arab yang independen apabila bangsa Arab mau melawan Ottoman.
Janji dari Inggris ini tertuang dalam korespondensi antara Sir Henry MacMahon (Pejabat TingÂgi Inggris di Kairo) dengan Sharif Hussein (pemimpin Arab HasÂhemite), yang dikenal dengan sebutan Hussein-MacMahon Correspondence, dikutip dari Arab-Israel Untuk Pemula, kaÂrangan Ron David.
Inggris Bagi-bagi Wilayah
Namun, janji Inggris terhadap Arab untuk membantuk pemÂbentukan pemerintahan Arab tidak segera diwujudkan. Inggris dan Prancis justru membuat perjanjian bilateral yang memÂbagi bekas wilayah Imperium Ottoman untuk negara-negara Eropa, yang dikenal dengan Sykes-Picot Agreement.
Dengan adanya kesepakatan tersebut, bangsa Arab tidak menÂdapatkan wilayah bekas ImpeÂrium Ottoman, yang secara otoÂmatis membuat mereka tidak mungÂkin untuk bisa membentuk peÂmerintahan Arab yang independen.
Dalam perjanjian tersebut, IngÂgris mendapatkan Yordania, Irak, dan sebagian wilayah Haifa, seÂmenÂtara Prancis mendapatkan TurÂki, Irak bagian utara, Suriah, dan Lebanon. Sedangkan negara-negaÂra lain dibebaskan untuk memilih wilayah yang akan dikuasainya.
Ketika dibuatnya Sykes-Picot Agreement, wilayah Palestina belum diserahkan kepada negara manapun, sehingga dijadikan sebagai sebuah wilayah interÂnasional yang dikelola secara bersama-sama di antara negara-negara pemenang perang.
Hampir bersamaan dengan deÂngan pembuatan Sykes-Picot Agreement, Inggris mengumbar janji kepada bangsa Yahudi deÂngan mendukung pendirian neÂgara Yahudi di tanah Palestina. DokuÂmen ini dikenal dengan nama Balfour Declaration, yang menjadi landasan bagi gerakan Zionisme untuk meÂwujudkan visi terbenÂtuknya negara Yahudi yang ekskluÂsif dengan kembali ke tanah Palestina.
Lahirnya janji-janji dari Inggris kepada Yahudi dan Arab telah melatarbelakangi konflik antara Arab dan Yahudi, yang merasa berhak dan didukung Inggris.
Berdasarkan Konferensi San Remo, wilayah Palestina dikelola Inggris hingga penduduk di wilayah tersebut dapat meÂmeÂrintah secara otonom.
Dalam kurun waktu hampir 30 tahun selama pemerintahan ManÂdat Inggris, telah terjadi beberapa bentrokan di antara bangsa Arab dan Yahudi yang berada di wiÂlayah Palestina.
Lahirnya PBB sebagai penerus tugas dari LBB, tidak banyak membantu penyelesaian konflik yang terjadi di wilayah Palestina.
PBB, khususnya Majelis Umum, berinisiatif untuk membuat sebuah proposal perdamaian untuk Arab dan Yahudi di Palestina, yaitu dengan membuat pembagian wilayah Palestina, sehingga terÂbentuk negara Arab dan Yahudi secara terpisah.
Proposal menjadi Resolusi 181 Majelis Umum PBB, atau lebih dikenal dengan UN Partition Plan, memberikan 55 persen wilayah Palestina untuk dijadikan negara Yahudi, dan 45 persen sisanya untuk negara Arab.
SeÂcara demografis, komunitas YaÂhudi hanya ada sekitar 7 persen dari seluruh penduduk Palestina, dan 93 persen sisanya merupakan Arab. Dengan adanya ketidakÂseimbangan antara jumlah penÂduduk dan wilayah yang dibeÂrikan oleh PBB, protes dari bangÂsa Arab pun bermunculan.
Israel Klaim Merdeka
Gagalnya Mandat Inggris dan UN Partition Plan di Palestina, tidak menghambat bangsa Yahudi untuk mewujudkan visi dari Zionisme. Bersamaan dengan berakhirnya Mandat Inggris, David Ben-Gurion yang mewaÂkili Yahudi, memproklamirkan berdirinya Negara Israel, dan hanya dalam hitungan jam, Uni Soviet dan Amerika Serikat memberikan pengakuan terhadap negara yang baru lahir tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Israel telah memicu perang antara Arab dengan Israel yang dikenal deÂngan nama Al Nakba pada 1948. Israel menang setelah selama lebih dari satu tahun bertempur.
Berakhirnya perang Al Nakba ini ditandai dengan dibuatnya perjanjian perdamaian antara Israel dengan negara-negara Arab disekitarnya pada Juli 1949. Dan pada tahun itu pula, eksistensi Israel sebagai negara ditegaskan dengan diterimanya Israel seÂbagai anggota PBB. [rm]
Populer
Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26
Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32
Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59