Berita

Wikileaks

On The Spot

Didatangi Pejabat AS, Ditawari Bantuan Atasi Trafficking

WikiLeaks Singgung Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat
SELASA, 20 SEPTEMBER 2011 | 05:38 WIB

RMOL. Wikileaks terus membocorkan kabel-kabel diplomatik yang dikirim ke Washington. Termasuk dari Kedutaan Besar Amerika di Jakarta. Yang terbaru menyinggung soal Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat.

Sinar matahari pagi masih sa­mar-samar. Waktu baru menun­juk­kan pukul 09.00 WIB awal April 2008. Labatt pejabat dari Ke­menterian Kehakiman Ame­rika ditemani DOJ Inter­miten pe­tugas Kedutaan Besar Amerika Serikat (Kedubes AS) di Jakarta men­datangi Gedung BNP2TKI di Ja­lan Gatot Subroto, Jakarta Se­latan.

Mengenakan kemeja batik, Jumhur telah menunggu di ruang kerjanya di lantai dua.  Ditemani satu pegawai yang dari BNP­2­TKI, Jumhur menyambutnya kedatangan mereka dan menjabat erat tangan sebagai tanda sam­butan hangat. Bersalaman selesai, ke­dua pejabat Amerika itu diper­silakan duduk di kursi  yang telah tertata rapi.

Dua cangkir kopi disuguhkan kepada tamu dari Amerika. Se­mentara Jumhur dan bawah­annya memilih teh manis hangat.

“Good morning Mr Jumhur,” sapa Labatt.

“Fine,” jawab Jumhur.

Usai melakukan sapaan akrab, Labatt melanjutkan pembicaraan dan meminta informasi mengenai agenda pencegahan terhadap perdagangan manusia.

Labatt melihat BNP2TKI mam­pu bertindak lebih jauh un­tuk memberikan perlindungan ter­hadap para TKI yang bekerja di Luar negeri.

“Apa saja langkah nyata yang sudah dilakukan pemerintah In­donesia untuk menanggulangi per­dagangan orang,” tanya Labatt.

Mendengar pertanyaan terse­but Jumhur menjelaskan bahwa BNP2TKI telah melakukan ber­bagai macam upaya untuk mengantisipasi perdagangan orang (trafficking) di luar negeri.

Langkah pertama, menunda pemberangkatan terhadap Pelak­sana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang diketahui memberangkatkan TKI di bawah umur.

Langkah berikutnya menunda pemberangkatan TKI bila dibe­rangkatkan dibukan negara tu­juan. Jumhur juga menjelaskan pihaknya melakukan penggere­bek­an terhadap PPTKIS yang me­lakukan perekrutan TKI di luar prosedur yang sudah dite­tapkan.

Langkah keempat, membe­rang­katkan TKI yang sudah me­miliki Kartu Tanda Kerja Luar Negeri (KTKLN). Hal ini dila­ku­kan karena dalam kartu terse­but berisikan 36 item informasi me­ngenai TKI yang bertujuan me­lin­dungi orang yang bersangkutan.

Terakhir, memberikan pelatih­an selama 200 jam atau satu bulan terhadap TKI khususnya pem­bantu rumah tangga yang akan diberangkatkan ke luar negeri.

Mendengar informasi tersebut, Labatt memberikan apresiasi yang tinggi terhadap upaya BNP­2TKI. Labatt memberikan infor­masi bahwa pihak Kementerian Kehakiman Amerika Serikat akan membuat pelatihan di be­berapa kota di Indonesia yang be­kerja sama dengan Ke­menterian Tenaga Kerja.

Pelatihan tersebut, bertujuan mendidik peserta tentang hukum anti perdagangan dan hukum In­donesia yang berlaku. Me­ne­kankan pentingnya  penang­gu­langan perdagangan manusia. Dan memberikan pemahaman ter­hadap pegawai yang ada di BNP2TKI bahwa mereka me­miliki peran dan tanggung jawab dalam memerangi perdagangan manusia.

Di akhir pertemuan dibuat ke­se­pakatan untuk membuat pro­gram pelatihan penanggulangan perdagangan orang dan meminta dua pejabat dari BNP2TKI untuk mengikuti pertemuan tersebut.

Jumhur mengapresiasi permin­taan tersebut dan akan  mengirim dua pejabatnya mengikuti pe­latih­­an. Setelah sejam melakukan pertemuan, kedua pejabat Ame­rika itu pergi meninggalkan gedung BNP2TKI.

Pertemuan antara Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat de­ngan pejabat kehakiman Amerika te­rekam dalam bocoran Wiki­Leaks yang di-posting akhir Agus­tus lalu.

WikiLeaks atau Wikileaks adalah organisasi internasional yang mengungkapkan dokumen-do­kumen rahasia negara dan per­usahaan kepada publik melalui situsnya di www.wikileaks.ch.

Jumhur membenarkan infor­ma­si dari dari Wikileaks me­nge­nai adanya pejabat Amerika yang bertemu dengannya. “Pertemuan itu dalam rangka monitoring per­dagangan orang di seluruh dunia,” katanya.

Jumhur menjelaskan, perte­muan tersebut bisa terlaksana karena sebelumnya telah terjadi surat menyurat antara BNP2TKI dengan Kedutaan Besar Amerika Seri­kat di Jakarta untuk mem­ba­has strategi pencegahan per­da­gangan orang.

Bekas aktifis buruh ini menga­takan pertemuan dengan pejabat Ke­menterian Kehakiman Ame­rika berlangsung dua kali. Perta­ma, berlangsung di kantor BNP2­TKI dan kedua di tempat pela­tihan di Batam, Kepulauan Riau.

