RMOL. Sudah ada 127 negara di dunia yang mendukung upaya Palestina menjadi anggota penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Demikian disampaikan Duta Besar Palestina di Moskow, Dr. Faed Mustafa, dalam jumpa pers di Moskow, pada 21 September waktu setempat.
Faed Mustafa berharap, dalam sidang Majelis Umum PBB ke-66 yang akan digelar pada hari ini (23/9), ada 145 negara yang akan mendukung aspirasi Palestina. PBB sendiri akan menggelar sidang di New York tepat pukul 13.00 waktu setempat.
Dalam sidang tersebut, kata Faed, Mahmud Abbas akan berpidato dan akan menyampaikan surat kepada Sekjen PBB, Ban Ki-moon. Surat tersebut berisi tiga buah poin. Pertama, permintaan menjadi anggota penuh. Kedua, kewajiban Palestina dalam memenuhi semua keputusan PBB. Ketiga, berdirinya negara Palestina merdeka dengan perbatasan teritorial yang diputuskan pada tahun 1967.
Faed mencatat, perundingan Palestina dengan Israel sudah berlangsung selama 20 tahun. Namun yang terjadi justru Israel terus mempertahankan status quo dan mempertahankan pendudukannya di sebagian besar kawasan Palestina.
Dalam kesempatan ini, Faed juga menghargai dan mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Rusia yang konsisten mendukung Palestina sejak awal.
Sementara itu, Dubes dan Kepala Akademi Diplomatik Rusia, Nikolai Tihomirov, yakin Palestina akan diterima menjadi anggota PBB. Tihomirov, yang selama 40 tahun meneliti Timur Tengah, juga mencatat bahwa Israel selalu menentang Palestina sebagai negara merdeka. Padahal kemerdekaan Palestina ini sudah tercantum dalam berbagai resolusi-resolusi PBB.
Tihomirov juga menegaskan bahwa sejak 30 tahun yang lalu Rusia telah mengadakan hubungan diplomatik dengan Palestina. Tihomirov juga mengingatkan resolusi 242 PBB tahun 1967, yang menyebutkan bahwa Yerusalem Timur harus menjadi ibukota negara Palestina.
Bagi Tihomirov, ada cukup alasan untuk menjadikan Yerusalem timur menjadi ibukota Palestina. Di kawasan Yerusalem Timur terdapat Mesjid Al Aqsha, tempat suci ketiga umat Islam, setelah Mekkah dan Madinah. Pada zaman dahulu, Yerusalem merupakan ibukota negara "Ieuseiskoye", tetapi kemudiaan direbut oleh tsar David tahun 985 sebelum masehi (SM) dan diubah menjadi ibukota negara Yahudi.
"Kami berharap, setelah pemunggutan suara dalam Majelis Umum PBB, nama baru akan muncul di peta bumi yaitu negara Palestina, bukan otonomi Palestina lagi. Dan sayang sekali kalau AS akan memveto resolusi mengenai pengakuan negara Palestina dalam pemungutan suara di DK PBB itu," tegas Tihomirov.
Sementara itu, Direktur Institut Ketimuran Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, Dr. Vitali Naumkin, menilai pembincangan bukan lagi terfokus pada ada-tidaknya negara Palestina, melikan fokus untuk mengukuhkan negara Palestina. Naumkin juga mencatat, Israel telah kehilangan teman lama, seperti Mesir dan Turki.
Naumkin juga heran dengan sikap pemimpin Palestina yang menerima begitu saja 22 persen wilayanya. Apalagi dalam dokumen pengakuan negara Palestina 1967, tidak disebutkan defenisi perbatasan.
"Mana bisa ada negara tanpa perbatasan?" kata Naumkin.
[ysa]