Jumhur menjelaskan, pelatihan yang diselenggarakan Kemen­te­rian Kehakiman Amerika yang be­­kerjasama dengan Ke­men­terian Tenaga Kerja dan Trans­migrasi sangat besar manfaatnya. Se­bab, memberikan berbagai macam pengetahuan tentang pencegahan perdagangan orang.

Bahkan setiap tahun, kata Jum­hur, Amerika Serikat menge­luar­kan tingkatan atau Tier me­ngenai seberapa besar perlindungan dan per­hatian negara terhadap per­dagangan orang.

Jumhur menjelaskan, Tier 1 ber­arti baik. Tier 2 sedang dan Tier 3 buruk. “Alhamdulillah In­donesia masuk di Tear 2,” kata­nya. Sebelumnya, Indonesia ma­sih watch list untuk Tier 2.

Jumhur mengaku tidak kha­wa­tir dengan adanya bocoran dari Wi­kiLeaks karena informasi yang disampaikan bersifat positif dan tidak ada yang negatif sedikitpun. “Yang saya bingung kenapa WikiLeaks bisa punya data ini,” katanya.

Jumhur mengatakan, bocoran ini bukan rahasia negara. Bagi dia, semakin semakin banyak yang mengetahui informasi ini se­makin bagus.

Dengan adanya pertemuan de­ngan pejabat Kehakiman Ame­rika, menurut Jumhur, ma­sya­ra­kat dunia bisa tahu apa yang te­lah dilakukan Indonesia untuk men­cegah perdagangan ma­nusia.


Dari Presiden, Menteri Hingga Kepala Daerah

Kabel diplomatik yang di­bo­corkan Wikileaks menyinggung sejumlah orang penting di ne­geri ini. Mulai dari presiden, menteri sampai gubernur.

Koran Australia The Age per­nah mengutip informasi dari WikiLeaks mengenai Presiden SBY. Koran itu lalu me­nu­run­kan dalam berita berjudul “Yu­dhoyono Abused Power”.

Menko Polhukam Djoko Su­yanto membantah seluruh isi berita koran itu. Menurut dia, informasi dari Wikileaks yang dikutip koran itu sangat mentah.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa sampai memanggil Dubes AS Scott Marciel. Ia me­nyampaikan protes Pemerintah Indonesia dan menyatakan tak satu pun laporan itu yang benar.

Usai bertemu Marty, Scot Mar­ciel menyatakan, rasa pri­hatin yang mendalam kepada Pre­siden SBY dan seluruh ma­sya­rakat Indonesia. “Jenis pub­likasi ini sifatnya sungguh tidak bertanggung jawab,” katanya.

Bekas wakil presiden Jusuf Kalla pun sempat disinggung dalam kawat diplomatik yang di­bocorkan Wikileaks.

Kalla disebutkan mengu­cur­kan uang 6 juta dolar AS atau sekitar Rp 54 miliar untuk me­me­nangkan kongres Partai Gol­kar pada 2004.

Setiap pengurus kabupaten diberi Rp 200 juta jika mem­be­ri­kan suaranya kepada Kalla. Sementara pengurus provinsi Rp 500 juta.

Kalla yang kini ketua Palang Merah Indonesia (PMI) mem­bantah melakukan money po­litics di kongres. “Saya tanya pe­serta kongres  yang hadir dan pulang (ke daerahnya) bagai­mana untuk bayar tiket mereka. Di mana mereka menginap,” katanya.

WikiLeaks juga mem-posting kawat diplomatik mengenai menteri-menteri Kabinet Indo­nesia Bersatu II yang dibuat pada 23 Oktober 2009. Ada beberapa menteri yang layak dijadikan sekutu. Yakni Sri Mulyani, Mari Pangestu, MS Hidayat dan Hatta Rajasa

Kemudian, Endang Rahayu Sedyaningsih, Gusti M. Hatta, Djoko Suyanto, Purnomo Yus­gian­toro dan Marty Nata­le­ga­wa. Purnomo yang kini Menteri Per­tahanan disebut, “telah be­kerja dengan kita dahulu untuk hal kon­traterorisme, energi dan lainnya.”

Purnomo mengatakan, isu soal ini sudah lama beredar. “Itu data lama, sama seperti tahun 2009, sekutu seperti apa, kalau kerja sama memang kita la­kukan,” katanya beberapa wak­tu lalu.

Wikileaks juga menyajikan kawat mengenai kisruh pe­mi­lihan kepala daerah Jawa Timur. Ka­wat lainnya mengenai Wakil Gu­bernur Jawa Timur Saifullah Yusuf yang mengapresiasi ke­giatan Konsulat Jenderal Amerika mempresentasikan ke­hidupan muslim di negara adi­daya itu.   [rm]


Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

UPDATE

Butuh Sosok Menteri Keuangan Kreatif dan Out of the Box

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:44

KPK Masih Usut Keterlibatan Hasto Kristiyanto di Kasus Harun Masiku dan DJKA

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Kesan Jokowi 10 Tahun Tinggal di Istana: Keluarga Kami Bertambah

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:27

Segini Potensi Penerimaan Negara dari Hasil Ekspor Pasir Laut

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:22

Main Aman Pertumbuhan 5 Persen

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:19

Gagal Nyagub, Anies Makin Sibuk

Jumat, 11 Oktober 2024 | 13:08

Predator Seks Incar anak-anak, Mendesak Penerapan UU TPKS

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:41

Dukung Otonomi Sahara Maroko, Burundi: Ini Solusi yang Realistis

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:39

Digelar Akhir Oktober, Indocomtech 2024 Beri Kejutan Spesial

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:29

WTO Perkirakan Perdagangan Global Naik Lebih Tinggi jika Konflik Timteng Terkendali

Jumat, 11 Oktober 2024 | 12:15

Selengkapnya